*

*
Powered by Blogger.

Latest Updates

Monday, 1 September 2014

Potret Masa SMA

Posted By: Unknown - 9:45 am

Beberapa waktu lalu saya sempat dikejutkan dengan sebuah foto postingan salah satu teman SMA saya di grup Kelas IPA II Smagaboy, akronim dari SMA N 3 Boyolali. Sebuah foto yang biasa saja, namun memiliki makna yang sangat mendalam didalam lubuk hati saya. Saya sempat terenyuh, merinding, sebuah memori lama tiba-tiba diketuk dengan santun. Hati saya bergetar, merangsang memori saya untuk mengingat kembali beberapa tahun kebelakang. Beberapa kenangan yang tentu tak akan pernah lekang dalam ingatan saya.

Dari pojok kiri atas ada mbak Daryani, Desi, Desi lagi, Dian S, Dian DP, Eko Rege, Fitria, Karina, Lutfi, Naila, Neni, Novidas, Memed, Rizki, Isna, Vina ucik, Vino, Satya, Jumi, Gendut, Yuliana, Siti, Agustia, Alm Ahmad –semoga mendapat ketenangan disisi Alloh– dia temen gw yang paling baik dan ganteng, Ridwan pretto, Boniyem, Jangga, Yana, Dodi, Eni Nur, Habib, Heni, Heni mbokde, Ike, Nanik, Otik, Risma, Ulfa, Saya dan terakhir Wawan.

Hhhmmm, saya hanya bisa tersenyum sendiri saat mengingat-ingat apa yang sudah saya alami saat SMA dulu. Saat menulis ini pun saya masih senyum-senyum sendiri. Kisah masa lalu memang hanya sekedar kenangan, namun, ia juga mampu mengingatkan kita betapa waktu sangat berharga dan terlalu bodoh untuk kita sia-sia kan.

Mengingat masa SMA, tentu meninggalnya Ahmad ada dibarisan terdepan. Bukannya saya tidak ikhlas, namun adalah kehilangan teman suatu yang menyedihkan. Namun apa daya, saat ini semua yang terbaik ialah yang telah Ia takdirkan, segala do’a dan hikmah dalam kepulangannya merupakan suatu nilai kehidupan yang hendak Ia tunjukkan kepada kita yang masih tetap bernafas. Namun petunjuk hanya bagi kita yang mau berfikir.

Momentum Ujian Nasional memiliki tempat tersendiri dibenakku. Bagaimana tidak, peringkat pertama kedua dan ketiga diperoleh Risma, Dodi dan saya sendiri. Kelas IPA II “merajai” nilai UN di Smaga saat itu. Tetapi saya tak berbahagia saat itu. Eni Nur menjadi salah satu diantara dua siswa SMA yang tidak lulus diujian yang pertama. Dia harus mengikuti ujian susulan untuk memperoleh ijasah. Waktu itu saya pribadi belum mengerti akan mahalnya nilai kejujuran.

Sewaktu hari UN berlangsung, saya sama seperti yang lainnya, menunggu bocoran jawaban dan kerjasama saat ujian. Namun Eni berbeda. Dia tipe perempuan yang tak mau mengikuti arus, jika ternyata arus tersebut salah, ia akan melawannya dengan segala resiko, asal budi pekerti tetap terjaga. Momen itulah yang menginspirasi saya untuk menulis sebuah artikel tentang mahal dan besarnya balasan dari sebuah kejujuran. Alhamdulillah. Segala cobaan tuntas ia hadapi. Segala kebaikan bermuara kepada kebaikan. Ia lulus dan sekarang telah bekerja. Sedang saya masih sibuk menyusun skripsi.

Memasuki bangku kelas tiga, sebuah tragedi “mengerikan” terjadi. Suatu waktu seusai shalat, atau seusai mengikuti pengajian saya lupa, Fitria, disrempet seseorang yang mengendarai motor dengan sangat kencang. Fitria yang baru saja mencicipi harum bau surga harus memperoleh cobaan yang sangat berat. Karena insiden tersebut, ia harus dilarikan ke rumah sakit dan mendapatkan luka yang cukup serius karena benturan di kepalanya. Beberapa memori harus ia lupakan, ia sedikit amnesia dan mengalami penurunan kerja pada beberapa syarafnya.

Beberapa kali kami satu kelas mendatangi rumah Fitria, sekedar menghibur dirinya dan menunjukkan rasa simpatik serta dukungan kami untuk dirinya. Kami hanya ingin mengatakan, “Fitria, kamu nggak sendirian kok. Kami keluarga kamu juga.”. Beberapa kali kesempatan kami masih berkunjung ke rumahnya, terutama di momen lebaran atau liburan semester. Bukankah mengikat tali persaudaraan adalah sebuah akhlak mulia! Sebagaimana yang diajarkan oleh tuntunan kita. Sekali lagi Alhamdulillah. Sekarang Fitria sudah jauh lebih baik dan semoga akan benar-benar sembuh dalam waktu dekat. Aamiin.

***
Dari ke-39 anak tersebut –diluar ahmad– sudah ada beberapa yang menikah, setahu saya Daryani, Dian S, Heni mbokde dan Novidas beberapa waktu lalu. Selamat ya buat kalian. Semoga kalian bisa menjadi istri yang baik bagi suami, bisa menjadi guru dan panutan bagi anak-anak kalian. Satahu saya, anak yang shalih adalah harta yang paling mahal. Menjadi kebanggaan dan pendo’a mujarab ketika kita sudah tiada. Maka, selamat belajar dan berjuang kembali untuk membesarkan buah hati, dan selamat membina rumah tangga bahagia masing-masing. Do’a saya untuk kalian. Aamiin.

Yang katanya mau menyusul menikah, hehe. Yana, Desi sintil, Habib mungkin haha. Ya semoga dilancarkan semuanya. Yang sudah kerja, ya selamat kerja. Saya pernah baca buku da nada sebuah pesan dari Buya –sebutan kyai di Sumatra utara– HAMKA, ketua MUI pertama, beliau mengatakan,

“kalau hidup sekedar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau kerja sekedar kerja, kera dihutan juga kerja.”

Artinya, hiduplah sebagai manusia sebagaimana yang telah dituntunkan dalam kitab suci Al Qur’an. Kalau bekerja juga dengan sungguh-sungguh, jangan setengah-setengah. Niatkan hidup untuk memperoleh kebaikan serta menjadi pribadi yang baik dan bermanfaat bagi orang lain. Saat bekerja-pun oleh karena ingin memperoleh keberkahan untuk keluarga dan dilakukan dengan cara yang baik dan benar –halal– pula.

Satu lagi lupa, bagi yang sudah wisuda, semoga cepat memperoleh pekerjaan yang diinginkan. Ehem, yang masih menyusun skripsi, semoga diperlancar. Aamiin 100kali. Yang sedang bimbang semoga lekas diberi petunjuk. Buat semua anak IPA II, apapun yang kalian inginkan, semoga tercapai apa yang kalian inginkan, suatu saat. Asal kita berbuat baik, menjadi orang baik, nanti kita pasti mendapat kebaikan pula. Karena sesungguhnya tak ada kebaikan melainkan akan dibalas dengan kebaikan pula. Surah Ar Rahman (55) ayat 60.

***
Nakal. Masa SMA penuh dengan dosa dan baru saya sadari sekarang. Kok dosa?. Sebentar, pertama-tama, kalian harus memahami kedudukan seorang guru, dinegara manapun di dunia ini guru pasti memiliki kedudukan yang sangat dimuliakan, pun dalam kaidah agama. Sewaktu SMA dan berimbas sampai sekarang, kami suka memanggil guru dengan nama samaran, hingga sampai saat ini kadang saya lupa siapa nama asli beliau. Contoh, Bu Prenjak, guru bahasa Indonesia yang saya lupa nama aslinya. Pak Batosai, guru matematika, saya juga lupa nama aslinya. Haduuuh. Itulah kami, nakal.

Pernah suatu saat, ibu kimia saya lupa namanya –saya lemah saat mengingat nama orang–, saat kelas tambahan karena mendekati UN, semua cowok meninggalkan kelas, mbolos, kecuali saya dan dodi mungkin, atau siapa saya lupa, tapi yang pasti saya nggak ikut mbolos. Alhasil, saat menerangkan pun beliau agak sedikit lemas karena merasa diremehkan oleh murid-muridnya. Besoknya, mereka dipanggil ke ruang guru. Dan kita semua tahu, kepala gengnya ya si Wawan, nama kerennya Wawung, keren kan!?

***

Walau nakal. Bagi saya usia SMA adalah usia labil, terutama cowok, mereka dituntut mencari kehebohan sebagai perwujudan eksistensinya dilingkunagan sekitar. Mungkin bukan nakal ya bahasanya, tapi usil. #pembelaan. Rasanya masih banyak memori yang terlalu panjang untuk saya jadikan sebuah tulisan. Tetapi sayang kalau tak sekalian menulis beberapa hal unik dari masa SMA. Ini beberapa diantaranya.

*Di pasang-pasangkan seolah-olah pacaran

Ada Gendut-Isna, Satya-Boniyem, Saya-Vina, Wawung-Jumi, Rege-Desi Sintil, Ike-Memed, siapa lagi ya… ya itulah. Saya lupa. Ada satu kasus unik. Namanya Vino, dia tidak dipasang-pasngkan, tetapi memiliki pasangan sendiri, namanya Aini. Orang mana dan kayak apa orangnya pun kami tak tahu. Namanya masa SMA, penuh akan nilai-nilai Absurb haha.

*Terjatuh dari motor

Saat mau menjenguk Fitria yang saat itu baru saja kecelakaan. Kami bersama-sama naik motor dengan berboncengan. Ada satu motor ditumpangi oleh Rizki dan Heni Yuliana. Di suatu jalan, entah bagaimana ceritanya, Heni terjatuh dari motor tanpa diketahui oleh Rizki yang memegang stir. Rizki baru sadar kalau dia kondisi sendirian saat ditanya sama salah satu diantara kami, “ki, Heni mana?”. Saat menengok spion, ternyata Heni nggak ada. Laah. Bagaimana dia bisa jatuh, trus, dimana jatuhnya? Untung Heni nggak papa. Syukurlah.

*Kakak Beradik, Memed Rege.

Dari kelas satu sampai kelas tiga, mereka selalu satu bangku. Main PES bareng, kemana-mana sering bareng. Bahkan sampai sekarang. Memed badannya lebih kecil dibanding Rege, walaupun secara usia Rege lebih muda. Namun, disini Rege sebagai seorang kakak dan Memed sebagai adik. Dan ada sebuah anekdot, saat mereka berdua menyelisihkan tentang suatu hal, Memed selalu kalah dan hingga ada sebuah persepsi, “mesti Memed diapusi Rege (pasti Memed dikadalin sama Rege)” itulah mereka.

Semarang, 1 September 2014, saya menulis ini karena kangen IPA II Smagaboy. Semoga kalian berkenan membaca sedikit cerita saya. Kalaupun ada yang kurang berkenan, saya mohon maaf. Semoga kalian semua sukses disana. Do’a tetap saya panjatkan untuk kalian. “Ya Rab kami, berilah kami kebaikan di dunia dan akhirat, aamiin.”

Sentun.





Friday, 15 August 2014

Filsafat Mahasiswa

Posted By: Unknown - 9:48 pm


Kamis, 7 Agustus 2014.

Mungkin tanggal di atas akan menjadi sangat spesial bagi lima teman saya. (dari kiri-berdiri) I'ik, Kenyo. Ayu, Ayu Aha dan Nasrul. Resmi sudah mereka menamatkan studi selama kurang lebih empat tahun lamanya. Waah, senengnya. Kapan ya kami menyusul. Semoga tak lama lagi.

I'ik, Ayu dan Nasrul temen satu jurusan saya. Kenyo dan Ayu Aha temen satu desa sewaktu KKN di desa Genting, Kabupaten Semarang. Selagi lagi, selamat buat kalian berlima. Kalian memang hebat. Terlebih selendang kuning yang tersemat di pundak kalian. Hanya sekian mahasiswa yang mampu memperolehnya. Hanya mahasiswa rajin, berkemauan dan berkemampuan yang mungkin mampu meraih predikat cumlaude.

Barusan saya membaca sebuah artikel dari Anies Baswedan, berisi beberapa nasihat penting untuk seorang mahasiswa dan bagaimana keadaan dunia nyata (kerja). Pada intinya, ia ingin mengatakan kepada seluruh mahasiswa, jika dunia kerja, dunia nyata, tak akan senyaman bangku sekolah. Tidak se-sistematis dan tak seruntun rumus di dalam buku pelajaran.

Jika kelas di analogikan sebagai kolam renang dan dunia kerja sebagai lautan bebas. Dan anda adalah seorang yang ingin belajar renang, maka, tempat mana yang akan anda pilih untuk berlatih renang?. Apakah kolam renang yang airnya tenang dan mampu diukur kedalaman serta tekanannya. Ataukah anda memilih lautan bebas yang penuh tekanan, kedalaman tak terhitung dalamnya dan ada pula resiko ombak yang bisa saja datang!.

Idealnya. Mahasiswa seharusnya tekun belajar disaat masih kuliah. Setelah cukup bekal, lautan bebas pun tak menjadi suatu medan yang tak mungkin untuk ditaklukkan. Bukan sebaliknya, bersantai dan ber leha-leha disaat kuliah dan akhirnya tak memiliki mental dan bekal yang cukup untuk mengarungi dunia kerja yang penuh tekanan.

Tentu, belajar tak seharusnya hanya di dalam ruangan. Anda akan menyesal jika hanya membekali diri anda dengan ilmu yang telah tersetting dan tersusun secara sistematis sebagai bahan pembelajaran. Padahal, banyak hal yang akan anda peroleh jika berani memecahkan persoalan yang banyak terdapat diluar ruang kelas. Persoalan tanpa settingan dan tak ter-sistematis. Saran saya, ikut-lah organisasi kampus. Anda akan diajarkan bagaimana menghadapi masalah dan belajar bagaimana bersikap bak seorang problem solver.

***
Hanya segelintir ilmu di buku pembelajaran yang mampu diterapkan di dunia kerja. Saya tidak menyampingkan cara belajar di dalam ruang. Namun, inti dari pembelajaran di kampus bukanlah tentang berapa IPK anda. Poin intinya adalah apakah seorang mahasiswa mampu memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah, memiliki kemauan untuk belajar tentang hal tertentu, atau tidak.

Jadi, jika anda merasa antusias untuk belajar dan terus belajar. Anda mampu menganalisa dan menyelesaikan suatu permasalahan. Maka anda sudah memiliki ruh dari kualitas filsafat seorang mahasiswa.

Maaf, bukannya saya kurang ajar memberi nasihat kepada kalian yang telah meraih prestasi lebih tinggi dari saya. Namun, semoga tulisan saya mampu sedikit banyak memperbaharui pola pikir temen-temen semua. Semoga bisa mengambil manfaat dari apa yang saya utarakan.

***
Buat kelima teman saya. Saya percaya kalian telah memiliki lebih dari nilai seorang mahasiswa. Selamat menempuh jalan baru. Pesan saya, bukan IPK yang seharusnya kalian banggakan. Namun, kemampuan kalian dalam menganalisa, menyelesaikan masalah dan kemampuan kalian dalam mempelajari hal-hal baru di dunia kerja-lah yang harus kalian banggakan. Dan hal itu-lah yang akan membawa kalian kepada kesuksesan.

Goodluck!!!

Sunday, 10 August 2014

Berbagi Tapi Takut Riya'?

Posted By: Unknown - 2:06 pm
Perhatikan foto dibawah ini :

( Relawan geodet berbagi sedang membagi nasi ke seorang bapak-bapak)
***
Foto diatas adalah hasil dokumentasi komunitas Geodet Berbagi. Wajah wajah diatas kadang muncul di akun official Geodet Berbagi baik Facebook maupun Twitter. Dan dilihat oleh banyak teman ataupun follower. Terkadang, ada saja yang mengatakan,

“aku sebenernya pengen ikutan berbagi nasi, tapi aku takut riya’ kalo difoto-foto.”

Simpel aja sih, kalau misalnya takut riya’ mungkin bisa meminta seksi dokumentasi untuk tidak me-share foto yang menampakkan dirinya sedang membagi nasi. Simpel. Tapi masih bisa ikutan kan! Hehe.

Pertanyaannya, bagi “model” Geodet Berbagi, bagaimana caranya untuk mengatasi sifat Riya’ tersebut? Padahal mereka “dipaksa” tampil di depan layar agar kegiatan Geodet Berbagi mampu dilihat, dipantau dan syukur-syukur mampu menginspirasi orang banyak. Berikut pendapat saya.

Sebelumnya, Riya’, suatu sifat/niat dalam hati untuk melakukan sesuatu kebaikan dengan maksud agar ia dipuji oleh orang lain. Agar ia disanjung dan agar memperoleh kedudukan. Dalam perspektif agama islam, baik tidaknya perbuatan dihitung berdasarkan niat. Innamal A’malu Binniat. Jika niat kita untuk memperoleh balasan dariNya, maka itu dianjurkan. Namun, jika kita mengharapkan selain balasanNya. Maka itu disebut Riya’.

Dan Riya’ adalah termasuk Syirik kecil. Wow, Riya’ hampir setara Syirik (menduakan Tuhan), dosa yang sangat besar yang tak akan diampuni olehNya. Wajar saja kalau banyak orang yang mewaspadai diri agar tak terjangkiti Riya’. Celakanya orang-orang terlalu takut terhadap Riya’ sehingga menghalanginya untuk berbuat baik. Padahal, berbuat baik adalah suatu kewajiban.

“Kalian harus mewaspadai Riya’. Tapi jangan sampai itu menghalangi kalian dari berbuat baik.”

Jadi, kita tidak boleh menunda keinginan untuk berbuat baik karena takut Riya’. Riya’ adalah sifat manusia yang sangat susah untuk dihilangkan. Bahkan, ulama pun tak lepas dari sifat tersebut. Namun, ukuran besar kecilnya mungkin tak sebesar yang kita miliki.

Bukan hanya sebelum berbuat, ketika berbuat atau bahkan ketika selesai berbuat baik pun Riya’ akan selalu menghinggapi hati kita. Saran ulama adalah lakukan saja perbuatan baik anda. Jika setiap kapan saja anda takut Riya’, maka ingatlah Allah. Allah pasti tak mensia-siakan amal manusia. Berbaik sangka-lah terhadapNya, maka ia akan berbaik sangka pula dengan kita.

Jadi, lakukan saja perbuatan baik anda, jika kapan saja anda merasa terjangkiti Riya’, maka langsung saja anda mengingat Allah, Insha Allah Ia akan membimbing hati anda terhadap kemantapan. Dan yang terpenting adalah jangan sampai perasaan takut Riya’ mampu mengalahkan niatan baik anda untuk berbuat baik.

Maaf kalau ada salah kata.

Masih belum yakin?

Ada tips menarik dari Alim Ulama.

Lakukan sedekah dengan diam-diam (tak terlihat seorangpun). Dengan kadar lebih besar daripada sedekah yang anda perlihatkan (terang-terangan). Jadi, bagi kalian, para “model” komunitas sosial apapun. Ketika anda di foto dan di share dimana-mana, padahal anda sedang berbuat baik, janganlah takut, itu bukan Riya’ insha allah. Jika niat anda adalah benar-benar karenaNya, agar mampu menginspirasi orang lain atau sebagai sebuah ajakan kepada orang lain untuk berbuat baik. 
Kindness is fun.    


How To Change Skripshit into a Skripsweet

Posted By: Unknown - 11:52 am
Halo kawan, saya mau sedikit berbagi kisah yang saya alami beberapa waktu belakangan. Saya seorang mahasiswa semester akhir di Undip, Semarang. Tentunya, semester akhir sangat identik dengan yang namanya Skripsi. Atau kami anak teknik (engineer) menyebutnya Tugas Akhir (TA). Sama saja, intinya, syarat mutlak untuk mendapatkan gelar sarjana.

Nah. Kan kalian sudah pada tahu. Faktanya. Hidup ini tak semulus ketek Sabina Altynbekova (lihat profilnya). Tidak juga semanis kata-kata Mario Teguh. Kita pasti mengalami pasang surut, tinggi rendah, manis pahit dan suka duka. Kalau hanya lurus, mulus, kita musti waspada, apakah kita benar-benar hidup?. That’s the question.

“Bagi seorang mahasiswa, salah satu momen yang paling potensial mengalami lika-liku diatas adalah saat harus berhadapan dengan Tugas Akhir/Skripsi.”

Dalam dunia nyata. Mengerjakan TA tak semulus rencana yang telah dibuat. Kondisi kurang mengenakkan model A-Z pasti akan dialami oleh mahasiswa tingkat akhir. Dengan predikat “maha”siswa seharusnya kita mampu mengatasi hal tersebut dengan mudah. Namun, kembali lagi, tak semua mahasiswa memiliki kemampuan/kompetensi laiknya “maha”siswa.

Dari sekian model tersebut jika ditarik benang merah akan berujung pada satu kata, malas. Malas bisa berasal dari berbagai alasan dan kondisi. Tak cukup kalau saya perjelas satu persatu. Karena beda mahasiswa beda alasan dan kondisinya.

Berikut saya mau membagi tips menjinakkan kondisi “malas” tersebut:

1.      Save file “skripsi” di directory paling depan di laptop anda.
Contoh: D/Skripsi/

2.      Rename nama folder dengan kata-kata motivasi.
Contoh: “SkripsiBismillah” atau “Skripsweet” atau “KerjakanSkripsiAtauTelatNikah”

3.      Sering-sering pergi ke kampus.
Untuk menjaga mentalitas dan pola fikir kita agar selalu dekat dengan dunia kampus.

4.      Inget baik-baik orang-orang yang bertanya, “udah kerja?”, “kapan wisuda?” dan sejenisnya.
Bayangkan anda memegang jilid skripsi anda yang sudah acc, kemudian anda lemparkan ke muka orang yang bertanya tersebut.

5.      Sering-sering dateng ke wisuda temen satu angkatan.
Kebahagiaan mereka bersama orang tua masing-masing dapat meningkatkan motivasi anda untuk menyusul mereka.

6.      Buka Facebook dan liatin Foto Profil temen-temen kalian yang memasang foto wisuda dengan berbagai model gayanya. Dan bayangkan jika yang ada difoto tersebut adalah anda.

Selamat mengerjakan skripsi (Tugas Akhir).

   

Memilih Dua Pilihan

Posted By: Unknown - 9:44 am
(Masih) Tentang pengalaman hidup saya yang harus bertemu dan menghadapi tantangan dengan kepala tegak. Tantangan itu bernama Geofis. Pesan yang ingin saya sampaikan adalah bagaimana kita seharusnya mengutamakan kewajiban dan keharusan kita untuk tegas mengambil setiap keputusan. Dan kita tahu. Setiap keputusan pasti ada resiko. Begini ceritanya.

Semester satu sampai enam saya lalui seperti kebanyakan mahasiswa. Dimulai di Kost, mandi, terus ngampus, ndengerin dosen di dalem kelas, dateng rapat, ngerjain tugas dan tentunya, main PES. Hehe. Di semester 7 lebih terasa cukup berat bagi saya, walaupun saat itu saya hanya mengambil 2/3 dari total paket sks. Karena 1/3 nya telah saya ambil di semester awal. Tetapi, di semester akhir tersebut saya malah mengikuti empat organisasi sekaligus. Pers Teknik, Mapala Geodesi, Rohis dan BEM universitas. Disinilah titik permasalahan yang saya alami.

Sedikit saya ceritakan. Saat semester 7 tersebut saya ditunjuk menjadi salah satu hakim sidang di KPSP atau Komisi Penyelesai Sengketa Pemira (semacam MK) dalam proses PEMIRA Undip tahun 2013. PEMIRA singkatan dari pemilu raya, pesta politik pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa.

Siang hari di kantor polisi –sekretariat panitia PEMIRA– samping POM bensin Undip. Disaat proses sidang gugatan sedang berjalan, saya mendapat kabar dari seorang teman, kalau ada kelas tambahan matakuliah Geodesi Fisis (Geofis) untuk mengganti kekosongan pertemuan sebelumnya. Kondisi saat itu, saya telah absen 4 kali. Jadi, kalau saja saya absen lagi, sudah dipastikan nilai saya tidak keluar. Terus gimana? Saya juga bingung saat itu. Antara meninggalkan sidang atau titip absen –kebiasaan buruk yang secara perlahan saya coba tinggalkan–.

Kenapa saya berat untuk meninggalkan sidang?. Dalam peraturan sidang, harus dihadiri oleh beberapa hakim yang telah ditentukan. Dan jika saya tinggalkan, sidang akan cacat, karena keberadaan hakim tidak memenuhi ketentuan. Mau tidak mau saya harus disana. Disitulah saya sedikit mengerti kenapa DPR “berkeringat” saat membuat undang-undang. Setiap detil ketentuan UU harus ditulis dengan jelas. Bahkan disertai penjelasan per-pasal agar tidak menimbulkan multitafsir.

Dilain sisi. Kuliah adalah kewajiban saya. Dan memenuhi minimal 75% kehadiran kuliah adalah sebuah kewajiban. Celakanya, 4 kali sudah saya tak memenuhi kehadiran kelas. Sekali lagi tak hadir, saya sudah tak memenuhi syarat untuk mengikuti ujian akhir semester. Duh Gusti.

Sementara sidang istirahat. Saya mencoba sedikit bernegosiasi dengan hakim sidang lainnya. Pelan-pelan saya membujuk mereka untuk mengizinkan saya meninggalkan sidang. Dan sesuai dengan tebakan saya. Mereka menolak, terlebih hakim ketua, ia sedikit ngotot meminta saya untuk tetap di tempat. Saya rasa tak bisa ikut kelas Geofis (lagi).

Perasaan saya tak tenang. Fikir saya saat itu, kewajiban kuliah lebih besar daripada organisasi. Walau kontribusi di Pemira adalah kewajiban, sesuai amanah, namun ada kewajiban lebih besar yang harus saya dahulukan, yaitu belajar. Jadi saya putuskan lebih ngotot lagi untuk meminta izin meninggalkan sidang. Setelah perdebatan cukup lama, saya diizinkan keluar sidang. Alhamdulillah. Sidang berlanjut walau sesuai ketentuan “cacat” karena kuota hakim tak memenuhi. Namun, saya memakluminya, karena ini adalah dunia kampus, tempat kita belajar, kalau ada salah dan cacat ya wajar-wajar saja. Namanya juga belajar.

Setelah sampai kampus. Ternyata kelas sudah masuk cukup lama. Hampir 45 menit. Duh, galau lagi. Kalau masuk ada dua kemungkinan, pertama, disuruh keluar, kedua, boleh masuk tapi di”interogasi” terlebih dahulu, karena terlalu lama terlambat. Kenapa saya telat lama sekali?. Pertama, temen saya memberi tahu ketika dosen sudah masuk. Kedua, lumayan lama membujuk hakim untuk memberi izin. Ketiga, saat itu turun hujan, saya menunggu sedikit reda sebelum memutuskan “nekat” ngampus tanpa jas hujan.

Lima menit saya berfikir di luar kelas. Masuk atau enggak. Entah apa yang saya pikirkan saat itu. Saya memilih keputusan. Saya titip absen dan pulang. Dua hal saya dapatkan. Pertama, saya titip absen –bohong–. Kedua, saya meninggalkan sidang –berbohong lagi, karena ternyata nggak jadi masuk kelas–. Kedua kewajiban dan amanah saya tinggalkan. Hanya dapat basah kuyup dan capek. Bodoh kan?.

Kebodohan itulah yang membawa saya ketitik terendah. Diakhir cerita (baca cerita saya tentang geofis 1 2 3) saya mendapatkan nilai D. Untuk pertama kali dan itu terjadi di semester ketujuh. Perlu dicatat, Teknik Geodesi tidak mengenal sistim SP atau semester pendek. Dan satu lagi, pengumuman nilai keluar di akhir bulan februari, dua minggu sebelumnya saya sudah mengantongi judul skripsi.

Mungkin sebagian dari kita tidak menyadari, bahwa setiap keputusan kecil yang kita buat saat ini adalah investasi untuk sebuah hasil menakjubkan di kemudian hari. Mungkin pilihan saya untuk tak jadi masuk kelas saat itu adalah keputusan kecil. Pilihan saya untuk titip absen dan meninggalkan sidang adalah hal mudah yang saya lakukan saat itu. Namun, dampak besar terjadi dalam diri saya.

Akhirnya, saya merasakan nilai D. Dan target wisuda pertengahan tahun 2014 tertunda. Kondisi saya sekarang, semester 8 hanya mengambil sks Tugas Akhir dan di semester 9 hanya mengambil Tugas Akhir (lagi) dan Geodesi Fisis. Terimakasih atas pembelajarannya.


Setiap kesalahan tak selalu berujung dengan kesalahan selanjutnya. Yang terpenting, bagaimana kita mengubah dampak dari kesalahan tersebut menjadi suatu kebaikan yang tak kita duga sebelumnya. Tetap semangat. Tuhan bersama mereka yang mau memperbaiki kesalahan.   

Tuesday, 5 August 2014

Kereta Bhinneka

Posted By: Unknown - 9:41 am
Bapak Ignatius Jonan, CEO PT KAI yang sedang terlelap tidur di sebuah bangku ekonomi dengan masih memakai seragam dinas miliknya.

Berikut berita selengkapnya, dikutip dari Merdeka.com

***


MERDEKA.COM. Foto Direktur PT KAI, Ignatius Jonan terlelap tidur dalam Kereta Api ekonomi menyebar di laman media sosial. Menurut anak buahnya di PT KAI, dia sejak tanggal 20 Juli, sampai saat ini paling tidak hampir 15 hari, dia masih belum pulang ke rumah demi memantau arus mudik dan balik. 

Saat berada di KA ekonomi Panatara tujuan Malang-Surabaya, Jonan sangat menikmati tidurnya setelah melihat kesiapan arus balik, dipo dan stasiun di Kota Malang, Jawa Timur. "Sekarang kami ada di Semarang, baru H+10 lepas piket, ini diperpanjang," ujar Juru Bicara PT KAI, Sugeng Priyono yang selama ini menemani Jonan keliling melihat kesiapan angkutan lebaran, pada merdeka.com, Senin (4/8).

Dia mengatakan foto itu diambil oleh Pengamat Kebijakan Publik Pambagio, pada 31 Agustus lalu. Dirinya, dan Jonan tidak tahu kalau saat ini foto dirutnya yang kelelahan menyebar di media sosial bahkan jadi bahan tulisan Menteri BUMN, Dahlan Iskan, hari ini.

"Pak Jonan itu, memantau arus mudik hanya membawa baju seragam PT KAI 4 biji. Tidak bawa koper yang isinya macam-macam. Poto itu sempat diperlihatkan pada beliau, dia hanya tersenyum saja." katanya.

Sugeng mengatakan Jonan berharap, KA Ekonomi yang bersih bisa menjadi tempat istirahat saat masyarakat menggunakannya. Karena, kalau KA nyaman dan bersih, tidur pun bisa nyenyak ."Dia tidur hampir satu jam, dari Lawang sampai Sidoarjo. Kami tidak berani membangunkannya karena sangat kelelahan kurang istirahat, saya setiap hari mendampinginya, kami berdua, sisanya teman-teman daerah," katanya.

Sebelum tertidur, kata Sugeng, bosnya tersebut melakukan pantau terhadap keberadaan penumpang dan menanyakan kondisi mereka. Bahkan, kami berharap penumpang lainya tidak tahu bahwa yang tidur meringkuk tersebut adalah Ceo PT KAI. "Beliau itu tidak pernah menyalahkan anak buah, kalau ada yang kurang, yang salah ya pimpinannya," ujarnya.

Foto Jonan sedang tidur di gerbong KA ekonomi karena kelelahan setelah berhari-hari memantau Posko Angkutan Lebaran beredar di grup facebook KRL mania. Jonan yang masih berseragam lengkap tidur meringkuk di bangku penumpang beralaskan sweeternya. Jonan tidur pulas tanpa melepas kaos kakinya. Dia tidur seakan tak peduli dengan image 'dirut' yang disandangnya, mungkin saat itu yang dia perlukan hanya istirahat.

***

Mungkin dua hal kontradiktif pertama yang anda fikirkan adalah pencitraan dan kerja keras. Kenapa pencitraan saya sebut pertama? Karena kebanyakan dari kita sudah teracuni isu negatif media yang penuh curiga dan buruk sangka. Sehingga menutupi kerja keras yang benar-benar beliau lakukan.

Bosan bagi saya membahas dua hal tersebut. Saya lebih suka memandang terhadap sisi nilai moral agama yang terkandung di dalamnya. Mungkin karena momentum pemberitaan yang bertepatan dengan hari raya Iedul Fitri atau lebaran. Dan disaat yang bersamaan, CEO PT KAI tahun 2014 bapak Ignatius Jonan, adalah seorang Katholik.

Sikap beliau yang membuat saya terharu ialah kemauannya untuk terjun langsung memantau, mengawasi dan mengurus kereta api, salah satu model transportasi umum favorit masyarakat saat mudik ke kampung halaman. Bapak Jonan selama lebih dari dua minggu “menetap” di kereta. Ia menguras tenaga dan fokus untuk melancarkan arus mudik dan arus balik lebaran.

Dilain sisi ia tidak bercengkerama dengan keluarga untuk beberapa hari lamanya, disisi lain berjuta umat muslim berlebaran dengan senang hati di kampung halaman. Sedikit banyak, kenyamanan kereta api mempengaruhi suasana lebaran (bagi mereka yang mudik naik kereta). Kalau saja pelayanan PT KAI jelek, mungkin saja balik kampung ikut membawa perasaan dongkol.

Secara tersirat, bapak Jonan telah menunjukkan sikap bagaimana seharusnya kita ber-bhinneka. Bekerja keras penuh dedikasi sesuai bidang yang kita tekuni. Turut serta membahagiakan saudara sebangsa yang sedang merayakan hari raya penuh suka cita di kampung halaman. Sekalipun ia harus berpisah jauh dari keluarga. Padahal mudah bagi seorang direktur utama untuk istirahat dan berkumpul bersama keluarga. Namun, bapak Ignatius Jonan memilih untuk terjun langsung mengurus kereta api. Dengan harapan arus mudik dan arus balik tahun ini lancar, aman dan nyaman.

Mungkin saya berharap, suatu saat di hari raya umat agama lain di Indonesia, akan ada kisah hampir serupa. Seorang yang ahli dibidangnya, bekerja keras penuh dedikasi. Dan disaat yang bersamaan, secara tersirat ia telah membantu memperlancar mereka yang sedang merayakan hari raya.   


Sunday, 13 July 2014

Plus Minus Sahur On The Road

Posted By: Unknown - 8:25 am

Sahur on the road (SOTR), sebuah kegiatan sosial musiman ketika bulan suci Ramadhan tiba. Dalam perkembangan-nya, SOTR menuai pro kontra dari masyarakat. Ada yang mengatakan, SOTR sudah menjadi semacam lifestyle, sampai ada yang mengatakan hanya sebuah pencitraan. Menurut saya, ada beberapa hal yang mengiringi keberlangsungan SOTR selama ini.

Riya’

SOTR perlahan mendapatkan pandangan miring dari masyarakat umum. “Berbagi makanan sahur bareng anak-anak #SahurOnTheRoad”. Salah satu contoh status di media sosial yang dianggap Riya’ -menampakkan kebaikan/pamer/pencitraan- oleh pengguna sosmed lainnya. Kemudian, sesi dokumentasi berupa foto maupun video yang dirasa berlebihan juga menimbulkan persepsi negatif masyarakat.

Kurang Tepat Sasaran

Sasaran SOTR yang kebanyakan gelandangan, tukang becak, pengemis, pengamen pedagang asongan dipinggir jalan dianggap kurang tepat sasaran. Mengingat keberadaan mereka yang sebagian-nya tidak diinginkan oleh dinas tata kota. Masyarakat bertanya, kenapa tidak disalurkan ke yayasan amal, atau misalkan saja sahur bareng anak yatim di panti asuhan?.

Kurang Efisien

SOTR yang bersifat musiman, hanya satu bulan dalam satu tahun. Ini mengakibatkan animo masyarakat dalam berbagai komunitas untuk mengadakan SOTR. Kenyataan dilapangan, dalam satu hari terdapat beberapa komunitas yang membagi nasi bungkus. Alhasil, tak jarang sasaran menolak diberi makanan karena telah mendapat cukup banyak dari komunitas sebelumnya.

Setiap kegiatan pasti terdapat plus minus-nya. Menurut saya SOTR berarti berbagi kasih dan rejeki. Namun, yang membuat tak efisien dan kesan negatif adalah pelakunya. Bukan pada hakekat SOTR tersebut. Riya’ muncul karena pelaku SOTR mengumbar status, foto maupun dokumentasi lainnya secara berlebih. Tidak proporsional.

Walau dokumentasi itu penting, terlebih buat komunitas yang menggalang dana dari masyarakat umum. Maka itu hanya sebatas sebagai bukti pertanggung jawaban bahwa SOTR telah berlangsung. Jenis foto yang diambil-pun bertipe dokumentasi kegiatan, bukan narsis/selfie.

Kalau anggapan kurang tepat sasaran. Mungkin kurang tepat. Karena gelandangan, pengemis dan “penduduk” jalan lainnya juga membutuhkan bantuan dari kita. Mereka juga sama seperti kita, butuh makan, sandang dan papan. Namun, saya rasa memang kurang efisien jika SOTR hanya membagikan nasi bungkus saja.

Teringat akan cerita seorang relawan Berbagi Nasi Semarang. Ia bercerita dengan seorang tunawisma. Dari nya ia memperoleh fakta, bahwa mereka sebenernya tak terlalu mempermasalahkan urusan perut, karena mereka terbiasa makan seadanya. Mereka berandai, jikalau komunitas sosial ingin berbagi dengan mereka, mereka meminta bantuan dalam bentuk barang pakai seperti pakaian ataupun sarung/selimut. Itu lebih baik daripada nasi yang jika disimpan akan cepat basi, terlebih nasi bungkus yang didalamnya ada lauk sayur kuah.

Jadi, bukan SOTR yang salah. Namun perilaku pelaksana SOTR itulah yang menyebabkan SOTR dianggap sebelah mata orang masyarakat awam. Padahal niatnya berbagi. Niat yang sangat mulia. Namun, jangan-lah ketakutan terhadap adanya kemungkinan sikap Riya’ tersebut menghalangi kita untuk berbuat baik (SOTR). Lakukan saja asal itu kebaikan, jangan berfikir panjang, nanti malah nggak jadi berbuat baik. Siapa yang rugi?.

“Ketika kita hendak berbuat baik, pasti ada seratus kemungkinan buruk yang menyertainya. Tetapi, konsentrasi-lah pada satu niatan baik tersebut. Maka, engkau akan mendapatkan kebaikan. Tatkala hendak berbuat buruk, pasti ada seratus kemungkinan buruk yang menyertainya. Maka berkonsentrasilah pada seratus kemungkinan buruk tersebut. Maka engkau tidak akan mendapat keburukan.”


Gaza, dosa seorang Jurnalis

Posted By: Unknown - 7:14 am

Beberapa hari ini militer Zionis melakukan serangan secara besar-besaran ke Gaza, Palestina. Mereka berdalih ingin melumpuhkan pergerakan pejuang HAMAS. Namun, kenyataannya hampir kesemua korban adalah anak-anak dan perempuan. Kejadian ini-pun mendapat kecaman keras dari berbagai pihak.

Hingga perdana menteri Palestina, Ismail Haniya berujar “Israel hendak menghapus bangsa palestina.” Aneh. Praktek genosida didunia modern. Disaat United Nation –PBB– menggelorakan semangat Human Right –HAM– ke seluruh masyarakat dunia. Ternyata. Tak berlaku untuk bangsa Palestina.

Idealnya, suatu pertempuran bisa disebut “perang” atau “war” apabila di kedua belah pihak sama-sama memiliki kekuatan militer. Seperti, perang antara Inggris vs Jerman. Namun, pertempuran antara apache, pesawat drone, tank merkava, snipper, nuklir Zionis melawan kepalan tangan, lemparan batu dan rudal balistik jarak dekat pejuang Palestina, tidak lah seimbang, dan itu tak bisa disebut sebagai perang, itu adalah pembunuhan atau “murder”. Dan dunia mengutuk hal tersebut.

Gempuran beberapa hari ini hanya-lah sebuah puncak penderitaan. Taukah kita, sebelum gempuran agresi tersebut berlangsung, penderitaan mereka juga tak kalah menyedihkan. Kebutuhan pokok seperti air dan listrik mereka masih belum mampu mandiri. Blokade dalam beberapa tahun telah menyiksa mereka. Satu-satunya pintu terhadap dunia luar, yaitu Rafah,  tak jarang ditutup oleh militer mesir.

Jutaan kisah masih tersimpan dibumi Palestina.

Namun, jika melihat jauh kebelakang, ternyata “kesuksesan” Zionis mendirikan negara kuat bernama Israel tak sesebentar yang kita sangka-kan. Bermula di akhir tahun 1896. Saat seorang jurnalis koran yang berbasis di Vienna, Austria, yaitu Vienna Neue Freie Presse, Theodor Herzl, membuat sebuah pamplet berjudul Der Judenstadt (Negara Yahudi). Ini-lah pijakan awal dari terbentuknya sebuah negara khusus Yahudi.

Theodor Herzl

Untuk menguatkan gagasan tersebut, Herzl secara masif menggalang dukungan dan menyerukan-nya kepada segenap penganut Yahudi yang hidup diberbagai negara terutama dibenua Eropa. Herzl juga  yang pertama-tama memprakarsai berdirinya organisasi-organisasi rahasia bawah tanah –underground- yang bertujuan memuluskan ambisi pembentukan negeri Yahudi.

Walau belum terlalu mendapatkan respon positif pada awal perjalanannya. Setahun berselang, sebuah momentum menentukan terjadi. Pada 1897, melalui sebuah kongres di Basel, Swiss, berdirilah organisasi Zionisme Internasional. Dan melahirkan sebuah skenario besar yang termaklumat dalam sebuah dokumen rahasia bernama Protocol of Zion. Dalam Protocol tersebut terdapat sebuah poin penting, yaitu pendirian negara Yahudi di bumi Palestina.

Pada saat itu, Palestina masih dibawah kekuasaan Kekhalifahan Turki Utsmani (Ottoman). Sehingga untuk mewujudkan negara Yahudi di tanah Palestina, Zionisme Internasional mencoba melobi Sultan Abdul Hamid II –khalifah Ottoman– dengan mengiming-imingi sultan harta benda, emas dan pelunasan hutang. Namun, Sultan menolak dengan mengatakan, “Palestina bukan milik Ottoman. Palestina adalah tanah suci milik umat islam. Jadi, tak mungkin bagi saya untuk menjualnya.”

Wafat

Herzl wafat diusia 44 tahun pada 3 Juli 1904. Ia meninggal sebelum menyaksikan terwujudnya cita-cita Herzl untuk mendirikan negara Yahudi, yang baru terealisasikan pada 1949. Melalui perjanjian Balfour yang dibuat oleh Britania Raya, selaku penjajah Palestina usai perang dunia II.

Itulah sedikit cerita dari Theodor Herzl, seorang jurnalis perumus dan pemprakarsa organisasi Zionisme dan yang pertama-tama aktif secara langsung. Lihatlah. Bagaimana cerdas-nya seorang jurnalis. Memang terkesan sepele, hanya tulisan. Tetapi Herzl mampu mengajarkan kepada kita bahwa tulisan seorang yang memiliki cita-cita dan kemauan, ternyata itulah yang mengawali suatu perubahan besar dalam peta geopolitik di timur tengah.

Ternyata, konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel dengan bumbu-bumbu politik, ekonomi, kemanusiaan bahkan corak agama, itu semua berpijak pada sebuah karya seorang jurnalis. Maka, perlu kehati-hatian dalam merumuskan sebuah pemikiran.



Sunday, 8 June 2014

Surat Anak Jalanan

Posted By: Unknown - 3:11 am

***

Assalamu’alaikum…

Selamat malam teman. Sudah lama jemari tak menyapa tulisan. Belum pandai pula aku menulis sajak romantis. Entah mengapa. Tak apa, toh aku masih bisa berbagi sedikit cerita dengan kalian. Tulisan yang aku buat seusai istirahat. Pukul, 12.55 malam, saat hari sabtu berganti menjadi hari minggu. Atau hari Ahad saya bilang. Begini ceritanya.

Pukul 23.00 seusai bermain futsal di calcio, kami berenam melepas lelah di sebuah angkringan samping jembatan layang, ngesrep. Beberapa saat kami melepas lelah dan saling melempar canda. Hingga rasa lelah tersebut perlahan teratasi. Kami menyudahi istirahat. Beberapa rupiah kami keluarkan untuk membayar jajanan murah yang barusan kami makan. Kemudian bergegas pulang.

Perlahan aku berjalan menuju motor yang terparkir di bahu jalan. Fikirku teralihkan, tertuju pada seorang anak kecil yang duduk dibahu jalan tak jauh dari motorku. Menurutku, ia seumuran siswa kelas 2 SD.  Secara kasat mata ia terlihat seperti anak jalanan. Ia nampak sibuk memperbaiki ikatan tas kecil yang ia sematkan dipinggang. Kail perekat ikatan nampaknya sudah rusak. Kemudian ia menggantinya dengan sebuah kabel kecil yang masih terdapat solder diujungnya.

Ketika ku tanya siapa namanya, ia tak menjawab. Kemudian aku tanyakan di mana ia tinggal, ia menjawab Mranggen. Sebuah daerah perbatasan kabupaten Demak dan kota Semarang. Kurang lebih menempuh perjalanan motor selama 45 menit dari ngesrep. Mungkin bisa anda bayangkan? Anak seusia dia “bermain” sejauh itu dan ditengah malam pula. Apakah tidak ada taman bermain disana? Entahlah.

Satu lagi pertanyaan yang belum terjawab. Dengan apa ia pulang ke Mranggen!? Naik angkot? Nggak ada transportasi umum ditengah malam. Namun aku sudah terlanjur balik ke kos 7D. Lagipula, ia mulai tak nyaman menerima beberapa pertanyaanku. Memang seperti itulah anak jalanan. Kadang dipaksa oleh “orang tua asuh” untuk tidak banyak bercerita kepada orang lain.

***
Kemisikinan merupakan salah satu akar dari permasalahan bangsa, sebab dan akibatnya pun sangat beragam. Tak cukup kemampuanku untuk menganalisanya satu persatu. Yang jelas. Tak mungkin seorang anak kecil memilih bahu jalan sebagai tempat bermain, ditempat yang jauh dan ditengah malam pula. Padahal seusia dia, saya sudah dicari oleh orang tua ketika adzan maghrib berkumandang namun saya belum balik rumah.

Eksploitasi tak bermoral terhadap anak sangat ditentang oleh aturan negara, terlebih aturan agama. Anak adalah sebuah karunia. Investasi kita ketika jasad berdiam di liang lahat. Kelak di pundak mereka pula nasib bangsa diamanahkan. Kondisi mereka sekarang adalah cerminan wajah bangsa berpuluh tahun kedepan. Jika hak memperoleh kasih sayang, pendidikan moral dan ilmu pengetahuan tak mereka dapatkan, bagaimana kualitas bangsa kita kelak?. Seperti itu lah…

Mungkin sekarang anda sedikit sadar, namun itu saja ternyata tidak cukup. Terfikirkan kah anda untuk ikut turun tangan mengatasi permasalahan tersebut? Jika belum tentu anda harus lebih banyak bersyukur. Jika anda memiliki kesadaran untuk mencerdaskan anak bangsa, termasuk anak jalanan, maka mulailah take action sekarang juga.

“Berhentilah mengutuk kegelapan, mulailah menyalakan lilin.”

Salah satu saran dari saya untuk anda (baca: mahasiswa) adalah join ke komunitas sosial. Kembangin ide dan rasa empatik kalian disana. Syukur syukur bisa mengajak beberapa teman untuk membentuk sebuah komunitas sosial pendidikan. Berapa banyak pahala yang kalian dapatkan. Banyak. Kedua mungkin bisa dengan menyumbangkan donasi secara kontinu kepada lembaga sosial pendidikan yang anda percayai.

“Lanjutkan rasa peduli anda menjadi sebuah tindakan nyata. Walau kecil, namun itu lebih berarti daripada sekedar rasa peduli berlebih”

Mari bersama sama kita mengurai benang kusut permasalahan bangsa. Mulai sekarang juga. Dengan hal kecil, sebisa anda melakukannya. Sekarang. Dan jadilah manusia terbaik, yang bermanfaat bagi orang lain. Khoirunnas anfa’uhum linnas.

Wassalamu’alaikum…




Monday, 5 May 2014

Melunasi Janji Kemerdekaan

Posted By: Unknown - 3:04 am
Sore tadi (minggu, 4 mei 2014) aku mendapat beberapa hal menarik di Gramedia Pemuda, kota Semarang. Biasanya aku kesana untuk sekedar membaca dan mengAutiskan diri dengan membaca sinopsis setiap buku yang bercover menarik. 

Namun, kali ini aku kesana bukan karena hal monoton itu. Tetapi karena ada sebuah acara bedah buku yang diselenggarakan oleh komunitas Turun Tangan Semarang dengan tajuk safari buku. Buku yang dimaksud adalah buku “Melunasi Janji Kemerdekaan”.

Pembicara ada tiga orang. Pertama adalah mbak Dian, seorang dosen USM dan juga salah seorang relawan Turun Tangan Semarang. Kedua ada bapak Sapto. Seorang lelaki uzur yang berprofesi sebagai seorang wartawan senior. Ketiga. Tentu ini yang membuat kita terus menunggu. Muhammad Husnil. Penulis buku tersebut.

Buku karangan Muhammad Husnil tersebut merupakan sebuah buku biografi seorang tokoh muda Indonesia. Seorang rektor termuda di Indonesia. Ia menempati 500 tokoh muslim berpengaruh di dunia, versi sebuah studi riset berbasis di negara Yordania. Ia penggagas sebuah gerakan Indonesia Mengajar. Kemudian komunitas Turun Tangan, yang bertagline, daripada urun angan dan lipat tangan, kita lebih memilih turun tangan.

Yahhh, belum disebutin. Hehe. Tentu kalian sudah hampir mengetahui sosok lelaki kelahiran kuningan dan tumbuh kembang dikota Jogja tersebut. Ia bernama lengkap Anies Rasyid Baswedan. Cucu AR Baswedan, pahlawan kemerdekaan pendiri Persatuan Arab Indonesia, organisasi antar orang keturunan arab dengan satu tujuan, proklamasi kemerdekaan Indonesia.

***
Dari tiga kata dalam judul buku tersebut, sudah mampu kita terka apa maksud dari seorang emhusnil –sapaan akrab– mengarang buku biografi tersebut. Ia ingin menyampaikan beberapa fakta-fakta menarik dari diri seorang Anies Baswedan. Dan yang paling membuat saya teringat-ingat sampai saya menulis artikel ini adalah perihal esensi dari sebuah kemerdekaan.

Anies adalah seorang yang secara pendidikan telah mendapatkan segalanya hingga gelar Doktor pun telah ia pegang. Selama ini ia merasa nyaman, tenteram dan aman untuk beraktifitas. Ia juga merasa mendapatkan berbagai kecukupan, bahkan bisa dikatakan telah mendapatkan berbagai kesejahteraan baik jasmani maupun rohani.

Kemudian ia berfikir. Apakah yang telah ia dapatkan, dirasakan pula oleh semua orang dipelosok nusantara?. Tidak perlu jauh-jauh. Bahkan, mereka yang dekat dengan Anies (tetangga di kota Jogja) tak luput dari kekurangan keadaan. Seolah janji kemerdekaan berupa terlindungi, tercerdaskan dan tersejahterakan oleh negara hanya sebuah pepesan kosong. Tak dirasakan oleh segenap rakyat Indonesia.

Oleh karena itu, Anies mengajak kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk bahu menbahu bersama, turun tangan langsung untuk menyelesaikan berbagai macam persoalan yang bermunculan bak jamur dimusim dingin. Dan melupakan cara lama yang hanya sekedar urun angan dan lipat tangan. Sudah saatnya turun tangan menyelesaikan yang sudah seharusnya kita selesaikan. Ya, melalui tindakan nyata.

Karena Indonesia bukan Anies. Anies juga tak akan mampu untuk menyelesaikannya sendiri. Jika ia hendak menyelesaikannya sendiri, berarti ia bagian dari masalah. Namun itu tak dilakukan oleh penggemar serial super hero The Avenger tersebut. Ia terus berusaha mengajak semua orang yang masih memiliki kepedulian dan optimis dengan nasib bangsa untuk sama-sama bekerja keras memperbaiki bangsa. Semua dimulai dari hal kecil dan diri sendiri.

***

Yang telah berani untuk berjanji tentu harus berani pula menepati. Terlindungi, tercerdaskan dan tersejahterakan adalah hak tiap warga negara Indonesia. Dan yang memiliki kewajiban untuk melakukannya bukan-lah pemerintah saja, namun setiap warga negara yang masih memiliki kepedulian, terlebih mereka yang telah merasa terlindungi, tercerdaskan dan tersejahterakan.


Salam dari kawan Relawan Turun Tangan kota Semarang, Jawa Tengah. Salam.



Penulis Buku Melunasi Janji Kemerdekaan, Muhammad Husnil bisa dikepo-in di blog pribadi

Opini

Cerdas BerMedia

Copyright © 2013 Ghostwriter™ is a registered trademark.

Designed by Templateism. Hosted on Blogger Platform.