Sunday, 9 March 2014

Hafalan Shalat Delisa

Posted By: Unknown - 9:18 pm

Share

& Comment

Bagi kalian yang sangat rindu akan sentuhan Ilahi, tak salah jika membaca buku Hafalan Shalat Delisa. Bahasa sastrawi nan indah dipadu padan untaian nilai religi penuh makna. Nama Tere Liye tak setenar ustadz Yusuf Mansur, namun kedalaman makna tiap fase cerita mengandaikan pembaca bahwa penulis sama halnya juru dakwah. Sastrawi nan menyentuh.

Cerita terpusat pada sang tokoh utama, seorang anak kecil umur 6 tahun dan hafalan shalatnya. Namanya Alisa Delisa, anak bungsu 4 bersaudara keluarga Abi Usman dan Ummi Salamah. Latar cerita berada disebuah kota pesisir utara laut Sumatra bernama Lhok Nga. Kota dengan sejuta keindahan, semilir angin berhembus disore hari, sebuah lapangan sepakbola dibibir pantai pasir putih, tempat delisa bermain sepakbola dengan teman laki-lakinya.

Delisa memiliki kakak yang menyukai sastra, namanya Alisa Fatimah. Setelah Cut Fatimah, lahir dua kakak kembar Delisa, yaitu Alisa Zahra dan Alisa Aisyah. Walau kembar namun sangat berbeda peringai, Cut Zahra orangnya pendiam namun kaya ide, sedang Cut Aisyah orangnya usil, tak ada hari tanpa menjahili Delisa. Sampai sampai Delisa mengadu ke Ummi ketika kak Aisyah tak mau berhenti menggoda adiknya.

Sebuah kalung emas dengan huruf D untuk Delisa. Menjadi hadiah dari Ummi jika Delisa mampu menyelesaikan hafalan shalat dan tidak kebalik-balik seperti beberapa waktu lalu. Delisa dengan penuh semangat menghafal hingga tiba saatnya ia diuji oleh ibu guru Nur, apakah Delisa mampu menghafal bacaan atau tidak. Pada bagian ini lah yang membuat saya mencucurkan air mata, Tere Liye menceritakan kisah nyata Delisa ini dengan sangat detail dan penuh penghayatan nurani.

Bagaimana tiap gerakan dan bacaan shalat Delisa bertepatan dengan gempa, air laut surut sampai gelombang air bah setinggi 10 meter dari laut Lhok Nga memporak-poranda semua yang ada didepannya. Hingga Delisa kehilangan semuanya, Ummi, Cut Fatimah, Cut Zahra, Cut Aisyah, Tiur –teman akrab Delisa–, Ummi Tiur, dan sebagian besar penduduk Lhok Nga lainnya. Delisa juga harus berjuang dengan maut dan harus rela kehilangan kaki kiri. Delisa saat itu dirawat di rumah sakit kapal Induk U.S. John F. Kennedy, setelah seminggu lamanya tergeletak bersama rongsokan dan mayat Tiur yang mulai membusuk. Menyengat dan menyayat hati Delisa, namun Delisa tak mampu bergerak.

Hingga akhirnya penduduk Lhok Nga mulai berbenah, bantuan dari segala penjuru dunia berdatangan. Delisa bisa bertemu Abi yang saat kejadian sedang bekerja di kapal tanker. Namun Abi membawa kabar duka kesekian kalinya, mayat ketiga kakaknya telah ditemukan, namun tidak dengan Ummi. Ummi tidak diketahui dimana.  

Usai kejadian itu, Delisa mendadak lupa ingatan bacaan shalatnya. Hingga ia berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mengingatnya kembali, namun susah. Hingga cahaya kasih sayang pemilik bumi, langit dan yang ada diantara keduanya menyentuh hati suci Delisa. Ia bermimpi sedang bermain di dalam suatu taman indah, ia mengejar kupu-kupu berwarna cantik dan bercahaya.

Delisa melewati jembatan, dan ketika melihat kebawah, masha Allah, sungai itu bewarna seperti susu. Disana Delisa bertemu Ummi, Cut Fatimah, Cut Zahra, Cut Aisyah, Tiur, Ummi Tiur, kakak-kakak Tiur, Ibu guru Nur, dan lainnya. Delisa sangat senang. Disana ramai sekali. Sedang Delisa kesepian, hanya bersama Abi. Kemudian Delisa meminta sesuatu kepada Ummi, ia minta tinggal bersama mereka, namun Ummi dengan tegas menolak dan berkata,

“Delisa harus menyelesaikannya.”

“menyelesaikan apa Ummi?” tanya Delisa bingung.

“kamu harus menyelesaikan hafalan bacaan shalat dulu sayang. Baru Delisa boleh menemui Ummi jika saatnya sudah tiba.”

Tak lama kemudian Delisa terbangun dan menggiatkan kembali hafalan bacaan shalatnya. Hingga ia berhasil menghafalnya dengan baik dan benar, tidak terbolak balik. Saat sholat ashar itu tiba. Delisa yang dulu hampir sempurna shalat namun Allah tak mengijinkan, kini tak ada lagi gelombang air bah seperti hari Ahad, 26 Desember 2004, kini Lhok Nga sudah tenang, dan Delisa dapat shalat sujud dengan sempurna kepada Allah untuk pertama kalinya.

Delisa hafal semuanya, mulai dari takbiratul ihram sampai mengucapkan salam. Dan malaikat yang turun dan hendak menuju langit gema menjawab salam tulus Delisa. Bukit Lhok Nga bergetar pelan dan dedaunan ikut mendayung menjawab salam Delisa. Ya Allah. Akhirnya Delisa bisa hafal shalat dengan sempurna.

Sore itu cahaya senja sudah nampak di cakrawala langit Lhok Nga. Delisa menuju ke sebuah sungai kecil untuk cuci tangan, ia dan teman-teman nya usai bermain pasir. Hingga seekor burung belibis memercikkan air ke wajah cantik Delisa. Delisa kemudian melihat burung tersebut terbang dan hinggap di semak belukar. Semak itu ditumbuhi bunga berwarna merah. Indah sekali. Hingga Delisa melihat sebuah cahaya kuning menyilau matanya.

Delisa mendekat dan mendadak hati Delisa gentar sekali. Bukankah itu kalung dengan huruf D. D untuk Delisa. Namun bukan itu yang membuat delisa tak berdaya. Kalung itu bukan tersangkut di dahan ataupun dedaunan, namun tersangkut pada sebuah tangan. Tangan yang sudah menjadi kerangka, putih sekali warnanya. Utuh, Bersandarkan semak belukar tersebut.

“U-m-m-i”

Delisa akhirnya menemukan Ummi, beberapa bulan setelah Tsunami menerjang serambi mekah, Aceh.
Banyak kisah dan pelajaran yang dikisahkan oleh penulis. Asik dibaca orang dewasa walau alur cerita dan bahasa yang digunakan lebih kekanak-kanakan. Sangat cocok dibaca oleh kalian yang bakal menjadi seorang Ummi, maupun saat ini, saat kalian masih memiliki Ummi. Betapa kita harus berbakti pada beliau. Potret keluarga islami sangat nampak dalam kandungan cerita Hafalan Shalat Delisa. Bagaimana seorang Ummi membesarkan keempat malaikat cantiknya.

Berikut salah satu penggalan cerita yang akan selalu berkesan dalam hati saya

***
Halaman 52-53

Delisa duduk bertelekan lutut di belakang Ummi.
Kemudian pelan memeluk leher Ummi yang duduk berdzikir di depannya.

“ada apa sayang?” Ummi menghentikan Dzikirnya.

Menoleh menatap muka Delisa yang ada di bahu kanannya, tersenyum.
Bibir Delisa menyimpul manyun. Matanya sedang menatap beningnya bola mata Ummi. Berbisik.

“U-m-m-I…”

“Ya, ada apa sayang?”

“Delisa,… D-e-l-i-s-a cinta Ummi…. Delisa c-i-n-t-a Ummi karena Allah” Ia pelan sekali mengatakan itu.

Kalah oleh desau angina pagi Lhok Nga yang menyelisik kisi-kisi kamar tengah. 
Tetapi suara itu bertenaga. Amat menggentarkan. Terdengar jelas di telinga kanan Ummi. Kalimat yang bisa meruntuhkan tembok hati.

Ummi salamah terpana. Ya Allah, kalimat itu sungguh indah. Ya Allah …. Kalimat itu membuat hatinya meleleh seketika. ‘Delisa cinta Ummi karena Allah’. ….. Tasbih Ummi terlepas. Matanya berkaca-kaca. Ya Allah, apa yang barusan dikatakan bungsunya? Ya Allah darimana Delisa dapat ide untuk mengatakan kalimat seindah itu. Tangan Ummi sudah gemetar menjulur merengkuh tubuh Delisa.

“U-m-m-i juga cinta sekali Delisa… -U-m-m-i c-i-n-t-a Delisa karena Allah!” Ummi Salamah terisak memeluk bungsunya.

Delisa asli, cantik beneran, hehe

About Unknown

Program Studi Teknik Geodesi Universitas Diponegoro Semarang. Lembaga Pers Mahasiswa Momentum. Rohis Athlas dan INSANI. Sherpa Mapala. Kemendagri BEM KM Undip. Geodet Berbagi. Turun Tangan Semarang. Orang Jawa. Survei Topografi.

0 comments:

Copyright © 2013 Ghostwriter™ is a registered trademark.

Designed by Templateism. Hosted on Blogger Platform.