Monday, 6 January 2014

YKS Hamburkan Frekuensi Publik

Posted By: Unknown - 2:55 pm

Share

& Comment

Mengutip perkataan seorang wartawan senior, om Farid Gaban, melalui aku facebook pribadi beberapa waktu lalu. Sebuah status singkat sarat makna.

“Tiap mulai acara YKS, saya dan anak saya saling pandang mana yang paling cepat nyamber remote control mengubah channel. Hampir lima jam penuh setiap malam, TransTV menghamburkan frekuensi milik publik untuk acara yang nggak mutu. Lima jam di prime time!”

YKS memang menggiurkan. Diisi bintang tamu artis-artis berparas cantik dan berbadan aduhai. Pinggul bercelana ketat berlenggak lenggok ke kanan ke kiri, ke depan dan belakang. Goyangan-nya pun tak kalah panas. Terakhir ada goyang oplosan. Yang nampak sangat vulgar, tak ubahnya sebuah pornoaksi murahan.

Lebih parahnya lagi, tayangan tersebut disuguhkan selama 5 jam dan di waktu prime time. Saat dimana seseorang sedang istirahat usai kerja, saat anak-anak kumpul bersama orang tua. Apa jadinya jika hal tersebut ditonton oleh sejuta pasang mata anak-anak Indonesia?. Dampak nya tentu akan merembet kemana-mana.

goyang oplosan
Anak merupakan peniru ulung. Apa yang mereka saksikan dengan cepat akan mereka tiru, entah itu suatu hal yang sopan atau tidak, karena anak belum mampu untuk membedakan kedua hal tersebut. Coba bayangkan, adik anda yang masih SD bergoyang oplosan, tangan kiri ditempelkan di jidat, -maaf- tubuh area kemaluan dimajukan kedepan dan di gerak-gerakkan.

Belum lagi anak-anak yang doyan meniru lagu-lagu di YKS. Ungkapan “bukak sitik jos”. Awalnya adalah ungkapan penonton dangdut pantura yang ingin melihat bagian tertutup dari sang biduan. Mungkin karena mereka terpengaruh minuman keras oplosan.

Pertanyaannya. Apakah mau adik-adik anda dirumah berperilaku seperti penonton dangdut pantura tersebut?. Sebuah aib besar jika calon penerus bangsa kita bermoral cacat jauh dari akhlak mulia seperti para pendiri negara.

Kita harus cerdas bermedia. Frekuensi yang dahulu disediakan oleh menteri penerangan era orde baru kini telah disalah artikan oleh para pelaku bisnis media. Televisi swasta hanya mementingkan rating atas nama keuntungan finansial, dan mengabaikan aspek pendidikan yang menjadi hak publik.

Terlihat betapa lemahnya peran serta pemerintah dalam mengontrol media. KPI sebagai lembaga sensor dan penjamin mutu siaran hanya berdiam diri. Entah bisu, sariawan, tidur, ataukah ada penutup di mulutnya. Standarisasi kriteria vulgar juga harus ditinjau ulang. Standar kita adalah budaya timur, bukan kebebasan di barat.

Masih mau nonton YKS (termasuk program sejenisnya) ??


  

About Unknown

Program Studi Teknik Geodesi Universitas Diponegoro Semarang. Lembaga Pers Mahasiswa Momentum. Rohis Athlas dan INSANI. Sherpa Mapala. Kemendagri BEM KM Undip. Geodet Berbagi. Turun Tangan Semarang. Orang Jawa. Survei Topografi.

0 comments:

Copyright © 2013 Ghostwriter™ is a registered trademark.

Designed by Templateism. Hosted on Blogger Platform.