***
Assalamu’alaikum…
Selamat malam teman. Sudah lama jemari tak menyapa tulisan.
Belum pandai pula aku menulis sajak romantis. Entah mengapa. Tak apa, toh aku
masih bisa berbagi sedikit cerita dengan kalian. Tulisan yang aku buat seusai
istirahat. Pukul, 12.55 malam, saat hari sabtu berganti menjadi hari minggu.
Atau hari Ahad saya bilang. Begini ceritanya.
Pukul 23.00 seusai bermain futsal di calcio, kami berenam
melepas lelah di sebuah angkringan samping jembatan layang, ngesrep. Beberapa
saat kami melepas lelah dan saling melempar canda. Hingga rasa lelah tersebut perlahan
teratasi. Kami menyudahi istirahat. Beberapa rupiah kami keluarkan untuk
membayar jajanan murah yang barusan kami makan. Kemudian bergegas pulang.
Perlahan aku berjalan menuju motor yang terparkir di bahu
jalan. Fikirku teralihkan, tertuju pada seorang anak kecil yang duduk dibahu
jalan tak jauh dari motorku. Menurutku, ia seumuran siswa kelas 2 SD. Secara kasat mata ia terlihat seperti anak
jalanan. Ia nampak sibuk memperbaiki ikatan tas kecil yang ia sematkan
dipinggang. Kail perekat ikatan nampaknya sudah rusak. Kemudian ia menggantinya
dengan sebuah kabel kecil yang masih terdapat solder diujungnya.
Ketika ku tanya siapa namanya, ia tak menjawab. Kemudian aku
tanyakan di mana ia tinggal, ia menjawab Mranggen. Sebuah daerah perbatasan kabupaten
Demak dan kota Semarang. Kurang lebih menempuh perjalanan motor selama 45 menit
dari ngesrep. Mungkin bisa anda bayangkan? Anak seusia dia “bermain” sejauh itu
dan ditengah malam pula. Apakah tidak ada taman bermain disana? Entahlah.
Satu lagi pertanyaan yang belum terjawab. Dengan apa ia pulang
ke Mranggen!? Naik angkot? Nggak ada transportasi umum ditengah malam. Namun
aku sudah terlanjur balik ke kos 7D. Lagipula, ia mulai tak nyaman menerima
beberapa pertanyaanku. Memang seperti itulah anak jalanan. Kadang dipaksa oleh
“orang tua asuh” untuk tidak banyak bercerita kepada orang lain.
***
Kemisikinan merupakan salah satu akar dari permasalahan
bangsa, sebab dan akibatnya pun sangat beragam. Tak cukup kemampuanku untuk
menganalisanya satu persatu. Yang jelas. Tak mungkin seorang anak kecil memilih
bahu jalan sebagai tempat bermain, ditempat yang jauh dan ditengah malam pula.
Padahal seusia dia, saya sudah dicari oleh orang tua ketika adzan maghrib
berkumandang namun saya belum balik rumah.
Eksploitasi tak bermoral terhadap anak sangat ditentang oleh
aturan negara, terlebih aturan agama. Anak adalah sebuah karunia. Investasi
kita ketika jasad berdiam di liang lahat. Kelak di pundak mereka pula nasib
bangsa diamanahkan. Kondisi mereka sekarang adalah cerminan wajah bangsa
berpuluh tahun kedepan. Jika hak memperoleh kasih sayang, pendidikan moral dan
ilmu pengetahuan tak mereka dapatkan, bagaimana kualitas bangsa kita kelak?.
Seperti itu lah…
Mungkin sekarang anda sedikit sadar, namun itu saja ternyata
tidak cukup. Terfikirkan kah anda untuk ikut turun tangan mengatasi
permasalahan tersebut? Jika belum tentu anda harus lebih banyak bersyukur. Jika
anda memiliki kesadaran untuk mencerdaskan anak bangsa, termasuk anak jalanan,
maka mulailah take action sekarang juga.
“Berhentilah mengutuk kegelapan, mulailah menyalakan lilin.”
Salah satu saran dari saya untuk anda (baca: mahasiswa) adalah
join ke komunitas sosial. Kembangin ide dan rasa empatik kalian disana. Syukur syukur
bisa mengajak beberapa teman untuk membentuk sebuah komunitas sosial
pendidikan. Berapa banyak pahala yang kalian dapatkan. Banyak. Kedua mungkin
bisa dengan menyumbangkan donasi secara kontinu kepada lembaga sosial
pendidikan yang anda percayai.
“Lanjutkan rasa peduli anda menjadi sebuah tindakan nyata.
Walau kecil, namun itu lebih berarti daripada sekedar rasa peduli berlebih”
Mari bersama sama kita mengurai benang kusut permasalahan
bangsa. Mulai sekarang juga. Dengan hal kecil, sebisa anda melakukannya.
Sekarang. Dan jadilah manusia terbaik, yang bermanfaat bagi orang lain.
Khoirunnas anfa’uhum linnas.
Wassalamu’alaikum…