“Abu Bakar,
sahabat dekat Rasulallah yang paling setia sekaligus paling banyak mengikuti
ajarannya. Laki-laki yang begitu rendah hati ini, begitu mudah terharu, begitu
halus perasaannya, begitu gemar bergaul dengan orang-orang papa—dalam dirinya
terpendam suatu kekuatan yang amat dahsyat”
Begitu
kalimat yang saya baca di cover depan buku kisah hidup Abu Bakar Al-Shiddiq
terbitan penerbit Zaman, karya Dr. Musthafa Murad. Kalimat diatas merupakan
salah satu kesan dari seorang penulis "Sejarah
Hidup Muhammad", Muhammad Husain Haikal. Buku setebal 312 halaman menyajikan
kisah sosok khalifah pertama, mulai dari awal keimanan hingga ia wafat.
Rahimahullah
Abu Bakar Al-Shiddiq merupakan satu satunya sahabat Rasulallah yang disebut
oleh Allah dalam Al Qur’an dengan kata
sahabat. Abu Bakar adalah orang kedua bersama Rasulallah didalam gua.
Sebagaimana firman Allah dalam surah At-Taubah ayat 40 berikut,
“jika kamu
tidak menolongnya (Muhammad), sesungguhnya Allah telah menolongnya, (yaitu)
ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari Makkah); sedang dia salah seorang
dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, ketika itu dia berkata kepada
sahabatnya,”Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.”…..”
Peristiwa
tersebut terjadi ketika Rasulallah diperintah oleh Allah berhijrah ke Madinah
untuk menjumpai kaum Anshor yang bersuka hati menerima risalah nubuwat. Hijrah
kali ini hanya dilakukan oleh Rasul dan Abu Bakar. Ketika mereka dikejar oleh
kaum kafir Quraish, Abu bakar dan Rasul bersembunyi didalam gua dan disanalah
pertolongan Allah datang.
Dengan kuasa
Allah, pintu gua sempit tersebut telah ditempati oleh sarang laba-laba walau
hanya beberapa saat lalu dilalui oleh Rasul dan Abu Bakar. Keringat dingin
membasahi dahi Abu Bakar, ketika melihat kaki orang-orang Quraish dari dalam
gua, dalam hati ia berkata, “andai mereka –kaum Quraish– melihat dari arah
kakinya, tentu mereka akan melihat kami”. Tetapi Allah memalingkan kaum Quraish
dengan membisikkan “tak mungkin ada orang jika dimulut gua ditumbuhi sarang
laba-laba”
Gelar
Al-Shiddiq (Jujur dan Membenarkan) sangat pantas ia sandang. Sehari setelah
Rasulallah Isra’ Mi’raj, beliau mengumumkannya kepada segenap kaum muslimin dan
penduduk Quraish di sekitar ka’bah. Rasul berkata, “semalam aku hijrah ke
masjid Al Aqsa dan mi’raj menjumpai Allah”. Ketika orang kafir mencemooh
beliau, dan sebagian orang muslim masih mempertanyakan kebenarannya, Abu Bakar
menjadi yang pertama membenarkan kabar Rasul tersebut.
Ketika orang
muslim –yang lemah iman– bertanya kepada Abu Bakar, “Dan kau percaya bahwa ia
(Rasulallah) pergi ke Syam (palestina) dalam waktu satu malam kemudian balik
kembali ke Makkah pagi harinya?” Abu Bakar tegas menjawab, “Benar. Aku percaya,
bahkan jika ia mengatakan yang lebih jauh sekalipun. Aku percaya bahwa ia
mendapatkan kabar dari langit di pagi maupun sore hari.”
Kedudukan
mulia tersebut menegaskan kepantasan seorang Abu Bakar ketika diamanahi
kepemimpinan kaum muslimin sepeninggalan Rasulallah. Tak ada seorang pun (sahabat)
yang lebih memahami kandungan Al Qur’an melebihi Abu Bakar. Kekerabatan Abu
Bakar dan Rasulallah –mertua, setelah Rasul menikahi Aisyah, putri Abu Bakar–
menegaskan kedudukan mulianya dikalangan keluarga Rasul.
Meneruskan
kepemimpinan kaum muslimin dirasa berat oleh Abu Bakar. Bagaimana tidak. Beberapa
hari usai pembaiatan, gerakan murtad secara bergelombang muncul dimana-mana. Hingga
memunculkan beberapa nabi palsu seperti Musailammah Al Khazab, Thulaihah,
Sajah, dan lainnya. Beberapa kabilah juga menolak membayar zakat, dengan dalih
zakat hanya berlaku ketika Rasulallah masih hidup.
Khalifah
segera berunding dengan sahabat untuk menentukan sikap, diantara mereka ada
Umar Bin Khattab, Utsman bin Affan, dan sahabat lainnya. Dengan tegas Khalifah
akan menumpas segala bentuk pemberontakan, terutama nabi palsu dan pengingkaran
zakat. Sesuai dengan firman Allah, Rasulallah adalah penutup risalah kenabian,
serta zakat yang tak bisa dipisahkan dari sholat sebagai rukun islam. Tanpa zakat,
berarti bukan islam. Abu Bakar tegas dalam hal aqidah -pokok agama-.
Beberapa
panglima perang kaum muslimin beserta pasukannya diperintah oleh khalifah untuk
menumpas segala bentuk pemberontakan. Hingga muncul nama-nama seperti Khalid
bin Walid –syaifullah (pedang Allah) –, Sa’ad bin Abi Waqqas, Amr bin Ash, Usamah
bin Zaid, Ikrimah bin Abu Jahl, Syurahbil bin Hasanah, dan lainnya.
Berkat
kegigihan mereka stabilitas politik jazirah arab mampu dikendalikan. Terlebih pencapaian
gemilang Khalid bin Walid yang berhasil menundukkan sebagian wilayah Persia (Iran)
dan Syam (Syria). Hingga membuat raja Persia, Kisra dan raja Byzantium (Romawi
Timur), Heraklius getar getir. Kaum muslimin mulai mendapat banyak perhatian
dari kedua negara Adidaya saat itu (ibarat Amerika dan Rusia).
***
Salah satu
momen paling penting ialah saat perang Yamamah. Saat itu banyak dari kalangan
sahabat Hafidz Qur’an gugur sebagai syuhada menghadap Rab semesta alam.
Kegelisahan merundung kaum muslimin. Takut jika makin banyak sahabat penghafal
Al Qura’an menyusul gugur di medan perang. Atas usulan Umar bin Khattab,
Khalifah memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan ayat-ayat Al Qur’an
yang tertulis dalam tulang, batu dan lainnya, serta dilengkapi dengan hafalan
beberapa sahabat, akhirnya mushaf pertama mampu diselesaikan oleh Zaid.
Selain
mushaf, beliau juga mengenalkan sistim Baitul Mal, atau kas negara. Untuk
kemudian dibagi secara adil kepada seluruh penduduk kaum muslimin. Harta
shadaqah, zakat, maupun rampasan perang –ghanimah– semuanya masuk ke Baitul
Mal. Karena jumlah penduduk muslimin yang belum banyak, dan akhlak mulia
sahabat nabi yang tidak cinta kepada harta dunia, sehingga belum ada pencatatan
mengenai Baitul Mal. Pencatatan dilakukan dimasa kekhalifahan Umar bin Khattab.
***
Wanita yang
paling dekat dengan Rasul adalah Aisyah, sedang dari golongan laki-laki adalah
Abu Bakar. Sang sahabat akhirnya wafat pada tanggal 8 Jumadhil Akhir tahun 13
Hijriah, dua tahun setelah Rasul. Abu Bakar wafat di Madinah, di ibukota kaum
muslimin dan dimakamkan berdampingan dengan makam Rasulallah.
Penguasa
yang hanya memiliki harta seorang budak, seekor unta tua, dan selembar tikar,
akhirnya menjumpai sahabat tercinta.
“Inilah umat Muhammad, kelompok
manusia yang paling awal memasuki surga.
Dan inilah Abu Bakar, manusia pertama
diantara mereka yang memasuki surga”
Saat mendengar
kabar kematian sang khalifah, Ali bin Abu Thalib berlari cepat dan menghampiri
kerumunan sahabat dirumah Abu Bakar. Ia berkata,
“…engkau
adalah orang yang ringkih tubuhnya, tetapi kokoh menegakkan perintah Allah.
Jiwamu merunduk tawwaduk, tetapi derajatmu agung dan mulia disisi Allah,
terhormat ditengah-tengah manusia, dan mulia dalam jiwa mereka. Engkau tak
pernah meremehkan siapapun dan tak pernah mengatakan keburukan tentang siapa
pun. Di sisimu, orang yang lemah dan terhina adalah orang yang kuat hingga engkau
memenuhi hak-haknya. Sama saja di sisimu, baik orang yang dekat maupun yang
jauh. Orang paling dekat kepadamu adalah yang paling taat kepada Allah dan
paling bertaqwa…” hingga selesai.
Kemudian seluruh
sahabat berkata, “engkau benar, wahai menantu Rasullah.
0 comments:
Post a Comment