Saturday, 21 September 2013

Tembalang kini

Posted By: Unknown - 4:52 pm

Share

& Comment

Foto dari albahrainfpikundip.wordpress.com
Medio tahun 80an, Tembalang masih seperti kecamatan pinggiran lainnya. Sawah dan area perkebunan masih terhampar luas, hijau nampak dimana – mana. Sektor pertanian dan perkebunan masih mendominasi perekonomian masyarakat Tembalang saat itu. Tetapi, apa yang terjadi sekarang mungkin jauh dari apa yang dibayangkan oleh mereka, padi hijau tak lagi nampak di sini. Dulu, padi lah yang “memakan” sebagian besar wilayah Tembalang, namun, di tahun 2013, properti lah yang menggantikan posisi padi tersebut.
Tembalang terus berbenah, dalam beberapa tahun terakhir perkembangan Tembalang dan sekitarnya mengalami kemajuan yang sangat signifikan. Mulai dari pembangunan area perumahan, kos, sampai pembangunan ruko dan tempat bisnis lainnya, yang didukung oleh perilaku “masyarakat baru” Tembalang yang cenderung konsumtif. Dengan segala macam fasilitas penunjang yang sudah tersedia, mulai dari tempat makan, hiburan, pendidikan dan kesehatan, diperkirakan Tembalang mampu berubah menjadi area perkotaan kecil laiknya kota Salatiga.
Sebagaimana kawasan berkembang lainnya, banyak masalah yang menyertai perkembangan Tembalang. Mulai dari tata ruang, lingkungan, sampai ke permasalahan pokok sosial masyarakat. Mau tak mau masyarakat Tembalang harus menerima dan mengatasi tantangan tersebut.
Pola tata ruang di kawasan Tembalang harusnya diatur sedemikian rupa sesuai peraturan yang terdapat pada rencana tata ruang dan wilayah kota semarang. Idealnya, kawasan padat penduduk seperti kecamatan Tembalang harus memiliki minimal akses jalan yang memadai.
Bayangkan, 40 ribu lebih mahasiswa Undip tiap harinya musti berangkat kuliah melalui jalan utama sepanjang Banjarsari dan Sirojudin yang hanya memiliki 2 jalur untuk dua arah yang berlawanan. Tak terbayang bagaimana sesaknya jalan saat jam kuliah tiba. Itu belum termasuk angkutan umum yang kadang berhenti di tepian jalan dan beberapa truk maupun kendaraan lebar lainnya dari arah maupun ke arah Sigarbencah yang turut memacetkan lalu lintas.
“Disini tak membutuhkan kasih sayang lagi, sudah cukup. tapi Tembalang butuh akses jalan, karena jalan yang sudah ada tak sesuai dengan volume kendaraan yang berlalu lalang. Jangan seperti Jakarta, yang kasih sayang masyarakatnya mulai pudar karena direnggut oleh jalan (baca: macet)” celetuk salah seorang masyarakat Tembalang asal Boyolali, Jawa Tengah.
Ketersediaan air bersih
Karena pembangunan area pemukiman mahasiswa –kos– yang sangat tinggi, maka kebutuhan akan air bersih juga turut meningkat. Sayangnya, hal tersebut tidak diimbangi oleh suplai air bersih dari PDAM yang cukup. Akhirnya, mahasiswa dan pemilik kos ikut mengeluh, terlebih disaat musim kemarau tiba. Tak kurang akal, kini mereka mulai melirik sumur bor atau artetis untuk memenuhi kebutuhan air bersih.
Menurut hasil liputan investigasi di majalah LPM Momentum tahun lalu menunjukkan kandungan air tanah Tembalang mengalami penurunan tiap tahunnya. Seperti yang diungkapkan oleh Dr. Ir. Robert J. Kodoatie M. Eng, dosen program pasca sarjana fakultas teknik sipil Undip. Menurut Doktor lulusan universitas negeri Colorado tersebut, memang kecamatan Tembalang merupakan daerah resapan (daerah imbuhan air), akan tetapi, eksploitasi yang berlebih terhadap air tanah akan merusak stabilitas kandungannya, baik kuantitas maupun kualitas air tanah.
Panas
“Tembalang panas, gerah, dan rame”
Keluhan serupa di atas mungkin pernah di ucapkan oleh semua warga Tembalang saat ini. Suhu rata – rata di kota Semarang yang panas masih ditambah oleh kenyataan bahwa jumlah masyarakat dan luas wilayah Tembalang yang tidak ideal. Biasanya sekitar pukul 11 pagi, kalimat diatas cukup merefleksikan seperti apa Tembalang itu.
“Dulu masih banyak daun dan dahan pohon yang mampu menghalau panas cahaya matahari, “angin suci” masih berhembus menelusuri rongga paru – paru dan aspal hanya sesekali bercengkerama dengan roda kendaraan. Tetapi, sekarang cahaya matahari langsung menyengat kulit tanpa permisi, udara sudah bercampur gas senyawa monoksida dan aspal berlubang mulai tak bersahabat.”





About Unknown

Program Studi Teknik Geodesi Universitas Diponegoro Semarang. Lembaga Pers Mahasiswa Momentum. Rohis Athlas dan INSANI. Sherpa Mapala. Kemendagri BEM KM Undip. Geodet Berbagi. Turun Tangan Semarang. Orang Jawa. Survei Topografi.

0 comments:

Copyright © 2013 Ghostwriter™ is a registered trademark.

Designed by Templateism. Hosted on Blogger Platform.