Friday 20 December 2013

Tembok Terjal Menuju 2020

Posted By: Unknown - 1:38 pm

Share

& Comment

"ini merupakan artikel headline majalah Momentum edisi III yang waktu itu mengambil tema universitas riset. saat dulu belum memahami cover booth side. Masih terkesan menjelekkan daripada mengkritisi. Tetapi ini semua akan menjadi kenangan dan pelajaran berharga untuk tulisan - tulisanku kedepannya.
terimakasih banyak Momentum, walau kalian suatu saat tak akan mampu mengingat, aku disini akan tetap mengingatmu." Ghost Writer (nama pena). 

Tembok Terjal Menuju 2020


Pada tahun 2020, Undip merupakan Universitas Riset yang unggul. Begitulah kalimat visi undip tertera untuk tujuh tahun kedepan. Dan jika yang diharapkan nanti  ialah riset yang berkelas internasional, maka dibutuhkan setidaknya 50 lulusan Doktor dan alokasi dana penelitian minimal 15,5 juta dolar amerika tiap tahunnya. Faktanya, perkembangan lulusan doktor yang masuk ke undip belumlah memenuhi angka minimal 50 orang tiap tahunnya.

 Untuk tahun 2009 lalu jumlah dosen berpredikat Doktor di Undip hanya 263 orang dari total 1675 orang dosen tetap. Hanya bertambah 63 orang dalam kurun waktu 5 tahun mulai dari 2005 – 2009 (sumber : Renstra Undip 2010-2014). Rata – rata hanya bertambah 13 dosen Doktor tiap tahun.

Sejauh ini (Januari 2013) undip hanya memiliki 422 Doktor, 24,9% dari total 1692dosen. Bertambah 159 orang sejak 2009. Sehingga rata – rata 40 dosen Doktor masuk Undip tiap tahunnya. Namun angka 24,9% hanya bisa memenuhi critical mass (batas minimal) yakni 25%. Padahal syarat yang diajukan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) setidaknya ada 50% Doktor dari total dosen yang ada.

Untuk Akreditasi saja Undip masih belum memenuhi, dipastikan harus bekerja lebih keras lagi untuk memenuhi kualifikasi universitas riset unggul. Kondisi mahasiswa Doktor atau S3 di Undip pun tak jauh berbeda. Sejauh ini Undip hanya memiliki 8 program Doktor , 2 diantaranya dari fakultas teknik. Yakni program Doktor teknik sipil dan program Doktor teknik arsitektur dan perkotaan.

Hingga periode akademik tahun 2012/2013, jumlah mahasiswa pasca sarjana S2 dan S3 Undip hanya 5.968 mahasiswa. Masih sangat jauh jika di bandingkan jumlah mahasiswa sarjana yang mencapai 39.134 mahasiswa.    Mengingat aspek penelitian merupakan komponen terpenting pada program S2 dan S3, maka sudah selayaknya jumlah mahasiswa program pasca sarjana lebih besar dari program S1.

 Doktor baik itu dosen maupun mahasiswa, sama – sama berperan besar sebagai motor penggerak utama sebuah universitas riset. Seperti yang diungkapkan kepala unit penelitian dan pengabdian masyarakat fakultas teknik, Rusnaldy, S.T.,M.T., PhD.

“kalau kita bicara universitas unggul, kita tidak boleh lagi bertumpu pada hasil riset mahasiswa S1, tetapi sudah harus bertumpu pada hasil riset mahasiswa S3. Karena merekalah motor penggerak utama riset unggul, seperti yang terjadi di negara – negara maju.” terangnya.

Rusnaly menambahkan bahwa kewajiban mahasiswa Doktor-lah membuat suatu penemuan .“seorang Doktor harus bisa menemukan sesuatu yang berbeda dan bisa dibilang inovatif. Baik itu metodenya, materialnya, prosesnya, maupun hasilnya” tutur dosen Doktor teknik mesin lulusan Yeungnam University, Seoul tersebut.

Mengingat peran Doktor sangatlah penting untuk memajukan riset. Terutama hasil riset berupa jurnal – jurnal ilmiah, yang menjadi literatur terutama bagi mahasiswa sarjana. Kurangnya kuantitas Doktor ini sangat dirasakan Arliandy Pratama Arbad, mahasiswa sarjana teknik geodesi yang berhasil merebut  juara II PPRI yang diadakan LIPI beberapa waktu lalu. Ia mengeluhkan sulitnya mencari Doktor yang bisa dijadikan pembimbing untuk penelitiannya.

“Susah mencari Doktor disini (Fakultas Teknik ,red). Padahal kita susah menjalankan riset kalau tanpa pembimbing yang handal.” ungkap ketua FST (Forum Studi Teknik) tahun 2013 tersebut.

 Masalah serius terjadi pula pada sisi anggaran. Dari standar minimal 15,5 juta dolar amerika atau sekitar 142,6 miliar rupiah (1 USD = 9.200 IDR), ditahun 2012 Undip melalui LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat)  hanya mampu menganggarkan 5 miliar rupiah.

Ideal nya minimal riset mendapat alokasi 5% dari dana Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Undip. “harusnya anggaran riset minimal 5%” ungkap Okto Risdianto Manullang. Dosen planologi yang juga pemerhati riset di Undip.

Nominal tersebut masih jauh dari universitas lain, sebut saja UNS (universitas negeri sebelas maret, Solo). Seperti yang diungkapkan Ketua LPPM UNS Prof Sunardi. Ia mengungkapkan jika tahun 2012 UNS mengalokasikan dana penelitiannya 10% dari total PNBP sebanyak 28 miliar rupiah.

Angka yang cukup fantastis untuk sebuah universitas yang tidak menjadikan riset sebagai visinya. Sedang Undip yang mencanangkan visi universitas riset unggul 7 tahun mendatang hanya mampu menganggarkan seperlima dari yang dianggarkan UNS.

Fakultas teknik yang merupakan fakultas terbesar di Undip, melalui unit penelitian dan pengabdian masyarakat (UPPM) hanya mampu menganggarkan  2,5 miliar pada tahun 2012. Hanya bertambah 8,7 % dari yang dianggarkan dua tahun sebelumnya, yakni sebesar 2,3 miliar.

Angka tersebut masih jauh dari apa yang diterima fakultas teknik melalui kerjasama dengan berbagai instansi dan hibah. Baik itu dari Dikti melalui hibah bersaing, hibah pekerti, hibah pasca, penelitian dasar, juga dari Menristek maupun dari Dinas Pendidikan Jawa Tengah. Hal ini terjadi pada tahun 2009 lalu, fakultas teknik yang menganggarkan total dana penelitian Rp. 6,15 Milar rupiah, hanya 965 juta yang dari dana fakultas, selebihnya dari hibah dan kerjasama. 

Mesti hal tersebut menunjukkan minat pihak luar terhadap riset di Undip begitu besar, tetapi idealnya pihak Undip sendiri mestinya mengalokasikan dananya lebih besar dari pihak instansi dari luar. Karena kerjasama dari luar tidak bersifat kontinu.

Hal senada diungkapkan Dr. Bagus Hario Setiadji, ST., MT. selaku koordinator  UPPM bidang penelitian fakultas teknik Undip tahun 2012. Ia mengatakan bahwa besar kecilnya anggaran merupakan salah satu faktor penting yang menentukan berkembangnya suatu iklim riset.

“Sejauh ini hanya riset – riset kecil yang bisa dilaksanakan. Karena terbentur masalah dana jika hendak melakukan riset dalam skala besar. Hasilnya juga kurang maksimal” ungkap Bagus saat dijumpai di ruang kerjanya di laboratorium transportasi teknik sipil.

Bagus menambahkan, bahwa saat ini kita tak ubahnya bagai pungguk yang merindukan bulan. Target kita jauh kedepan tetapi kita memulai dari awal tanpa persiapan dan penunjang yang cukup. Masalah sepertinya tak hanya mencakup kedua hal diatas, termasuk infrastruktur penunjang juga turut menjadi sorotan. Laboratorium tiap jurusan yang  ada belum sepenuhnya lengkap dan merata.

Difakultas teknik sendiri, hanya jurusan besar dan yang telah lama ada yang bisa dibilang memenuhi. Misalnya di jurusan teknik sipil, kimia, dan mesin. Padahal pemerataan pembangunan infrastruktur mutlak diperlukan agar perkembangan iklim riset juga ikut merata.

Beberapa waktu lalu bahkan sempat terjadi insiden di laboratorium milik diploma III teknik sipil di kalisari, Semarang.  Kepala seorang mahasiswa tertimpa eternit yang rapuh termakan usia saat praktikum berlangsung (baca persmomentum.com : http://persmomentum.com/2012/06/ironis-eternit-runtuh-saat-praktikum/) . Hal ini tentu sangat disayangkan.

Masih menurut Bagus, selain laboratorium di tiap jurusan, kebutuhan laboratorium terpadu untuk mengintegrasikan berbagai macam riset juga sudah menjadi suatu kewajiban. Satu langkah apresiatif sudah dilakukan Undip dengan membangun gedung laboratorium terpadu bersebelahan dengan gedung training centre.

gedung ict undip
Namun, keterlambatan jadwal pembukaan mengakibatkan belum bisa digunakannya fasilitas yang ada. Gedung yang selesai dibangun pada awal tahun 2012 lalu sampai sekarang (16/01/2013) belum juga diresmikan. Hal ini tentu akan  menghambat pula berkembangnya iklim riset kedepan. Selain infrastruktur, pola riset yang selama ini masih terpetakan di masing  - masing jurusan juga perlu diperhatikan. Riset yang selama ini banyak dilakukan hanya mencakup satu disiplin ilmu saja.

Padahal riset model interaksi antar disiplin ilmu sangat diperlukan dewasa ini. Hal ini tak luput dari perhatian Bagus, ia mengutarakan bahwa masalah - masalah  yang kini kita hadapi makin komplek, jadi diperlukan kerjasama antar disiplin ilmu untuk mengatasinya.

“Interaksi riset antar disiplin ilmu sangat diperlukan untuk mencari solusi masalah yang dihadapi masyarakat. Mengingat masalah yang dihadapi semakin lama semakin ruwet (komplek, red)“ terang Doktor kelahiran Jogja lulusan National University of Singapore tersebut.

Riset kita selama ini juga masih belum fokus.  Kearah mana riset yang hendak dituju Undip. Seperti yang diungkapkan Arliandy, saat ini riset yang sedang dijalankan masih kemana – mana, belum ada satu tujuan khusus.

Berbeda dengan apa yang terjadi di universitas lain di indonesia yang telah memiliki fokus tertentu “lihat bagimana UI identik dengan ekonominya, ITB dan ITS dengan teknologinya.” jelas mahasiswa asal lampung tersebut. Jadi perlu sosialisasi kejelasan fokus riset yang seperti apa yang mau dituju. Agar riset yang selama ini dilakukan bisa lebih terarah serta menjadi suatu ciri khas yang bisa dibanggakan Undip.

Harus Bekerja Keras

Sekarang sudah menginjak tahun 2013, dua tahun lagi deadline Research University Embryo sudah harus dipenuhi. Setumpuk masalah harus segera di selesaikan. Apa yang menjadi target ditahun 2015 harus segera direalisasikan. Karena saat itu lah fase pembentukan karakter sudah harus ditanamkan. Jika wilayah pesisir merupakan opsi paling pas untuk dijadikan karakter Undip, mengingat wilayah semarang yang meliputi daerah pesisir, maka mulai dari sekarang perlu dilakukan pemfokusan riset pada satu arah tersebut.

Sehingga, saat pemerintah mencari tokoh kebijakan fiskal ke UI, ahli mesin otomotif ke ITS dan ITB, maka saat pemerintah hendak mangkaji masalah pesisir yang luasnya mencapai 70% lebih dari total luas wilayah indonesia, pemerintah akan lari ke Undip. Saat itulah tujuan riset untuk memajukan bangsa dapat terlihat jelas. “... Melalui ide, gagasan, solusi maupun inovasi pembangunan.” tandas Okto dengan sumringah.


(artikel ditulis diakhir tahun 2012)

About Unknown

Program Studi Teknik Geodesi Universitas Diponegoro Semarang. Lembaga Pers Mahasiswa Momentum. Rohis Athlas dan INSANI. Sherpa Mapala. Kemendagri BEM KM Undip. Geodet Berbagi. Turun Tangan Semarang. Orang Jawa. Survei Topografi.

0 comments:

Copyright © 2013 Ghostwriter™ is a registered trademark.

Designed by Templateism. Hosted on Blogger Platform.