*

*
Powered by Blogger.

Wednesday 31 July 2013

Tirani di sistem KM?

Posted By: Unknown - 9:34 am

Tirani merupakan suatu model pemerintahan dimana penguasa memegang kedaulatan atas negara yang ia perintah, sehingga hak-hak milik rakyat cenderung terabaikan. Totaliterisme, kediktatoran, penindasan, despotisme dan dominasi merupakan pertanda suatu tirani telah berkuasa.


Pertanyaannya, benarkah dalam sistem kelembagaan mahasiswa di Undip telah terjadi praktek model pemerintahan yang Tirani? Sebelumnya, satu hal yang perlu diluruskan, sistem kelembagaan mahasiswa yang dimaksud disini ialah sistem keluarga mahasiswa (KM) yang telah bertahun – tahun dipraktekkan oleh lembaga badan eksekutif mahasiswa (BEM) di Universitas Diponegoro.

Sistem Keluarga Mahasiswa atau yang popular dengan sebutan KM merupakan suatu sistem kekeluargaan yang bertujuan untuk menyatukan visi dan misi antara BEM Universitas dengan BEM Fakultas yang bersinergi dengan HM –Himpunan Mahasiswa– di Jurusan. Jadi, diharapkan dalam arah pergerakan dan aktivitas keorganisasiannya memiliki satu langkah dan satu komando untuk mencapai visi bersama.

Di Undip, Seorang Presiden dan Wakil Presiden BEM KM dipilih melalui pemilu raya –pemira– yang diselenggarakan di tiap bulan Desember. Sedang anggota Senat mahasiswa dipilih melalui perwakilan partai mahasiswa yang mendapatkan suara saat pemira. Setelah anggota senat terpilih, mereka lantas menetapkan PPO –Pedoman Pokok Organisasi– dan GBHK –Garis - Garis Besar Haluan Kerja– untuk dijadikan pedoman kerja Badan Eksekutif Mahasiswa satu tahun periode.

Sama seperti yang dianut oleh pemerintah, sistem demokrasi di Undip juga sejalan dengan konsep demokrasi di negara kita. Dimana setelah Presiden dan Wakil Presiden dilantik, segera dibentuk kabinet yang terdiri dari pentolan Fakultas maupun partai mahasiswa yang telah memberi dukungan pada saat awal pencalonan.

Seperti DPR, anggota Senat mahasiswa juga di isi oleh pentolan partai yang mendapat suara saat pemira. Tak berbeda dengan yang terjadi di beberapa negara demokrasi, di Undip, parlemen –Senat– juga di dominasi oleh senator dari partai yang mendukung Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Laiknya fraksi Demokrat yang menguasai parlemen dan memimpin fraksi koalisi di Senayan.

Saat ini, konsep kebijakan otonomi daerah juga dipakai di masing – masing BEM Fakultas. Suatu kebijakan yang mungkin dapat mematahkan apa yang disebut praktek totaliterisme dan despotisme. Dimana dalam sistem ini masing – masing Fakultas diberikan kebebasan mengelola Fakultas secara mandiri. Garis hubungan yang dibuat antara BEM Universitas dan Fakultas bukanlah garis pertanggung jawaban, melainkan hanya garis koordinasi.

Dalam sistem KM, praktek kediktatoran tidak memungkinkan untuk dilaksanakan. Karena keputusan tertinggi bukanlah di tangan Presiden BEM KM, akan tetapi kekuasaan tertinggi berada di tangan Musyawarah Keluarga Mahasiswa. Yang mana, dalam musyawarah tersebut wajib dihadiri oleh BEM, Senat, UKM dan UPK/UKK. Jadi, yang membuat keputusan tertinggi dalam tata lembaga ialah musyawarah bersama, bukan keputusan kepala pemerintahan.

Pertanda Tirani selanjutnya ialah adanya suatu penindasan. Perlu kita ketahui, ketika roda pemerintahan demokrasi berjalan, sangat rentan adanya gesekan antara kepentingan koalisi dan oposisi. Apalagi yang berbeda paham seperti islamis dan liberalis yang terjadi di mesir beberapa waktu ini. Ketika koalisi sangat dominan, apalagi jika mereka dekat dengan pihak birokrasi, maka kepentingan pihak oposisi jadi terabaikan.

Akan tetapi, dalam praktek demokrasi praktis di Universitas yang berlambang pangeran Diponegoro ini masih terlalu samar untuk mengetahui seberapa besar dan seperti apa wujud kepentingan dari pihak oposisi tersebut. Yang jelas, kepentingan baik koalisi maupu oposisi tak akan jauh dari kata kekuasaan.

Dengan kekuasaan, mereka dapat memainkan peran yang lebih besar. Mulai dari eksistensi bendera partai mahasiswa yang merupakan manifestasi dari karakter gerakan ekstra kampus yang disisipkan melalui berbagai kegiatannya. Beberapa waktu lalu, bahkan pihak berkuasa mampu mendatangkan HP, seorang tokoh yang ikut bersaing dalam pemilihan gubernur jawa tengah saat itu. Dan kebetulan, ia juga disokong oleh partai politik yang memiliki kesamaan karakter dengan partai mahasiswa yang menyokong Presiden dan Wakil Presiden BEM terpilih.

Selayaknya kritik terhadap presiden SBY yang sibuk dengan Demokrat, seharusnya seorang Presiden BEM juga harus “melepaskan baju” dan mengabdi sepenuhnya kepada mahasiswa. Akan tetapi, sekarang, hal tersebut seolah menjadi lumrah di dalam sistem demokrasi yang sedang mengalami kemunduran, seperti yang dicontohkan pemerintah di negeri ini.


Selama setengah periode kepengurusan BEM KM tahun 2013 ini, hanya penyalahgunaan kekuasaan yang sudah sangat jelas terlihat. Dan sejauh ini belum terlihat suatu bentuk penindasan berupa sikap diskriminasi melalui suatu kebijakan terhadap BEM Fakultas yang didominasi oleh oposisi.

Justru yang terjadi adalah hal sebaliknya, perwakilan HM dari fakultas orange yang ditengarai sebagai oposisi bersedia bersinergis untuk kegiatan pelantikan lembaga dan pengawalan isu Uang Kuliah Tunggal –UKT– beberapa waktu lalu. Sehingga, nyaris seluruh Fakultas yang mulanya terpetakkan oleh bendera partai kini bersedia bekerja sama dengan pihak berkuasa.

Terakhir, pertanda dari Tirani ialah unsur dominasi. Banyak aspek yang dapat didominasi, namun, akan menarik jika dominasi tersebut dilakukan terhadap aspek keuangan atau anggaran. Besaran anggaran tiap satu periode kepengurusan sebenarnya sudah ditentukan oleh Rektorat, baik untuk BEM, Senat, UKM, maupun UPK/UKK. Jadi, tidaklah bisa memainkan nominal secara sembarangan disini. Terlebih, belakangan terungkap bahwa besaran anggaran yang diberikan oleh Rektorat tak sanggup menutup jumlah pengeluaran diberbagai kegiatan BEM KM selama setengah periode ini.

Satu hal yang menjadi sorotan ialah perihal beasiswa, karena semua beasiswa baik informasi maupun proses pendaftaran administrasi yang mengurus adalah pihak kementrian kesejahteraan mahasiswa –KESMA–, jadi banyak kabar burung yang mengatakan ada penyalahgunaan kewenangan disini. Baik berupa pembatasan informasi, maupun mengutamakan beberapa pihak tertentu saat proses pendaftaran beasiswa.

Beberapa hal diatas saya uraikan setelah mendengarkan pendapat dari Pembantu Dekan III FPP dan FISIP, Pak Basul dan Pak Wahyu, saat menghadiri acara workshop kelembagaan di Hotel Le Beringin kota Salatiga, pertengahan Februari lalu. Mereka berdua kompak menyuarakan “pembaruan” di dalam sistem tata lembaga di Undip yang dinilainya telah mempraktekkan model Tirani. Terlebih, dari tahun ke tahun, BEM tetap mengadopsi sistem KM, yang mereka anggap sebagai jelmaan KAMMI, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia, yang tumbuh seiringan dengan munculnya gerakan tarbiyah yang dimotori petinggi Partai Keadilan –sekarang PKS– yang berafiliasi dengan Ikhwanul Muslimin di Mesir.

Terakhir dari saya, dengan 5.245 kicauan, 29 following dan 4.276 followers ( sampai 31/7 2013) saya rasa cukup banyak informasi yang dibagi oleh KESMA. Bandingkan dengan kementerian lain, misalkan kementerian pengabdian masyarakat yang baru berkicau sebanyak 1.606, dengan 151 following dan 450 followers dalam kurun waktu yang sama. Dari media sosialnya pun sudah terlihat bahwa pihak KESMA selalu mengupdate berita mengenai beasiswa, tanpa ada maksud untuk menutupi. Mampir juga ke situs resmi mereka di http://kesmabemkmundip.wordpress.com/, berita lengkap tentang beasiswa ada disitu, nggak percaya? coba aja tanya pada 206.523 page viewer nya.

Kabar terkini konsep baru ketatalembagaan kita sudah dalam proses perampungan draft, menurut hemat saya, konsep ini belum akan ditetapkan pada kepengurusan tahun depan. Tetapi semua itu bisa berubah tergantung seberapa besar lobi kedua tokoh yang saya sebut di atas terhadap PD III fakultas lainnya beserta Pembantu Rektor III yang memiliki kedudukan tertinggi di bidang kemahasiswaan. Motif apa dibalik isu perubahan sistem ketata lembagaan yang masih sehat ini?

Thursday 25 July 2013

Aktivis Dakwah Kampus : Pemuda, Media dan Kamuflase

Posted By: Unknown - 2:30 pm


“Generasi Muda sebagai pewaris, penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sebagai sumber insani bagi pembangunan nasional, ibarat mata rantai yang tergerai panjang, posisi generasi muda dalam masyarakat menempati mata rantai yang paling sentral dalam artian bahwa, pemuda berperan sebagai pelestari nilai budaya, kejuangan, pelopor dan perintis pembaruan melalui karsa, karya dan dedikasi.” Kurang lebih seperti itulah departemen pertahanan negara indonesia mendeskripsikan sosok pemuda.

Memang benar adanya jika pemuda juga sering disebut agent of change yang memberi perubahan dan membentuk wajah bangsanya mau seperti apa. Baik buruk dan maju mundurnya bangsa, pemuda jua yang menentukan. Maka diperlukan pemuda unggulan untuk memajukan suatu bangsa.

Bangsa indonesia ialah bangsa yang besar, beribu pulau beratus suku dan bahasa membentang dibumi nusantara dari sabang sampai merauke. Kekayaan alam yang melimpah ruah dan letak geografis dalam percaturan dagang dunia yang strategis ialah salah satu bukti karunia Allah SWT yang tiada terkira nilainya.

Dengan kebesaran bangsa indonesia dan kekayaan alamnya apakah belum cukup untuk menjadi bangsa yang terhormat? Kenyataannya kita bukanlah bangsa terhormat, berapa kali bangsa kita dilecehkan, kedaulatan kita diusik, serta seberapa besar posisi bangsa ini dalam percaturan dunia?

Problem Internal

Memang tak mudah untuk memajukan bangsa, tapi tak mustahil untuk mewujudkannya. Tapi kondisi kekinian bangsa indonesia masih jauh dari harapan, korupsi masih menjadi konsumsi, tawuran dijadikan kegiatan, narkoba dan sabu bukan barang tabu dan tengoklah ke masjid, berapa pemuda yang ada? Satu atau dua? Tak banyak.

Masalah diatas memang beragam, tapi penyebab utamanya sama ialah masalah degradasi akhlak dan mental para pemuda. Pemuda yang jauh dari akhlak islam dan lebih cenderung digiring kearah kemurtadan dengan cara kamuflase yang sangat rapi sehingga tanpa kita sadari pola hidup dan pola pikir pemuda telah jauh dari nilai – nilai agama islam.

Pemurtadan dengan metode kamuflase memang sedang hangat – hangatnya diperbincangkan belakangan ini, karena begitu rapi pola kamuflase tersebut sampai – sampai kita tidak sadar dan baru tahu ketika kita merasakan efeknya.

Salah satu propaganda pemurtadan yang sangat populer ialah gaya hidup pacaran yang cenderung membuka jalan ke arah perzinahan. Apakah ada sunnah nabi yang mengatakan kita diperbolehkan pacaran? Tentu tidak ada. Tapi bagaimana kenyataannya hari ini, apakah ada pemuda yang belum pernah pacaran? tak banyak. Gaya hidup barat tersebut lambat laun telah mengakar dikalangan pemuda indonesia, yang lama kelamaan akan meninggalkan lebih jauh nilai islami.

Pelajari Teknik Kamuflase

Pemurtadan semakin lama semakin bertubi – tubi menyerang pemuda bahkan anak – anak melalui berbagai macam cara, dan celakanya hal itu tak disadari oleh para orang tua. Sehingga mau tak mau kita harus mempelajari bagaimana dan dengan apa kamuflase tersebut dijalankan sehingga kita dapati solusi awal mengurangi efek yang ditimbulkannya.

Salah satu jalan kamuflase yang ramai ialah melalui media baik itu cetak maupun elektronik. Banyak sekali propaganda pacaran dan gaya hidup bebas dipertontonkan melalui tayangan FTV, sinetron maupun pemutaran film barat yang tentunya berlatar belakang budaya mereka yang serba free.

Celakanya TV merupakan salah satu media elektronik yang sering menampilkan propaganda tersebut malah dijadikan sarana hiburan dan mengisi waktu luang sebagian besar pemuda indonesia. Tanya kepada diri kita sendiri, apakah suka nonton TV saat waktu senggang atau beribadah kepada Allah SWT? walau belum ada survei pasti, apakah ada yang memprotes jika saya mengatakan bahwa sebagian besar pemuda indonesia lebih memilih menonton TV?.

Realita yang terjadi sekarang memang menyakitkan, tapi perlu kita dalami bagaimana kondisi kekinian yang sedang terjadi. Islam memang tidak melarang kita menonton TV, tapi kita harus waspada tentang apa yang kita tonton. Bagaimanapun juga acara yang sering kita tonton akan berdampak secara psikologis terhadap pola pikir dan pola hidup kita. Jadi sangat dianjurkan kita memilah acara apa yang boleh ditonton dan apa yang sebaiknya dihindari.

Acara yang direkomendasikan untuk ditonton tentu saja acara rohani islam, berita agar kita tidak ketinggalan kabar disekitar kita, acara – acara informatif ataupun motivasi yang membangkitkan semangat keislaman kita. Tentu sulit untuk berharap adanya channel islam/muslim mengudara diindonesia karena kebanyakan dunia pertelivisian indonesia dikuasai oleh orang non muslim ataupun jika orang muslim yang memimpin suatu stasiun televisi ia lebih memilih mengutamakan profit ketimbang memperhatikan fungsi sosial sebagai media dakwah.

Tak bijak memang jika kita hanya mengeluhkan keadaan, memilah tontonan ditelevisi memang bisa jadi solusi awal dari pencegahan masuknya mindset pemurtadan didalam benak kita. Akan tetapi lebih jauh lagi, perlu kita pelajari kenapa pemuda indonesia suka menonton tv. Alasan yang pertama dan utama ialah karena banyaknya waktu luang. Ada kecenderungan pemuda indonesia tidak suka mencari kesibukan yang bermanfaat seperti membaca, meneliti, ataupun belajar dan lebih suka bermain, bersenang – senang dan membuang waktu lama didepan layar kaca.

Berhenti Membuang Waktu

Mulai dari sekarang perlu kita sadari betapa berharganya waktu muda yang kita miliki. Berhentilah menghabiskan waktu hanya didepan layar kaca dan sendau gurau belaka. Lakukan sesuatu yang bermanfaat bagi perkembangan kapasitas diri kita sendiri. Ambil contoh kegiatan mentoring dikampus bagi kita pemuda dan mahasiswa. Dari sana kita banyak memperoleh manfaat, selain belajar tentang interaksi sosial, pengetahuan, kepemiminan, kita juga belajar menanamkan mindset pemuda islami yang sesuai Alqur’an dan As-sunah.

Dengan mengikuti mentoring kita belajar berinteraksi sosial melalui diskusi dan musyawarah. Menambah pengetahuan kita baik tentang agama ataupun tentang berita disekitar kita. Dan dengan berkumpul bersama pemuda lain dan dibimbing seorang pementor yang sudah berkompeten akan membimbing kita menanamkan nilai dan akidah islam didalam diri kita.

Selain mengikuti mentoring, kita juga dapat membunuh waktu luang kita dengan kesibukan berorganisasi khususnya kegiatan kerohaniahan islam (Rohis). Selain dapat menambah jiwa sosial, leadership, menjaga kualitas iman kita, menghindarkan kita dari maksiat, kita juga dapat menjaga waktu muda kita agar tetap berkualitas.

Lagi, Propaganda Pelemahan

Akhir – akhir ini kita digegerkan dengan statement menyesatkan dan bertujuan menjauhkan pemuda dari nilai islami dengan mengatakan bahwa rohis sebagai salah satu sarana perekrutan teroris. Padahal berawal dari rohislah dibentuk pemuda islam yang islami, tapi sekali lagi propaganda kelompok yang ingin pemuda islam menjauhi syariat agamanya dan agar mengikuti pola hidup mereka yang hedonis telah sukses mengubah wajah rohis dimata orang awam dan lagi – lagi melalui media televisi.

Apa yang terjadi sekarang memang makin memprihatinkan, tak sedikit mahasiswa yang awalnya tertarik mengikuti rohis akhirnya mundur secara perlahan karena niat yang kurang bulat dan didorong keengganan orang tua memberi restu kepada anaknya karena sudah termakan isu – isu miring tentang rohis yang belum dibuktikan kebenarannya.

Jadi, kita sebagai pemuda islam harus membuka mata kita lebar – lebar, hati – hati terhadap propaganda pemurtadan kepada kita semua pemuda islam indonesia yang makin menjauhi nilai islam. Bergeraklah dengan membuang waktu luang kita yang sia – sia terlebih dahulu, setelah itu mulailah berkarya dengan mencintai Allah SWT dan menekuni passion kita untuk mengisi waktu muda kita agar tetap berkualitas. Bagi kita seorang mahasiswa perlu mengikuti lembaga dakwah kampus (LDK) untuk memperbaiki dan menjaga kualitas iman kita serta menyampaikan kepada seluruh pemuda islam agar terhindar dari propaganda pemurtadan dan kembali berjiwa islami. 

Semoga Allah senantiasa menaungi kita semua, Amiin. Allahu a’lam.
                                               

                                                Wahyu Nur Rohim

Urun Angan : Revolusi Bangsa

Posted By: Unknown - 2:27 pm
ilustrasi : rakusnya koruptor.
Korupsi, sebuah kata yang sangat familiar dan bahkan akrab dengan telinga bangsa indonesia sejak orde baru berkuasa sampai orde reformasi yang sampai sekarang masih kita jalani. Penyakit moral dan sosial yang sudah sangat mengakar di segenap elemen masyarakat, baik itu mereka yang berada diatas sampai yang berada dibawah baik yang berdasi maupun tidak.

Korupsi ada yang jelas – jelas terlihat baik cara, bentuk maupun nominalnya seperti korupsi proyek hambalang, wisma atlet dan lain – lain. Namun ada juga korupsi yang secara kamuflase, karena kita tidak menyadari bahwa yang dilakukan tersebut ialah suatu bentuk korupsi. Seperti tukang parkir yang menambah daerah parkir suatu tempat yang seharusnya dimanfaatkan untuk keperluan umum.

Kenyataan lebih pahit lagi harus diterima oleh semua rakyat indonesia ketika menyaksikan bahwa institusi yudikatif, eksekutif dan legislatif mereka ternyata tak ada yang bebas korupsi.

Badan legislatif adalah pilihan rakyat melalui metode pemilu yang ditelurkan oleh sistem demokrasi yang bangsa indonesia anut. Jadi merekalah representatif dari masyarakat masing – masing yang telah memilihnya, dan kepentingan masyarakat tersebutlah yang menjadi prioritas utama. Begitulah demokrasi cetusan plato yang seharusnya, akan tetapi apakah seperti itu kenyataan yang ada dinegeri kita? Bukan. Lalu demokrasi apakah yang sedang kita anut? Democrazy kah? Tentu bukan juga.

Badan eksekutif merupakan pemerintahan yang menjalankan roda pemerintahan sesuai amanat yang diberikan oleh rakyat melalui badan legislatif. Seharusnya kebijakan yang pemerintah tempuh sesuai undang - undang badan legislatif, yang logika-nya, harus pro rakyat kecil. Tetapi tengok lah bagaimana roda pemerintahan berjalan, birokrasi berbelit, kasus korupsi dimana - mana, pelayanan ke publik pas - pas an.

Badan yudikatif, suatu lembaga yang mengontrol undang - undang dan ketentuan dalam bernegara. Negara butuh suatu aturan pasti untuk berjalan dan berencana, terutama dalam pembangunan. Yudikatif juga berwenang dalam proses pergantian jabatan pemerintahan.

Apa yang terjadi jika legislatif tidur saat sidang, bolos paripurna. Pejabat eksekutif berguguran di tangan KPK. Sedang yudikatif tengah krisis dewan kehormatan, benteng keadilan terakhir tercoreng ulah sang nahkoda -Akil M- yang terjerat kasus sengketa pilkada.

Ibarat pohon, hanya tinggal akar yang masih bertahan hidup. Sementara batang, ranting, daun dan buahnya telah membusuk di permukaan tanah. Mungkin jika boleh ber andai, aku adalah seorang presiden, akan ku ubah bangsaku dengan revolusi. Bukan dengan mengganti sistem pemerintahan atau pemilu, tetapi lewat pemberian mata kuliah pendidikan moral setiap hari dalam satu minggu hari aktif sekolah.

Setiap pesantren aku beri bantuan, tempat ibadah aku hidupkan, agar jemaat-nya memiliki sifat baik sesuai bimbingan agama. Karena aku tak butuh menteri dengan segudang prestasi, tetapi aku lebih membutuhkan menteri dengan segudang hati nurani. 

"Pendekatan Religi sangat diperlukan, kita akan jongkok kalau terus mempertahankan sistem Sekulerisme yang coba kita jalankan ini. Jangan sampai kita malah berjalan ke arah Liberalisme yang jauh lebih mematikan dan mencekik rakyat kecil di negeriku tercinta, Indonesia"


Survei, salah satu sisi Geodet

Posted By: Unknown - 2:07 pm
(sebuah cerpen fiktif elegi ke-Geodesi-an) 


(Foto tak berdasar cerita, hanya sedikit narsis kami ketika dilapangan)
Siang itu suhu udara tak sepanas biasanya, posisi matahari sudah condong 60 derajat di katulistiwa, semilir angin berhembus dari arah selatan barat daya. Disebuah pos ronda semi permanen di pojok perempatan nampak dua anak sedang duduk menikmati angin. Beberapa saat kemudian, mereka nampak terpaku dengan raut wajah serius.

Perlahan nampak segerombol orang asing mengendarai motor berjalan mendekat menuju mereka. Perasaan mulai gusar, tak pernah ia melihat wajah orang – orang tersebut sebelumnya. Mereka bercelana panjang, bersepatu laiknya anak sekolahan dan memakai jaket seragam berwarna orange mencolok.

Salah satu dari mereka berbadan besar membawa dua buah tribach yang ujungnya masih diikat, satu orang berambut kribo membawa kotak besar warna kuning, seorang lagi laki-laki tinggi kurus membawa kotak merah yang ukurannya lebih kecil. Dua orang lagi perempuan membawa meteran dan yang satu lagi membawa plastik loreng berisi makanan ringan dan air minum.

Beberapa meter lagi gerombolan mendekati dua anak tersebut, setibanya dilokasi titik orde 4 samping pos ronda, motor mereka parkir persis disebelah kanan kedua anak tersebut. Salah satu dari mereka berkata “numpang istirahat ya dek”. Kedua anak tersebut tak menghiraukan, masih terdiam dan hanya membenahi posisi duduknya agak menepi. Ihsan dan Ardi mulanya canggung, tetapi lama – kelamaan mereka mulai nyaman berbagi tempat dengan orang – orang asing tersebut.

Singkat cerita mereka bertujuh saling bercerita di pos ronda beberapa saat, hingga novi –salah satu perempuan selain yesi– bertanya, “kalian cita-citanya pengen jadi apa?”. “pilot”, jawab ihsan. Sedangkan ardi dengan polos mengatakan “tentara”. Jawaban datar, tetapi luar biasa untuk anak kecil yang hidup di sebuah pedesaan bagian utara kabupaten Boyolali. Bagi mereka profesi pilot ataupun tentara dirasa lebih keren dibanding harus menjadi petani seperti kedua orang tuanya.

Setengah jam berlalu, rasa penasaran ihsan mulai terurai, ternyata segerombol orang tersebut ialah mahasiswa Teknik Geodesi Universitas Diponegoro Semarang. Mereka angkatan 2010, yang saat ini sudah menempuh hampir 6 semester perkuliahan. Mereka ingin membuat titik -patok- orde 4. Tak lupa, Ardi mengungkapkan apa yang ingin ia ketahui, “Mas, Geodesi ki opo? –Geodesi itu apa–“.

“Geodesi itu cabang ilmu pengetahuan kebumian yang lebih menitik beratkan pada sisi pengukuran dan pemetaan permukaan bumi” jawab Wahyu, lelaki berambut kribo yang sok pintar. Ihsan hanya melongo, sedang Ardi terus mengerutkan jidat. “anak SD mana ngerti bahasamu yu” kata Satya. Kemudian lelaki tinggi kurus itu menjelaskan apa itu Geodesi.

“Geodesi itu ilmu pemetaan. Kalian suka belajar ngga’?”. Serentak mereka berdua mengangguk. “Nahh, kalian suka baca peta athlas ngga’?” tanya Satya lagi. Mereka kembali mengangguk. “Jadi, kerjaan orang geodesi itu membuat peta” jelasnya. “Oowh, jadi peta athlas yang digunain bu Lina pas ngajar IPS itu buatan mas?” tanya ardi. “haha, iya di” jawab Satya. Selepas tawa, suasana makin dekat dan hangat.

Pukul 10 pagi, setelah semua persiapan selesai, pengukuran titik Orde 4 guna mempermudah petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam membuat peta bidang pada proses sertifikasi tanah dimulai. Karena di daerah pedesaan laiknya kabupaten Boyolali, jumlah orde 4 di daerah – daerah belum memenuhi jumlahnya, jadi masih perlu diperbanyak.

Dari titik tersebut juga, petugas ukur sertifikasi tanah dapat menggunakannya sebagai titik ikat –titik kontrol– untuk menjamin keakuratan koordinat jika dimasukkan ke dalam peta induk –Base Map– milik BPN. Karena, jika sampai bertampalan dengan bidang tanah tetangga, ditakutkan akan menimbulkan sengketa pertanahan. Dan petugas ukur maupun BPN bisa dituntut karena itu.

Novi dan Yesi sudah bersiap, payung di dalam tas dikeluarkan dan dibuka Novi. “Kok bawa payung mbak? Kan ndak ujan?” Ardi heran. Novi coba menjelaskan “Ni payung buat nutupin alat dek, alatnya mahal, kalau alat rusak karena kepanasan nanti pak Bambang –Kepala Jurusan– marah”.”Owhh…” jawab Ardi. Alat yang digunakan saat itu ialah Total Station Topcon GTS 102 N dengan ketelitian sudut 2” –dua detik– dengan pembesaran lensa yang mencapai 30 kali. “Harganya 53 jutaan lho dik” tambah Yesi. Kontan mereka berdua kaget, Ihsan tak berani lagi memegang kotak alat survei tersebut, Ardi apalagi, mereka takut kalau alatnya rusak.

Lekas saja kotak besar dibuka Wahyu, Rendy yang berbadan besar masih bermalas – malasan, “bangun ren, ini pos ronda bukan hotel” celetuk wahyu. Bergegas rendi bangun dan memasang satu tribach diatas patok segi empat berwarna biru yang ditengahnya terdapat titik menyerupai paku namun lebih besar ukurannya. Rupanya itu patok orde 4 milik BPN yang telah diketahui koordinatnya. Sementara wahyu membuka kotak, lalu mengambil alat untuk kemudian menyentering-nya hingga gelembung nivo bulat dan nivo tabung berada di tengah. Serta posisi tengah alat dengan titik tengah patok sudah sejajar.

Setelah sentering, kemudian input data koordinat patok orde 4 tersebut untuk dijadikan BM –Benck Mark–, sementara rendy kembali rebahan ditenda yang berjarak 5 meter dari patok. Lain Rendy, Satya membawa satu tribach dan alat sejauh 160 meter dari patok samping pos ronda dengan sepeda motor matic miliknya. Setibanya, ia langsung memasng tribach dan alat berupa prisma dengan cara serupa di salah satu diantara 3 titik Orde 4 yang ingin diukur koordinatnya.

Prisma tersebut berfungsi untuk memantulkan kembali sinar laser kepada alat Total Station untuk kemudian didapat jarak optis serta besaran sudut yang dibentuk antara kedua patok terhadap azimuth. Nanti akan dapat dihitung berapa jarak dan koordinat patok baru tersebut.

Patok Satya berbeda dengan yang dilihat Wahyu, patok yang didirikan alat oleh Satya masih berwarna putih. Baru akan diwarnai jika koordinatnya sudah dikoreksi dengan catatan jarak antar patok tersebut, sekurang – kurang nya 150 meter sesuai peraturan menteri agrarian/kepala badan pertanahan nasional nomor 2 tahun 1996.

Menurut permen diatas, kita diperbolehkan membuat titik dasar orde 4 tanpa mengikatkan dengan orde 3 terlebih dahulu. Kita bisa menggunakan sistem koordinat lokal dimana dikemudian hari harus di transformasikan ke dalam sistem transformasi nasional.

Setelah prisma ditembak oleh alat Total Station, data kemudian direkam. Setelah selesai, Satya lalu mengubah posisi prisma ke dua titik selanjutnya. Setelah selesai titik terakhir, semua alat dimasukkan kembali ke tempat penyimpanannya.

Sambil membangunkan Rendy yang tertidur, Wahyu, Satya, Yesi dan Novi berkemas untuk melanjutkan survei ke lokasi selanjutnya. Tak lupa ia berpamitan dengan Ihsan dan Ardi. “Ardi, Ihsan, Kami balik dulu ya! Jangan malas belajar. Biar jadi anak pinter. Kalau sudah pinter kuliah di Teknik Geodesi Undip. Biar sukses!” kata wahyu.

”Iya mas, siap 86!!. Mas-mas sama mbak-mbak hati-hati di jalan ya. Besok ngukur disini lagi ya!” jawab mereka kompak.

”Jangan laah dek, masak ngukur ulang?. capeek -_-.” batin Wahyu. “tu adek ngga’ tau panasnya kalau ngukur!”bisik novi.

Salah satu pekerjaan Geodet ialah pemetaan, salah satu metode nya dengan survei lapangan atau “ngukur”, walau terjun ke lapangan bukan pekerjaan utama Geodet strata satu -sarjana-, lebih untuk vokasi atau diploma mungkin, tetapi bagi mahasiswa Teknik Geodesi Undip kebanyakan, itulah salah satu hal yang sangat mengesankan. Mungkin akan diingat hingga tua nanti, setidaknya oleh kelima orang tersebut.


(Wahyu Nur Rohim ~ Geodet nol sepuluh Undip)

Copyright © 2013 Ghostwriter™ is a registered trademark.

Designed by Templateism. Hosted on Blogger Platform.