Wednesday 23 April 2014

Fallujah : A Conflict Story

Posted By: Unknown - 9:28 am

Share

& Comment


***
Semilir angin berhembus sejuk. Menyelinap dalam sunyi senyap kota Fallujah. Hingga terdengar suara yang begitu nyaring. Menghentak telinga siapa yang mendengar.

“Dooorrr dorrrr dorrrr” suara AK-47 mengaung ke seantero kota.

Mata Kamal terperanjat mendengar suara keras tersebut. Ia mulai terbangun dari tidur. Cekatan ia beranjak dari alas tidur. “Mama,” kata pertama yang terlontar dari mulut kecil kamal. Saking takutnya, ia terus memanggil-manggil nama sang malaikat mulia itu.

Siang itu situasi kota sedang kacau. Baku tembak terjadi dimana-mana. Bahkan dinding ruko tempat ia berlindung pun kini sudah berlubang-lubang sebesar ukuran peluru. Saking banyaknya, hingga nampak bak sebuah etalase.

Sejenak suara itu tak lagi terdengar. Dalam benaknya, sepertinya kota sudah mulai aman. Kamal memilih bersender dibalik tembok dan meluruskan kaki kanannya. Ternyata ia salah. Tak lama kemudian, lagi-lagi telinga kecilnya mendengar suara selongsong peluru berhamburan jatuh ketanah.

Suara itu terdengar lagi. Bahkan terdengar lebih keras. Sangat jelas terdengar dari ruko pasar Al Amin.

“dooorrrrr, dooorrrr, dooorrrr”. Kamal semakin ketakutan.

Suara kali ini disertai oleh jeritan seorang wanita tua setengah baya. Sepertinya kamal mengenal suara itu. Ingin sekali ia mendatangi arah suara tersebut. Tapi ia masih ragu untuk keluar dari tempat perlindungan.

“Hasbiyallahu… Hasbiyallahu… Hasbiyallahu”

Kamal terus mengucapkannya dengan penuh kekhusyukan.

Ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Bahwa tidak ada suatu apapun yang mampu menolong dirinya, kecuali Dia, yang selalu ia rindu sehari lima waktu.

Perlahan kalimat – kalimat tersebut mampu menguatkan jiwa Kamal. Rasa penasaran mampu mengalihkannya dari perasaan takut. Dengan penuh ketenangan, ia raih kusen tepi jendela dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya memegang sebuah kursi untuk membantunya berdiri.

Kamal berhasil berdiri walau cukup tertatih. Ia tak berdiri tegap, karena ia tak mampu. Selamanya ia tak akan mampu berdiri tegap seperti satu bulan yang lalu. Saat beberapa peluru nyasar tentara Amerika belum menembus tulang paha kirinya.

Dibalik kaca jendela, ia hanya menampakkan sedikit bagian kepala dan seksama memperhatikan keadaan sekitar. Ia menerka darimana suara tadi berasal. Apa benar itu suara Ummi. Jika iya, ingin rasa menjumpainya, gumam Kamal dalam hati.

Saat arah pandangan berada di sudut sebelah kanan. Terlihat seorang wanita berpakaian longgar dan memakai kerudung serba hitam menutup seluruh bagian tubuhnya. Hanya menampakkan wajah dan telapak tangan. Pakaian khas masyarakat sunni Irak.

Wanita berbadan gemuk itu meronta. Sebisa mungkin menangkis setiap pukulan yang ia terima. Pukulan dari seorang pengecut. Kenapa tidak berkelahi dengan sesama lelaki? Atau di atas ring? Kenapa harus dengan wanita setengah baya. Sebuah pertanyaan dalam hati.

Kamal mencoba memfokuskan mata. Sedikit susah. Jarak pandang yang terlampau jauh juga terbatasi oleh efek fatamorgana iklim gurun. Kamal sedikit mengernyitkan dahi. Setumpuk debu bergerak tak beraturan bak sebuah badai gurun. Dari arah yang sama nampak beberapa rentetan kendaraan perang dengan formasi yang sangat rapi.

Konvoi tersebut melewati tentara dan wanita setengah baya tersebut. Tentara sebentar menghentikan pukulan. Bergegas bersiap badan dan mengayuhkan telapak tangan ke atas pelipis mata sebelah kanan. Sebuah tanda hormat. Sedang ia membiarkan wanita tersebut menahan rasa sakit. Sebelum ini, jarang ia memperoleh pukulan. Bahkan dari suami sekalipun.

Tentara Amerika masih terjaga posisi hormat. Sekalipun kendaraan terakhir sudah terlewat. Sekarang mereka menuju ke arah Kamal. Mengetahui hal itu. Kembali ia merebahkan badan disamping tembok yang penuh lubang. Ia hanya berani mengintip dari salah satu lubang sebesar selongsong peluru.

Dengan jelas ia mampu melihat dan mengejanya, “U.S. ARMY”. Mereka adalah tentara “perdamaian” yang dikirim oleh pemerintah Amerika Serikat semasa presiden Bush jr. Mereka datang ke Irak dengan mengatasnamakan perdamaian dan isu terorisme. Konspirasi yang belum mampu dipahami oleh seorang bocah seusia Kamal.

Perlahan ia mulai mengatur nafas. Bermunajat untuk menghilangkan semua ketakutan.Setelah semuanya terkontrol, ia kembali melihat wanita setengah baya dan tentara tersebut dari tempat yang sama. Terrnyata tentara sudah memegang kuat-kuat tangan wanita tersebut. Ia memaksanya berjalan menuju suatu tempat dekat tempat Kamal sekarang.

Wajah wanita setengah baya tersebut perlahan mulai tergambar. Ia bukan Ummi. Ia ibu Sarah. Tetangga jauh dari keluarga Abdul, ayah Kamal. Sementara wajah Ummi Hafsa masih terimajinasi dengan indah. Kamal begitu rindu Ummi. Satu minggu sudah mereka saling berpisah.

Dengan hati-hati Kamal mengamati apa yang hendak diperbuat oleh tentara tersebut. Setelah sampai di depan sebuah ruko. 10 meter dari tempat Kamal. Ia menodongkan moncong senjata tepat di tengah dahi wanita tersebut. Intonasinya semakin keras sejalan dengan diamnya mulut ibu Sarah.

Dari apa yang Kamal dengar. Tentara tersebut rupanya mencari suami ibu Sarah, yaitu bapak Hamid. Ia salah satu tokoh masyarakat yang cukup berpengaruh di Fallujah. Menurut tentara tersebut, bapak Hamid telah mengupayakan serangan bom ke kantong pertahanan tentara Amerika.

Padahal, tak ada pedang yang keluar melainkan telah ada pedang milik lawan yang dikeluarkan terlebih dahulu. Serangan dari kelompok bapak Hamid tak akan terjadi jika tentara Amerika tak  menginjakkan kakinya di negeri ladang minyak tersebut. Itu hanya wujud penolakan atas kepongahan negara adidaya.


About Unknown

Program Studi Teknik Geodesi Universitas Diponegoro Semarang. Lembaga Pers Mahasiswa Momentum. Rohis Athlas dan INSANI. Sherpa Mapala. Kemendagri BEM KM Undip. Geodet Berbagi. Turun Tangan Semarang. Orang Jawa. Survei Topografi.

0 comments:

Copyright © 2013 Ghostwriter™ is a registered trademark.

Designed by Templateism. Hosted on Blogger Platform.