*

*
Powered by Blogger.

Monday, 1 September 2014

Potret Masa SMA

Posted By: Unknown - 9:45 am

Beberapa waktu lalu saya sempat dikejutkan dengan sebuah foto postingan salah satu teman SMA saya di grup Kelas IPA II Smagaboy, akronim dari SMA N 3 Boyolali. Sebuah foto yang biasa saja, namun memiliki makna yang sangat mendalam didalam lubuk hati saya. Saya sempat terenyuh, merinding, sebuah memori lama tiba-tiba diketuk dengan santun. Hati saya bergetar, merangsang memori saya untuk mengingat kembali beberapa tahun kebelakang. Beberapa kenangan yang tentu tak akan pernah lekang dalam ingatan saya.

Dari pojok kiri atas ada mbak Daryani, Desi, Desi lagi, Dian S, Dian DP, Eko Rege, Fitria, Karina, Lutfi, Naila, Neni, Novidas, Memed, Rizki, Isna, Vina ucik, Vino, Satya, Jumi, Gendut, Yuliana, Siti, Agustia, Alm Ahmad –semoga mendapat ketenangan disisi Alloh– dia temen gw yang paling baik dan ganteng, Ridwan pretto, Boniyem, Jangga, Yana, Dodi, Eni Nur, Habib, Heni, Heni mbokde, Ike, Nanik, Otik, Risma, Ulfa, Saya dan terakhir Wawan.

Hhhmmm, saya hanya bisa tersenyum sendiri saat mengingat-ingat apa yang sudah saya alami saat SMA dulu. Saat menulis ini pun saya masih senyum-senyum sendiri. Kisah masa lalu memang hanya sekedar kenangan, namun, ia juga mampu mengingatkan kita betapa waktu sangat berharga dan terlalu bodoh untuk kita sia-sia kan.

Mengingat masa SMA, tentu meninggalnya Ahmad ada dibarisan terdepan. Bukannya saya tidak ikhlas, namun adalah kehilangan teman suatu yang menyedihkan. Namun apa daya, saat ini semua yang terbaik ialah yang telah Ia takdirkan, segala do’a dan hikmah dalam kepulangannya merupakan suatu nilai kehidupan yang hendak Ia tunjukkan kepada kita yang masih tetap bernafas. Namun petunjuk hanya bagi kita yang mau berfikir.

Momentum Ujian Nasional memiliki tempat tersendiri dibenakku. Bagaimana tidak, peringkat pertama kedua dan ketiga diperoleh Risma, Dodi dan saya sendiri. Kelas IPA II “merajai” nilai UN di Smaga saat itu. Tetapi saya tak berbahagia saat itu. Eni Nur menjadi salah satu diantara dua siswa SMA yang tidak lulus diujian yang pertama. Dia harus mengikuti ujian susulan untuk memperoleh ijasah. Waktu itu saya pribadi belum mengerti akan mahalnya nilai kejujuran.

Sewaktu hari UN berlangsung, saya sama seperti yang lainnya, menunggu bocoran jawaban dan kerjasama saat ujian. Namun Eni berbeda. Dia tipe perempuan yang tak mau mengikuti arus, jika ternyata arus tersebut salah, ia akan melawannya dengan segala resiko, asal budi pekerti tetap terjaga. Momen itulah yang menginspirasi saya untuk menulis sebuah artikel tentang mahal dan besarnya balasan dari sebuah kejujuran. Alhamdulillah. Segala cobaan tuntas ia hadapi. Segala kebaikan bermuara kepada kebaikan. Ia lulus dan sekarang telah bekerja. Sedang saya masih sibuk menyusun skripsi.

Memasuki bangku kelas tiga, sebuah tragedi “mengerikan” terjadi. Suatu waktu seusai shalat, atau seusai mengikuti pengajian saya lupa, Fitria, disrempet seseorang yang mengendarai motor dengan sangat kencang. Fitria yang baru saja mencicipi harum bau surga harus memperoleh cobaan yang sangat berat. Karena insiden tersebut, ia harus dilarikan ke rumah sakit dan mendapatkan luka yang cukup serius karena benturan di kepalanya. Beberapa memori harus ia lupakan, ia sedikit amnesia dan mengalami penurunan kerja pada beberapa syarafnya.

Beberapa kali kami satu kelas mendatangi rumah Fitria, sekedar menghibur dirinya dan menunjukkan rasa simpatik serta dukungan kami untuk dirinya. Kami hanya ingin mengatakan, “Fitria, kamu nggak sendirian kok. Kami keluarga kamu juga.”. Beberapa kali kesempatan kami masih berkunjung ke rumahnya, terutama di momen lebaran atau liburan semester. Bukankah mengikat tali persaudaraan adalah sebuah akhlak mulia! Sebagaimana yang diajarkan oleh tuntunan kita. Sekali lagi Alhamdulillah. Sekarang Fitria sudah jauh lebih baik dan semoga akan benar-benar sembuh dalam waktu dekat. Aamiin.

***
Dari ke-39 anak tersebut –diluar ahmad– sudah ada beberapa yang menikah, setahu saya Daryani, Dian S, Heni mbokde dan Novidas beberapa waktu lalu. Selamat ya buat kalian. Semoga kalian bisa menjadi istri yang baik bagi suami, bisa menjadi guru dan panutan bagi anak-anak kalian. Satahu saya, anak yang shalih adalah harta yang paling mahal. Menjadi kebanggaan dan pendo’a mujarab ketika kita sudah tiada. Maka, selamat belajar dan berjuang kembali untuk membesarkan buah hati, dan selamat membina rumah tangga bahagia masing-masing. Do’a saya untuk kalian. Aamiin.

Yang katanya mau menyusul menikah, hehe. Yana, Desi sintil, Habib mungkin haha. Ya semoga dilancarkan semuanya. Yang sudah kerja, ya selamat kerja. Saya pernah baca buku da nada sebuah pesan dari Buya –sebutan kyai di Sumatra utara– HAMKA, ketua MUI pertama, beliau mengatakan,

“kalau hidup sekedar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau kerja sekedar kerja, kera dihutan juga kerja.”

Artinya, hiduplah sebagai manusia sebagaimana yang telah dituntunkan dalam kitab suci Al Qur’an. Kalau bekerja juga dengan sungguh-sungguh, jangan setengah-setengah. Niatkan hidup untuk memperoleh kebaikan serta menjadi pribadi yang baik dan bermanfaat bagi orang lain. Saat bekerja-pun oleh karena ingin memperoleh keberkahan untuk keluarga dan dilakukan dengan cara yang baik dan benar –halal– pula.

Satu lagi lupa, bagi yang sudah wisuda, semoga cepat memperoleh pekerjaan yang diinginkan. Ehem, yang masih menyusun skripsi, semoga diperlancar. Aamiin 100kali. Yang sedang bimbang semoga lekas diberi petunjuk. Buat semua anak IPA II, apapun yang kalian inginkan, semoga tercapai apa yang kalian inginkan, suatu saat. Asal kita berbuat baik, menjadi orang baik, nanti kita pasti mendapat kebaikan pula. Karena sesungguhnya tak ada kebaikan melainkan akan dibalas dengan kebaikan pula. Surah Ar Rahman (55) ayat 60.

***
Nakal. Masa SMA penuh dengan dosa dan baru saya sadari sekarang. Kok dosa?. Sebentar, pertama-tama, kalian harus memahami kedudukan seorang guru, dinegara manapun di dunia ini guru pasti memiliki kedudukan yang sangat dimuliakan, pun dalam kaidah agama. Sewaktu SMA dan berimbas sampai sekarang, kami suka memanggil guru dengan nama samaran, hingga sampai saat ini kadang saya lupa siapa nama asli beliau. Contoh, Bu Prenjak, guru bahasa Indonesia yang saya lupa nama aslinya. Pak Batosai, guru matematika, saya juga lupa nama aslinya. Haduuuh. Itulah kami, nakal.

Pernah suatu saat, ibu kimia saya lupa namanya –saya lemah saat mengingat nama orang–, saat kelas tambahan karena mendekati UN, semua cowok meninggalkan kelas, mbolos, kecuali saya dan dodi mungkin, atau siapa saya lupa, tapi yang pasti saya nggak ikut mbolos. Alhasil, saat menerangkan pun beliau agak sedikit lemas karena merasa diremehkan oleh murid-muridnya. Besoknya, mereka dipanggil ke ruang guru. Dan kita semua tahu, kepala gengnya ya si Wawan, nama kerennya Wawung, keren kan!?

***

Walau nakal. Bagi saya usia SMA adalah usia labil, terutama cowok, mereka dituntut mencari kehebohan sebagai perwujudan eksistensinya dilingkunagan sekitar. Mungkin bukan nakal ya bahasanya, tapi usil. #pembelaan. Rasanya masih banyak memori yang terlalu panjang untuk saya jadikan sebuah tulisan. Tetapi sayang kalau tak sekalian menulis beberapa hal unik dari masa SMA. Ini beberapa diantaranya.

*Di pasang-pasangkan seolah-olah pacaran

Ada Gendut-Isna, Satya-Boniyem, Saya-Vina, Wawung-Jumi, Rege-Desi Sintil, Ike-Memed, siapa lagi ya… ya itulah. Saya lupa. Ada satu kasus unik. Namanya Vino, dia tidak dipasang-pasngkan, tetapi memiliki pasangan sendiri, namanya Aini. Orang mana dan kayak apa orangnya pun kami tak tahu. Namanya masa SMA, penuh akan nilai-nilai Absurb haha.

*Terjatuh dari motor

Saat mau menjenguk Fitria yang saat itu baru saja kecelakaan. Kami bersama-sama naik motor dengan berboncengan. Ada satu motor ditumpangi oleh Rizki dan Heni Yuliana. Di suatu jalan, entah bagaimana ceritanya, Heni terjatuh dari motor tanpa diketahui oleh Rizki yang memegang stir. Rizki baru sadar kalau dia kondisi sendirian saat ditanya sama salah satu diantara kami, “ki, Heni mana?”. Saat menengok spion, ternyata Heni nggak ada. Laah. Bagaimana dia bisa jatuh, trus, dimana jatuhnya? Untung Heni nggak papa. Syukurlah.

*Kakak Beradik, Memed Rege.

Dari kelas satu sampai kelas tiga, mereka selalu satu bangku. Main PES bareng, kemana-mana sering bareng. Bahkan sampai sekarang. Memed badannya lebih kecil dibanding Rege, walaupun secara usia Rege lebih muda. Namun, disini Rege sebagai seorang kakak dan Memed sebagai adik. Dan ada sebuah anekdot, saat mereka berdua menyelisihkan tentang suatu hal, Memed selalu kalah dan hingga ada sebuah persepsi, “mesti Memed diapusi Rege (pasti Memed dikadalin sama Rege)” itulah mereka.

Semarang, 1 September 2014, saya menulis ini karena kangen IPA II Smagaboy. Semoga kalian berkenan membaca sedikit cerita saya. Kalaupun ada yang kurang berkenan, saya mohon maaf. Semoga kalian semua sukses disana. Do’a tetap saya panjatkan untuk kalian. “Ya Rab kami, berilah kami kebaikan di dunia dan akhirat, aamiin.”

Sentun.





Copyright © 2013 Ghostwriter™ is a registered trademark.

Designed by Templateism. Hosted on Blogger Platform.