Beberapa waktu lalu saya sempat dikejutkan dengan sebuah foto postingan salah satu teman SMA saya di grup Kelas IPA II Smagaboy, akronim dari SMA N 3 Boyolali. Sebuah foto yang biasa saja, namun memiliki makna yang sangat mendalam didalam lubuk hati saya. Saya sempat terenyuh, merinding, sebuah memori lama tiba-tiba diketuk dengan santun. Hati saya bergetar, merangsang memori saya untuk mengingat kembali beberapa tahun kebelakang. Beberapa kenangan yang tentu tak akan pernah lekang dalam ingatan saya.
Dari pojok kiri atas ada mbak Daryani, Desi, Desi lagi, Dian
S, Dian DP, Eko Rege, Fitria, Karina, Lutfi, Naila, Neni, Novidas, Memed,
Rizki, Isna, Vina ucik, Vino, Satya, Jumi, Gendut, Yuliana, Siti, Agustia, Alm
Ahmad –semoga mendapat ketenangan disisi Alloh– dia temen gw yang paling baik
dan ganteng, Ridwan pretto, Boniyem, Jangga, Yana, Dodi, Eni Nur, Habib, Heni,
Heni mbokde, Ike, Nanik, Otik, Risma, Ulfa, Saya dan terakhir Wawan.
Hhhmmm, saya hanya bisa tersenyum sendiri saat mengingat-ingat
apa yang sudah saya alami saat SMA dulu. Saat menulis ini pun saya masih
senyum-senyum sendiri. Kisah masa lalu memang hanya sekedar kenangan, namun, ia
juga mampu mengingatkan kita betapa waktu sangat berharga dan terlalu bodoh
untuk kita sia-sia kan.
Mengingat masa SMA, tentu meninggalnya Ahmad ada dibarisan
terdepan. Bukannya saya tidak ikhlas, namun adalah kehilangan teman suatu yang
menyedihkan. Namun apa daya, saat ini semua yang terbaik ialah yang telah Ia
takdirkan, segala do’a dan hikmah dalam kepulangannya merupakan suatu nilai
kehidupan yang hendak Ia tunjukkan kepada kita yang masih tetap bernafas. Namun
petunjuk hanya bagi kita yang mau berfikir.
Momentum Ujian Nasional memiliki tempat tersendiri dibenakku.
Bagaimana tidak, peringkat pertama kedua dan ketiga diperoleh Risma, Dodi dan
saya sendiri. Kelas IPA II “merajai” nilai UN di Smaga saat itu. Tetapi saya
tak berbahagia saat itu. Eni Nur menjadi salah satu diantara dua siswa SMA yang
tidak lulus diujian yang pertama. Dia harus mengikuti ujian susulan untuk
memperoleh ijasah. Waktu itu saya pribadi belum mengerti akan mahalnya nilai
kejujuran.
Sewaktu hari UN berlangsung, saya sama seperti yang lainnya,
menunggu bocoran jawaban dan kerjasama saat ujian. Namun Eni berbeda. Dia tipe
perempuan yang tak mau mengikuti arus, jika ternyata arus tersebut salah, ia
akan melawannya dengan segala resiko, asal budi pekerti tetap terjaga. Momen
itulah yang menginspirasi saya untuk menulis sebuah artikel tentang mahal dan
besarnya balasan dari sebuah kejujuran. Alhamdulillah. Segala cobaan tuntas ia
hadapi. Segala kebaikan bermuara kepada kebaikan. Ia lulus dan sekarang telah
bekerja. Sedang saya masih sibuk menyusun skripsi.
Memasuki bangku kelas tiga, sebuah tragedi “mengerikan”
terjadi. Suatu waktu seusai shalat, atau seusai mengikuti pengajian saya lupa,
Fitria, disrempet seseorang yang mengendarai motor dengan sangat kencang.
Fitria yang baru saja mencicipi harum bau surga harus memperoleh cobaan yang
sangat berat. Karena insiden tersebut, ia harus dilarikan ke rumah sakit dan
mendapatkan luka yang cukup serius karena benturan di kepalanya. Beberapa
memori harus ia lupakan, ia sedikit amnesia dan mengalami penurunan kerja pada
beberapa syarafnya.
Beberapa kali kami satu kelas mendatangi rumah Fitria,
sekedar menghibur dirinya dan menunjukkan rasa simpatik serta dukungan kami
untuk dirinya. Kami hanya ingin mengatakan, “Fitria, kamu nggak sendirian kok.
Kami keluarga kamu juga.”. Beberapa kali kesempatan kami masih berkunjung ke
rumahnya, terutama di momen lebaran atau liburan semester. Bukankah mengikat
tali persaudaraan adalah sebuah akhlak mulia! Sebagaimana yang diajarkan oleh
tuntunan kita. Sekali lagi Alhamdulillah. Sekarang Fitria sudah jauh lebih baik
dan semoga akan benar-benar sembuh dalam waktu dekat. Aamiin.
***
Dari ke-39 anak tersebut –diluar ahmad– sudah ada beberapa
yang menikah, setahu saya Daryani, Dian S, Heni mbokde dan Novidas beberapa
waktu lalu. Selamat ya buat kalian. Semoga kalian bisa menjadi istri yang baik
bagi suami, bisa menjadi guru dan panutan bagi anak-anak kalian. Satahu saya,
anak yang shalih adalah harta yang paling mahal. Menjadi kebanggaan dan pendo’a
mujarab ketika kita sudah tiada. Maka, selamat belajar dan berjuang kembali
untuk membesarkan buah hati, dan selamat membina rumah tangga bahagia
masing-masing. Do’a saya untuk kalian. Aamiin.
Yang katanya mau menyusul menikah, hehe. Yana, Desi sintil,
Habib mungkin haha. Ya semoga dilancarkan semuanya. Yang sudah kerja, ya
selamat kerja. Saya pernah baca buku da nada sebuah pesan dari Buya –sebutan kyai
di Sumatra utara– HAMKA, ketua MUI pertama, beliau mengatakan,
“kalau hidup sekedar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau kerja sekedar kerja, kera dihutan juga kerja.”
Artinya, hiduplah sebagai manusia sebagaimana yang telah
dituntunkan dalam kitab suci Al Qur’an. Kalau bekerja juga dengan
sungguh-sungguh, jangan setengah-setengah. Niatkan hidup untuk memperoleh
kebaikan serta menjadi pribadi yang baik dan bermanfaat bagi orang lain. Saat
bekerja-pun oleh karena ingin memperoleh keberkahan untuk keluarga dan
dilakukan dengan cara yang baik dan benar –halal– pula.
Satu lagi lupa, bagi yang sudah wisuda, semoga cepat
memperoleh pekerjaan yang diinginkan. Ehem, yang masih menyusun skripsi, semoga
diperlancar. Aamiin 100kali. Yang sedang bimbang semoga lekas diberi petunjuk. Buat
semua anak IPA II, apapun yang kalian inginkan, semoga tercapai apa yang kalian
inginkan, suatu saat. Asal kita berbuat baik, menjadi orang baik, nanti kita
pasti mendapat kebaikan pula. Karena sesungguhnya tak ada kebaikan melainkan
akan dibalas dengan kebaikan pula. Surah Ar Rahman (55) ayat 60.
***
Nakal. Masa SMA penuh dengan dosa dan baru saya sadari
sekarang. Kok dosa?. Sebentar, pertama-tama, kalian harus memahami kedudukan
seorang guru, dinegara manapun di dunia ini guru pasti memiliki kedudukan yang
sangat dimuliakan, pun dalam kaidah agama. Sewaktu SMA dan berimbas sampai
sekarang, kami suka memanggil guru dengan nama samaran, hingga sampai saat ini
kadang saya lupa siapa nama asli beliau. Contoh, Bu Prenjak, guru bahasa Indonesia yang
saya lupa nama aslinya. Pak Batosai, guru matematika, saya juga lupa nama
aslinya. Haduuuh. Itulah kami, nakal.
Pernah suatu saat, ibu kimia saya lupa namanya –saya lemah
saat mengingat nama orang–, saat kelas tambahan karena mendekati UN, semua
cowok meninggalkan kelas, mbolos, kecuali saya dan dodi mungkin, atau siapa
saya lupa, tapi yang pasti saya nggak ikut mbolos. Alhasil, saat menerangkan
pun beliau agak sedikit lemas karena merasa diremehkan oleh murid-muridnya.
Besoknya, mereka dipanggil ke ruang guru. Dan kita semua tahu, kepala gengnya
ya si Wawan, nama kerennya Wawung, keren kan!?
***
Walau nakal. Bagi saya usia SMA adalah usia labil, terutama
cowok, mereka dituntut mencari kehebohan sebagai perwujudan eksistensinya
dilingkunagan sekitar. Mungkin bukan nakal ya bahasanya, tapi usil. #pembelaan.
Rasanya masih banyak memori yang terlalu panjang untuk saya jadikan sebuah
tulisan. Tetapi sayang kalau tak sekalian menulis beberapa hal unik dari masa
SMA. Ini beberapa diantaranya.
*Di pasang-pasangkan seolah-olah pacaran
Ada Gendut-Isna, Satya-Boniyem, Saya-Vina, Wawung-Jumi, Rege-Desi
Sintil, Ike-Memed, siapa lagi ya… ya itulah. Saya lupa. Ada satu kasus unik.
Namanya Vino, dia tidak dipasang-pasngkan, tetapi memiliki pasangan sendiri,
namanya Aini. Orang mana dan kayak apa orangnya pun kami tak tahu. Namanya masa
SMA, penuh akan nilai-nilai Absurb haha.
*Terjatuh dari motor
Saat mau menjenguk Fitria yang saat itu baru saja
kecelakaan. Kami bersama-sama naik motor dengan berboncengan. Ada satu motor
ditumpangi oleh Rizki dan Heni Yuliana. Di suatu jalan, entah bagaimana
ceritanya, Heni terjatuh dari motor tanpa diketahui oleh Rizki yang memegang
stir. Rizki baru sadar kalau dia kondisi sendirian saat ditanya sama salah satu
diantara kami, “ki, Heni mana?”. Saat menengok spion, ternyata Heni nggak ada. Laah.
Bagaimana dia bisa jatuh, trus, dimana jatuhnya? Untung Heni nggak papa.
Syukurlah.
*Kakak Beradik, Memed Rege.
Dari kelas satu sampai kelas tiga, mereka selalu satu
bangku. Main PES bareng, kemana-mana sering bareng. Bahkan sampai sekarang.
Memed badannya lebih kecil dibanding Rege, walaupun secara usia Rege lebih
muda. Namun, disini Rege sebagai seorang kakak dan Memed sebagai adik. Dan ada
sebuah anekdot, saat mereka berdua menyelisihkan tentang suatu hal, Memed selalu
kalah dan hingga ada sebuah persepsi, “mesti Memed diapusi Rege (pasti Memed
dikadalin sama Rege)” itulah mereka.
Semarang, 1 September 2014, saya menulis ini karena kangen
IPA II Smagaboy. Semoga kalian berkenan membaca sedikit cerita saya. Kalaupun
ada yang kurang berkenan, saya mohon maaf. Semoga kalian semua sukses disana.
Do’a tetap saya panjatkan untuk kalian. “Ya Rab kami, berilah kami kebaikan di
dunia dan akhirat, aamiin.”
Sentun.
0 comments:
Post a Comment