“Nu, tugas survey batas wilayah gimana?”. Tak lama berselang
hp ku berdering, ada balesan dari Nunu,
“tinggal ngeprint
doang. 15 menit lagi tak tunggu di kos ya, bantuin ngeprint.”.
Aku bales, “oke”.
Lima menit berselang aku sudah sampai di kos Nunu di depan
kantor pos. Kita ngeprint di Zeus samping alfamart banjarsari. Di sana kita ketemu
Wahyu “gendut” sama Cya, mereka lagi ngeprint juga.
Sebentar kita ngobrol, kita bahas KKN, kalau mahasiswa
semester akhir bilang sih Kisah Kasih Nyata.
Gendut dan Cya uda selesai duluan, mereka pamit balik, “Balik
sik ya tun”, gendut.
“iya ndut, Cya hati-hati ya” jawab kami. Tak lama kemudian,
kita lanjutin ngobrol.
“KKNmu gimana Nu? Ada yang cantik? haha”. Tanyaku.
Nunu senyum simpul. Kemudian dia jawab,
“Nggak ada ndes. Ada sih, tapi yang satu kecamatan. Berat tapi
Tun.”. “lhaah kenapa?”, responku.
Agak lama dia mikir, malu mau ngomong, “orang e cantik,
sugih –kaya–, naiknya mobil.”. ckck. Aku kasian sama dia, “dunia memang kejam
nu, sabaarrrr yak.”
Itulah kita, masih menilai seorang wanita dari tampilan
fisik doang. Padahal yang sekarang cantik, 20 tahun lagi juga bakalan keriput. Beda
kalo cantik-nya itu di hati, fikiran dan sikap, makin lama malah makin terlihat
cantik.
Merasa di rendahin, dia bales nanya, sambil senyum ringan
dia ngomong,
“lhaaa kamu gimana? Anak FISIP? Hahaha.”. pertanyaan paling
nyakitin, kenangan yang bikin aku resah, situasi yang berujung tulisan
terimakasih muslimah.
Tapi mau gimana lagi. Ambil positifnya aja, paling enggak
aku uda tahu yang ideal itu yang gimana. Ambil aja celah kebaikan dibalik rasa
galau. Lantas ku jawab,
”santai-lah Nu. Wisuda dulu.” Alibi mematikan.
“iya sih, wisuda aja dulu, bapakku juga uda mau pensiun,
kasian kalau ngluarin biaya terus”. Wiiiih. Bijak juga dia.
“seep Nu, kereen. Hehe. tapi bukan alibi to?”.
“enggak lah, urusan sama orang tua ya harus seriusan. Nggak main-main.”
emang dia anak berbakti.
Hening sejenak, aku lanjutin, “Yang penting wisuda ntar agustus.
Trus kerja. Akhirnya kesampaian juga harapan ibukku, punya anak kantoran, jadi
orang berdasi. hahaha”.
Masih setia ndengerin, aku lanjutin cerita, “Ya wanita kan sebener
e enggak matre sih. Tapikan butuh penghidupan yang layak juga dari suami. Makanya
kita sebaiknya jadi orang berdasi juga. Minimal ada kerjaan pasti-lah Nu.”
“Yoo bener banget, tapi sekarang jangan mikir wisuda dulu.
UAS aja belum kelar. Tadi uda belajar SBW -Survey Batas Wilayah- belum?” tanya
Nunu.
Sambil geleng kepala ku jawab, “oowh ya, belummm. hehe”
Nuardi sedikit serius ngomong, “belajar ujian aja enggak,
kok mau sukses UAS?. Kalau UAS jelek wisudamu bisa Agustus, tapi tahun depan. Tertunda
to jadi orang berdasi-nya!.”
“jangan lah Nu,” jawabku miris, penuh harap. “makane belajar
ujian dulu”, pungkas Nunu.
Jadi, buat kalian yang masih menunggu jodoh. Mulai dari sekarang
siapin dulu diri kalian sebaik mungkin, karena sewaktu-waktu jodoh bisa datang.
Jangan menghinakan diri dengan rasa galau dan rendah diri.
Setiap orang pasti ingin memiliki pasangan yang sukses, atau
minimal mau diajak sukses. Jadi orang berdasi atau enggak, kalian juga yang
menentukan. Untuk berdasi kita butuh wisuda, untuk wisuda kita butuh nilai
bagus, dan untuk nilai bagus kita butuh belajar.
Selamat belajar, sekecil apapun itu, jika positif, akan
menjadikanmu pribadi yang jauh lebih baik lagi.
0 comments:
Post a Comment