Saturday, 25 May 2013

Kuliah, Disiplin dan Ratu Kecantikan

Posted By: Unknown - 7:44 pm

Share

& Comment

mahasiswi
Kisah bermula pada hari selasa,  21 mei 2013, dalam suatu kelas di salah satu jurusan di fakultas teknik Undip. Kelas tersebut berada dalam satu komplek yang sering kami sebut GKB. Luas ruangan tak sampai 10 x 7 meter dengan satu buah kipas angin kenangan dari alumni. 

Karena tak cukup dingin, sering jendela disamping barat ruangan dibuka lebar agar angin bisa keluar masuk membawa suhu panas ruangan, dengan resiko sedikit terdengar suara motor dari parkiran yang berada di samping gedung.

Disana terdapat sebuah papan tulis berwarna putih menghadap ke arah utara. Berhadapan dengan 40an bangku besi mahasiswa yang memiliki alas dari kayu dengan lapisan triplek warna putih diatasnya. Hanya bangku milik dosen yang tidak beralas, namun terdapat meja besar persegi panjang warna coklat didepannya. Letaknya diantara bangku mahasiswa dan papantulis, namun tak saling menutupi.

Kala itu merupakan pertemuan pertama seusai uts, laiknya disemua jurusan, terjadi pergantian dosen pengampu pada mata kuliah tersebut tiap tengah semester. Yang disampaikan pun sebatas pengenalan materi dan hal apa saja yang akan kita lakukan selama sisa semester ini.

Pada awalnya kelas berjalan seperti biasa, dosen datang, duduk dan mempersiapkan materi yang hendak disampaikan. Mahasiswa di baris depan mulai terlihat sibuk mempersiapkan buku dan alat tulis, hal yang tidak terlalu nampak di baris tengah maupun belakang. Yang duduk paling belakang, di baris ke empat, lebih suka berbincang atau bermain HP, dibaris itulah saya duduk saat pertemuan tersebut.  

Tak ada hal yang spesial, semua berjalan seperti biasa, saya telat dan duduk di bangku belakang. Hingga pukul 8.15, salah satu teman, Wardana namanya, ia masuk ruangan dengan santai padahal waktu masuk perkuliahan 25 menit yang lalu. Pembawaannya yang kalem, sedikit senyum, dan tenang, sehingga tak membuat kegaduhan di dalam ruangan.

Malang juga bagi dia, bangku yang ada sudah terisi penuh. Baru membuka pintu, teman kelas memberitahu Dana –sapaan akrab– tuk mencari bangku. Bergegas ia  keluar kembali tuk mencari bangku di kelas sebelah. Ketika pintu kelas kembali ia buka dari dalam, dosen yang sudah dari tadi memulai materi mengeluarkan kata peringatan, “mas, di luar saja, kasian yang sudah datang dari tadi” kata dosen berbadan gempal tersebut melihat mahasiswa yang sudah terlalu lama terlambat dan mengganggu suasana kelas yang kondusif.

Wajar memang, toleransi keterlambatan hanya 15 menit. Dan rupanya Dana sudah menyadari betul apa yang diinginkan dosen tersebut, ia tak kembali ke kelas, walaupun susah tetapi paling tidak bisa coba tuk meminta maaf terlebih dahulu. Ia memilih tak mengikuti perkuliahan.

Kelas kembali normal setelah Dana keluar. Beberapa waktu berselang, kejadian serupa kembali terulang, namun kali ini pelakunya ialah Santi, salah satu mahasiswi cantik di jurusan tersebut. Rupanya beda gender beda perlakuan. Dana yang terlambat tidak diperkenankan masuk kelas, sedang Santi yang 5 menit lebih terlambat dari Dana tidak disambut dengan raut muka kesal apalagi kata peringatan. Melainkan ia diajak bercanda dan ngobrol laiknya teman sejawat.

Santi memang mempesona, wajahnya khas kembang desa dengan rambut lurus sedikit ikal diujung dan berwarna hitam dengan panjang sedada. Pakaian sederhana tanpa perhiasan mahal yang berarti tak mampu memudarkan aura pesona alaminya. Mungkin itu yang membuat dosen luluh dan melupakan pelanggaran kedisiplinan yang telah ia perbuat.

ilustrasi
yakali kampus geodesi bagus gitu

Dengan manisnya ia bertanya “kamu kenapa terlambat?” “Bangun kesiangan?”. Dengan Mimik wajah ceria, senang dan suara yang sedikit manja, seolah tak mempermasalahkan sedikit pun keterlambatan Santi tersebut. Kontan dalam hati kecil saya langsung mengalami pergolakan, ada apa ini? Kenapa mereka yang cantik secara fisik seolah – seolah “kebal” hukum kedisiplinan.

Dana datang dan diam, tak menggaduhkan kelas, sedang Santi membuat suasana kelas menjadi ramai. Ditambah pertanyaan dosen yang sedikit memanja makin meramaikan kelas. Apalagi bangku mahasiswa yang dipergunakan sebagai tempat LCD proyektor dipakai sebagai tempat ia duduk. Yang pasti, proses perkuliahan akan terganggu, karena proyektor dipindah – pindah, apalagi dosen tersebut tak biasa mengajar dengan mencatat di papan tulis.

Dosen sebagai tiang pembangunan ilmu dan sumber daya manusia harusnya memberikan contoh yang bagus kepada semua anak didiknya. Tak pandang bulu apapun latar belakang dan jenis kelaminnya. Baik itu laki – laki atau perempuan, entah itu cantik ataupun tidak. Harusnya semua mendapat perlakuan yang sama, jangan sampai "beda gender beda perlakuan".

About Unknown

Program Studi Teknik Geodesi Universitas Diponegoro Semarang. Lembaga Pers Mahasiswa Momentum. Rohis Athlas dan INSANI. Sherpa Mapala. Kemendagri BEM KM Undip. Geodet Berbagi. Turun Tangan Semarang. Orang Jawa. Survei Topografi.

4 comments:

Elyvia said...

Dosennya perempuan apa laki-laki nih?
Eh tulisan ini ada korelasi contoh sama tulisan yang aku posting,
coba cek deh: http://elyviainayah.blogspot.com/2013/05/gender-dan-media.html

Unknown said...

Laki el,
Ok!!

Unknown said...

Hahahaa.. Tun tun..

Unknown said...

lhoo, kok ono kwe ran? padahal niat e blogku ngga' tk share disik, men okeh tulisane nembe tk share, eee malah konangan sik, haha, sorry ya kwe tak tulis

Copyright © 2013 Ghostwriter™ is a registered trademark.

Designed by Templateism. Hosted on Blogger Platform.