Semasa kanak-kanak, saya hanya mengenal Gula sebagai suatu
hal yang manis. Seiring waktu berjalan dan mulai memahami indah dunia, Gula tak
lagi mampu menyatakan bahwa hanya dirinya saja yang manis. Setidaknya itu yang
saya rasakan. Pengalaman mengais ilmu di kota gudeg beberapa waktu lalu mampu
mengubah persepsi saya mengenai persepsi manis itu sendiri.
Hari ketiga training software surveying di PT. Frasta
Education Training Centre berasa berbeda dari hari sebelumnya. Keenam kawanku mungkin
biasa saja menyambut hari itu. Tapi tidak dengan diriku. Aku menyambutnya
dengan penuh harap. Tak sabar rasanya. Menuntut ilmu kepada perempuan yang
menurutku pantas untuk aku idamkan. Setidaknya sampai tulisan ini selesai aku
buat.
Wajahnya oval, bibir paruh burung lembut, terlihat manis
saat tersenyum. Tak sedikitpun bedak yang menempel diwajahnya. Cerah dan begitu
alami. Yang selalu aku ingat, sebuah bros berbentuk bunga matahari ia hiaskan
di depan pundak sebelah kiri. Mengikat kain kerudung lebar berwarna kuning nan indah.
Hari itu ia nampak anggun memakai baju lengan panjang warna
coklat muda bermotif bunga. Tak bergitu longgar, namun tak memperlihatkan lekuk
tubuhnya. Ia pandai menyingkap aurat. Mahkota paling berharga. Rok panjang
perpaduan warna kuning, merah dan sedikit garis coklat menyempurnakan
penampilan. Sepatu sandal warna hijau tua menemani setiap inchi langkah anggun.
Gaya bicaranya lembut, seperti perempuan jawa kebanyakan.
Walau kurang keras, namun begitu mendengung digendang telinga. Merdu seperti
melodi. Jarang ia terlihat serius. Lebih banyak senyum dan tertawa walau kadang
hanya sesimpul. Terbayang jika suatu saat sudah bekerja dan kembali kerumah,
melihat istri tersenyum simpul semanis dirinya, pasti hilang semua beban, walau
menumpuk sebesar Brontosaurus.
Ia lulusan Diploma UGM, Jurusan sama dengan diriku, Geodesi.
Pintar sudah pasti. Pelatihan software Surpac mudah ia paparkan. Kami juga
mudah mengerti. Kurang apa coba? Cantik iya, Pinter iya. Walau kurang mengerti
seperti apa kepribadiannya. Paling tidak, apa yang nampak sudah mampu
memperlihatkannya. Pakaian yang anggun namun tak melanggar aturan agama cukup
mengatakan bahwa ia seorang yang patuh terhadap aturan, terutama aturan agama
yang ia yakini.
Ingin rasanya menulis lebih banyak tentang dirinya. Namun,
hanya sebentar saja diriku bertegur sapa. Itupun sebatas formalitas trainer dan
peserta. Terlebih, setelah tahu dia sudah menikah, baru beberapa bulan yang
lalu, oktober kalau tidak salah dengar.
Saat ia mengatakan, saya sudah menikah beberapa bulan lalu, aku lantas berfikir dalam, “andaikan aku yang
jadi suaminya!” hahaha. Tapi itu nggak boleh aku lakukan, walau hanya sebatas
alam khayal. Itu pasti datang dari setan. Sudah saya buang saat itu juga.
Namanya Widya, lengkapnya aku tak tahu. Ia angkatan 2008, berumur
dua tahun lebih diatasku. Semoga ia bahagia bersama keluarga yang baru ia bina.
Kalau aku bisa bertemu suaminya, aku mau bilang, ”anda orang beruntung.” Semoga
suatu saat aku mengalami nasib yang jauh lebih beruntung dari suami mbak Widya.
Aamiin.
Andai semua guru itu manis dan bersahaja. Andai saja.
0 comments:
Post a Comment