Foto dari albahrainfpikundip.wordpress.com |
Tembalang terus berbenah,
dalam beberapa tahun terakhir perkembangan Tembalang dan sekitarnya mengalami
kemajuan yang sangat signifikan. Mulai dari pembangunan area perumahan, kos,
sampai pembangunan ruko dan tempat bisnis lainnya, yang didukung oleh perilaku “masyarakat
baru” Tembalang yang cenderung konsumtif. Dengan segala macam fasilitas
penunjang yang sudah tersedia, mulai dari tempat makan, hiburan, pendidikan dan
kesehatan, diperkirakan Tembalang mampu berubah menjadi area perkotaan kecil
laiknya kota Salatiga.
Sebagaimana kawasan
berkembang lainnya, banyak masalah yang menyertai perkembangan Tembalang. Mulai
dari tata ruang, lingkungan, sampai ke permasalahan pokok sosial masyarakat.
Mau tak mau masyarakat Tembalang harus menerima dan mengatasi tantangan tersebut.
Pola tata ruang di
kawasan Tembalang harusnya diatur sedemikian rupa sesuai peraturan yang
terdapat pada rencana tata ruang dan wilayah kota semarang. Idealnya, kawasan
padat penduduk seperti kecamatan Tembalang harus memiliki minimal akses jalan
yang memadai.
Bayangkan, 40 ribu lebih
mahasiswa Undip tiap harinya musti berangkat kuliah melalui jalan utama
sepanjang Banjarsari dan Sirojudin yang hanya memiliki 2 jalur untuk dua arah
yang berlawanan. Tak terbayang bagaimana sesaknya jalan saat jam kuliah tiba. Itu
belum termasuk angkutan umum yang kadang berhenti di tepian jalan dan beberapa
truk maupun kendaraan lebar lainnya dari arah maupun ke arah Sigarbencah yang
turut memacetkan lalu lintas.
“Disini tak membutuhkan
kasih sayang lagi, sudah cukup. tapi Tembalang butuh akses jalan, karena jalan
yang sudah ada tak sesuai dengan volume kendaraan yang berlalu lalang. Jangan
seperti Jakarta, yang kasih sayang masyarakatnya mulai pudar karena direnggut
oleh jalan (baca: macet)” celetuk salah seorang masyarakat Tembalang asal
Boyolali, Jawa Tengah.
Ketersediaan air bersih
Karena pembangunan area
pemukiman mahasiswa –kos– yang sangat tinggi, maka kebutuhan akan air bersih
juga turut meningkat. Sayangnya, hal tersebut tidak diimbangi oleh suplai air bersih
dari PDAM yang cukup. Akhirnya, mahasiswa dan pemilik kos ikut mengeluh,
terlebih disaat musim kemarau tiba. Tak kurang akal, kini mereka mulai melirik sumur
bor atau artetis untuk memenuhi kebutuhan air bersih.
Menurut hasil liputan
investigasi di majalah LPM Momentum tahun lalu menunjukkan kandungan air tanah
Tembalang mengalami penurunan tiap tahunnya. Seperti yang diungkapkan oleh Dr.
Ir. Robert J. Kodoatie M. Eng, dosen program pasca sarjana fakultas teknik
sipil Undip. Menurut Doktor lulusan universitas negeri Colorado tersebut,
memang kecamatan Tembalang merupakan daerah resapan (daerah imbuhan air), akan
tetapi, eksploitasi yang berlebih terhadap air tanah akan merusak stabilitas
kandungannya, baik kuantitas maupun kualitas air tanah.
Panas
“Tembalang panas, gerah,
dan rame”
Keluhan serupa di atas
mungkin pernah di ucapkan oleh semua warga Tembalang saat ini. Suhu rata – rata
di kota Semarang yang panas masih ditambah oleh kenyataan bahwa jumlah
masyarakat dan luas wilayah Tembalang yang tidak ideal. Biasanya sekitar pukul
11 pagi, kalimat diatas cukup merefleksikan seperti apa Tembalang itu.
“Dulu masih banyak daun dan
dahan pohon yang mampu menghalau panas cahaya matahari, “angin suci” masih
berhembus menelusuri rongga paru – paru dan aspal hanya sesekali bercengkerama
dengan roda kendaraan. Tetapi, sekarang cahaya matahari langsung menyengat
kulit tanpa permisi, udara sudah bercampur gas senyawa monoksida dan aspal
berlubang mulai tak bersahabat.”
0 comments:
Post a Comment