Korupsi, apa
yang muncul dalam benak kita ketika mendengar kata tersebut? Anggaran, KPK, Hambalang,
ataukah Nazarudin. Kata yang sebenarnya berlainan namun dewasa ini sangat
berkaitan erat.
Korupsi tak
henti – henti nya terjadi di negeri ini. Sampai bosan tiap hari kita disuguhi
berbagai macam pemberitaan tentang korupsi, baik di media massa cetak maupun
elektronik.
Perilaku korupsi
ibarat penyakit kronis yang sangat menghambat hasrat bangsa kita untuk menjadi
bangsa yang maju. Susah memang menyembuhkan, tetapi bukan suatu hal yang
mustahil. Harapan masih tersimpan, tergantung seberapa besar kesadaran diri
kita untuk berubah.
Dalam kontek
subyek perilaku korupsi, hampir tak ada lini yang tidak ikut terlibat. Dari
Menpora yang terseret kasus hambalang, Walikota Semarang, Soemarmo yang
tersangkut korupsi APBD tahun 2012, sampai kementrian agama pun tak luput dari
sorotan KPK.
Mungkin terlalu
jauh juga kita melihat, coba lah lihat lebih dekat lagi. Bukan teman, bukan
juga orang lain, melainkan diri kita sendiri. Mengenai status kita sebagai
mahasiswa. Yang mana di pundak inilah masa depan bangsa dibebankan.
Sudahkah
perilaku kita bebas korupsi? Jika sudah, mungkin kita harus berfikir lagi. Saat
mengerjakan tugas kuliah, apakah kita sudah mengerjakannya sendiri?. Atau
mungkin kita lebih suka copy kerjaan
orang lain dan paste hasil tersebut
kedalam lembar jawab kita. Tak ada yang diganti kecuali nama dan nim kita.
Padahal dari
tugas itulah kita akan lebih memahami materi apa yang telah disampaikan dosen
kita. Jika kita lebih suka copas sama
artinya kita membuang sia – sia ilmu yang hendak diajarkan dosen tersebut
kepada kita.
Belum lagi
mental psikologi kita akan bermasalah. Mungkin belum kita sadari dari mana
sifat malas, pengecut dan kurang percaya diri kita berasal. Salah satu nya dari
hal tersebut (budaya copas).
Saat ujian baik
itu UAS, UTS maupun kuis, apakah kita mengerjakannya dengan kemampuan kita
sendiri?. Mungkin kita lebih suka mencontek atau bertanya kepada teman sebelah.
Padahal sudah dihimbau oleh dosen untuk mengerjakan secara mandiri.
Tanpa kita
sadari, praktek mencontek ataupun kerjasama saat ujian merupakan kejahatan
besar dalam dunia pendidikan. Berawal dari itulah benih – benih korupsi tumbuh
subur didalam benak kita. Seolah – olah kita membenarkan adanya pelanggaran
hukum.
Lalu apa
bedanya kita dengan Nazarudin? Nazarudin melanggar hukum tender proyek dan mendapat
keuntungan material. Sedang kita (mahasiswa yang suka mencontek) melanggar
hukum tata cara ujian dan mendapat keuntungan nilai bagus.
0 comments:
Post a Comment