Bagi kalian yang sangat rindu akan sentuhan Ilahi, tak salah
jika membaca buku Hafalan Shalat Delisa. Bahasa sastrawi nan indah dipadu padan
untaian nilai religi penuh makna. Nama Tere Liye tak setenar ustadz Yusuf
Mansur, namun kedalaman makna tiap fase cerita mengandaikan pembaca bahwa
penulis sama halnya juru dakwah. Sastrawi nan menyentuh.
Cerita terpusat pada sang tokoh utama, seorang anak kecil
umur 6 tahun dan hafalan shalatnya. Namanya Alisa Delisa, anak bungsu 4
bersaudara keluarga Abi Usman dan Ummi Salamah. Latar cerita berada disebuah
kota pesisir utara laut Sumatra bernama Lhok Nga. Kota dengan sejuta keindahan,
semilir angin berhembus disore hari, sebuah lapangan sepakbola dibibir pantai pasir
putih, tempat delisa bermain sepakbola dengan teman laki-lakinya.
Delisa memiliki kakak yang menyukai sastra, namanya Alisa
Fatimah. Setelah Cut Fatimah, lahir dua kakak kembar Delisa, yaitu Alisa Zahra
dan Alisa Aisyah. Walau kembar namun sangat berbeda peringai, Cut Zahra
orangnya pendiam namun kaya ide, sedang Cut Aisyah orangnya usil, tak ada hari
tanpa menjahili Delisa. Sampai sampai Delisa mengadu ke Ummi ketika kak Aisyah
tak mau berhenti menggoda adiknya.
Sebuah kalung emas dengan huruf D untuk Delisa. Menjadi hadiah
dari Ummi jika Delisa mampu menyelesaikan hafalan shalat dan tidak kebalik-balik
seperti beberapa waktu lalu. Delisa dengan penuh semangat menghafal hingga tiba
saatnya ia diuji oleh ibu guru Nur, apakah Delisa mampu menghafal bacaan atau
tidak. Pada bagian ini lah yang membuat saya mencucurkan air mata, Tere Liye
menceritakan kisah nyata Delisa ini dengan sangat detail dan penuh penghayatan
nurani.
Bagaimana tiap gerakan dan bacaan shalat Delisa bertepatan
dengan gempa, air laut surut sampai gelombang air bah setinggi 10 meter dari
laut Lhok Nga memporak-poranda semua yang ada didepannya. Hingga Delisa
kehilangan semuanya, Ummi, Cut Fatimah, Cut Zahra, Cut Aisyah, Tiur –teman akrab
Delisa–, Ummi Tiur, dan sebagian besar penduduk Lhok Nga lainnya. Delisa juga
harus berjuang dengan maut dan harus rela kehilangan kaki kiri. Delisa saat itu
dirawat di rumah sakit kapal Induk U.S. John F. Kennedy, setelah seminggu lamanya
tergeletak bersama rongsokan dan mayat Tiur yang mulai membusuk. Menyengat dan
menyayat hati Delisa, namun Delisa tak mampu bergerak.
Hingga akhirnya penduduk Lhok Nga mulai berbenah, bantuan
dari segala penjuru dunia berdatangan. Delisa bisa bertemu Abi yang saat
kejadian sedang bekerja di kapal tanker. Namun Abi membawa kabar duka kesekian
kalinya, mayat ketiga kakaknya telah ditemukan, namun tidak dengan Ummi. Ummi
tidak diketahui dimana.
Usai kejadian itu, Delisa mendadak lupa ingatan bacaan
shalatnya. Hingga ia berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mengingatnya
kembali, namun susah. Hingga cahaya kasih sayang pemilik bumi, langit dan yang
ada diantara keduanya menyentuh hati suci Delisa. Ia bermimpi sedang bermain di
dalam suatu taman indah, ia mengejar kupu-kupu berwarna cantik dan bercahaya.
Delisa melewati jembatan, dan ketika melihat kebawah, masha
Allah, sungai itu bewarna seperti susu. Disana Delisa bertemu Ummi, Cut
Fatimah, Cut Zahra, Cut Aisyah, Tiur, Ummi Tiur, kakak-kakak Tiur, Ibu guru
Nur, dan lainnya. Delisa sangat senang. Disana ramai sekali. Sedang Delisa
kesepian, hanya bersama Abi. Kemudian Delisa meminta sesuatu kepada Ummi, ia
minta tinggal bersama mereka, namun Ummi dengan tegas menolak dan berkata,
“Delisa harus menyelesaikannya.”
“menyelesaikan apa Ummi?” tanya Delisa bingung.
“kamu harus menyelesaikan hafalan bacaan shalat dulu sayang.
Baru Delisa boleh menemui Ummi jika saatnya sudah tiba.”
Tak lama kemudian Delisa terbangun dan menggiatkan kembali
hafalan bacaan shalatnya. Hingga ia berhasil menghafalnya dengan baik dan
benar, tidak terbolak balik. Saat sholat ashar itu tiba. Delisa yang dulu
hampir sempurna shalat namun Allah tak mengijinkan, kini tak ada lagi gelombang
air bah seperti hari Ahad, 26 Desember 2004, kini Lhok Nga sudah tenang, dan
Delisa dapat shalat sujud dengan sempurna kepada Allah untuk pertama kalinya.
Delisa hafal semuanya, mulai dari takbiratul ihram sampai
mengucapkan salam. Dan malaikat yang turun dan hendak menuju langit gema
menjawab salam tulus Delisa. Bukit Lhok Nga bergetar pelan dan dedaunan ikut
mendayung menjawab salam Delisa. Ya Allah. Akhirnya Delisa bisa hafal shalat
dengan sempurna.
Sore itu cahaya senja sudah nampak di cakrawala langit Lhok
Nga. Delisa menuju ke sebuah sungai kecil untuk cuci tangan, ia dan teman-teman
nya usai bermain pasir. Hingga seekor burung belibis memercikkan air ke wajah
cantik Delisa. Delisa kemudian melihat burung tersebut terbang dan hinggap di
semak belukar. Semak itu ditumbuhi bunga berwarna merah. Indah sekali. Hingga
Delisa melihat sebuah cahaya kuning menyilau matanya.
Delisa mendekat dan mendadak hati Delisa gentar sekali.
Bukankah itu kalung dengan huruf D. D untuk Delisa. Namun bukan itu yang
membuat delisa tak berdaya. Kalung itu bukan tersangkut di dahan ataupun
dedaunan, namun tersangkut pada sebuah tangan. Tangan yang sudah menjadi
kerangka, putih sekali warnanya. Utuh, Bersandarkan semak belukar tersebut.
“U-m-m-i”
Delisa akhirnya menemukan Ummi, beberapa bulan setelah
Tsunami menerjang serambi mekah, Aceh.
Banyak kisah dan pelajaran yang dikisahkan oleh penulis. Asik
dibaca orang dewasa walau alur cerita dan bahasa yang digunakan lebih
kekanak-kanakan. Sangat cocok dibaca oleh kalian yang bakal menjadi seorang
Ummi, maupun saat ini, saat kalian masih memiliki Ummi. Betapa kita harus
berbakti pada beliau. Potret keluarga islami sangat nampak dalam kandungan
cerita Hafalan Shalat Delisa. Bagaimana seorang Ummi membesarkan keempat
malaikat cantiknya.
Berikut salah satu penggalan cerita yang akan selalu
berkesan dalam hati saya
***
Halaman 52-53
Delisa duduk bertelekan lutut di belakang Ummi.
Kemudian pelan memeluk leher Ummi yang duduk berdzikir di
depannya.
“ada apa sayang?” Ummi menghentikan Dzikirnya.
Menoleh menatap muka Delisa yang ada di bahu kanannya,
tersenyum.
Bibir Delisa menyimpul manyun. Matanya sedang menatap beningnya
bola mata Ummi. Berbisik.
“U-m-m-I…”
“Ya, ada apa sayang?”
“Delisa,… D-e-l-i-s-a cinta Ummi…. Delisa c-i-n-t-a Ummi
karena Allah” Ia pelan sekali mengatakan itu.
Kalah oleh desau angina pagi Lhok Nga yang menyelisik
kisi-kisi kamar tengah.
Tetapi suara itu bertenaga. Amat menggentarkan.
Terdengar jelas di telinga kanan Ummi. Kalimat yang bisa meruntuhkan tembok
hati.
Ummi salamah terpana. Ya Allah, kalimat itu sungguh indah.
Ya Allah …. Kalimat itu membuat hatinya meleleh seketika. ‘Delisa cinta Ummi
karena Allah’. ….. Tasbih Ummi terlepas. Matanya berkaca-kaca. Ya Allah, apa
yang barusan dikatakan bungsunya? Ya Allah darimana Delisa dapat ide untuk
mengatakan kalimat seindah itu. Tangan Ummi sudah gemetar menjulur merengkuh
tubuh Delisa.
“U-m-m-i juga cinta sekali Delisa… -U-m-m-i c-i-n-t-a Delisa
karena Allah!” Ummi Salamah terisak memeluk bungsunya.
Delisa asli, cantik beneran, hehe |
0 comments:
Post a Comment