Monday, 11 February 2013

Ke-Bhineka-an

Posted By: Unknown - 8:08 am

Share

& Comment

Ada satu hal menarik yang saya dapati saat menonton acara motivasi Mario Teguh Golden Ways minggu malam yang lalu. Yaitu saat pengisi acara, Mario Teguh, menyampaikan salam pembuka acara, assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakattuh, salam sejahtera, hom suasti astu.

Tiga salam yang mewakili Islam, Kristen, Katolik serta Hindu dan Budda. Cerminan keanekaragaman religi yang dimiliki negara sekuler yang konon subur tersebut.

Memang hanya sekedar salam, tetapi itu lah cerminan nilai toleransi antar umat beragama yang terbedakan oleh sekat, sebagai resiko bersatunya berbagai golongan religi dalam tubuh seekor burung garuda.
Tetapi, kadang kala sekat perbedaan tersebut saling menggores dua hal diantaranya. Hingga menimbulkan bekas goresan ataupun bercak warna hitam dikedua belah pihak. Entah dari sisi mana gesekan itu berasal.

Ibarat magnet kutub utara dan selatan yang saling tarik menarik hingga akhirnya bersatu, seperti itu juga masyarakat Indonesia seharusnya, bersatu walau memiliki kutub yang berbeda beda.

Satu hal yang pasti, ketika kedua kutub tersebut bersatu dengan sekat sebagai medianya dan dipererat dalam balutan energi pancasila, pasti akan terjadi pelepasan partikel lembut magnet pada ujung masing – masing kutub. Hingga lama kelamaan ujung masing – masing kutub akan nampak kasar dan tidak rata seperti kondisi semula.

Disinilah energi pancasila memainkan peranannya, bagaimana ia membuat kedua belah kutub tersebut mula – mula bersatu hingga akhirnya bisa saling merekat hingga tak terlihat bekas sambungannya dan seolah menjadi satu kesatuan batang magnet baru.

Dengan nama baru pula ia tercipta, Indonesia, tanpa meninggalkan pula ciri – ciri keberbedaan yang ada didalamnya. Maka sudah semestinya energi toleransi tersebut lebih diperbesar lagi, guna meminimalkan pelepasan partikel kedua kutub yang bersatu tersebut terbang bebas ke udara.

Karena tak selamanya burung garuda mampu mengudara di angkasa bumi nusantara tuk menangkap lepasan partikel magnet tersebut dari udara untuk ditata kembali ke batang bhineka tunggal ika.

“saya generasi yang mencintai energi toleransi, tetapi saya sedang menutup mata terhadap pluralisme”
 
~ada apa dengan pluralisme? Next post maybe

About Unknown

Program Studi Teknik Geodesi Universitas Diponegoro Semarang. Lembaga Pers Mahasiswa Momentum. Rohis Athlas dan INSANI. Sherpa Mapala. Kemendagri BEM KM Undip. Geodet Berbagi. Turun Tangan Semarang. Orang Jawa. Survei Topografi.

0 comments:

Copyright © 2013 Ghostwriter™ is a registered trademark.

Designed by Templateism. Hosted on Blogger Platform.