Ungaran, kota kecil pusat keramaian
kabupaten semarang. Disana, hawa sejuk masih begitu berasa dikala mentari tenggelam di cakrawala. Semakin ke barat, kesejukan itu makin terasa, tak lain karena menjulang
tingginya sebuah gunung setinggi 2050 mdpl. Mereka menyebutnya gunung ungaran.
Dari kejauhan nampak sebuah motor
berwarna orange begitu kewalahan.
Motor matic memang kurang pas untuk
melewati jalanan bandungan-sidomukti-pos mawar yang didominasi trek menanjak
dengan kondisi jalan yang bisa dikatakan rusak. Beberapa saat kemudian, dengan
berkeringat, sampailah matic xeon
dipos mawar, pos pertama pendakian.
Dari sana, suasana malam kota
Semarang mampu dilukiskan dengan begitu indah. Cahaya kerlap-kerlip begitu
memanjakan setiap mata yang memandang. Ahhh, tapi itu masih di pos pertama, di
puncak pasti akan jauh lebih keren.
Let’s go, seusai persiapan diri, logistik
dan do’a, kaki bersandal eiger mulai melangkah. Tujuan pertama kita ke Prumasan,
tempat pendaki biasa beristirahat dan mendirikan tenda. Berjarak sekira dua jam
dari pos mawar.
Angin malam saat itu cukup
bersahabat, bintang begitu ramah menyapa kami dari atas. Sesekali hewan malam
memainkan orkestra saat mendengar suara langkah. Tak lupa, sesering mungkin
kita lempar canda dan tawa. Sehingga, perjalanan berasa tidak begitu
melelahkan.
Di tengah perjalanan kita menjumpai sebuah curug, saking jernihnya, sampai – sampai aku meminum beberapa tegukan.
Begitu nikmat saat air mulai membasahi tenggorokan. Kami memilih duduk sejenak,
bercengkerama di atas bebatuan. Suasana begitu alami, hanya pepohonan dan suara
gemercik air yang jatuh dari atas tebing. Udara semakin dingin, memaksa kita melanjutkan
perjalanan.
Setelah beberapa lama kemudian,
sampailah kita di area kebun teh, yang luasnya sepanjang mata memandang. Kabut
nampak menyelimuti perkebunan. Udara dingin mulai menembus kaos dalam, kaos
T-shirt, baju dan jaket yang melekat ditubuhku.
Trek yang di lalui sudah berupa jalan
setapak dari bebatuan yang ditata. Ukurannya pun jauh lebih lebar dari jalan
setapak sebelumnya. Prumasan tinggal menunggu menit, mungkin 20 menit lagi kami
akan sampai.
Pasang Tenda
Gapura area Prumasan sudah terlihat,
maka, nampak pula puncak Ungaran di arah barat. Lukisan malam makin terlihat
jelas dari sini. Kota Semarang, Salatiga dan sekitarnya nampak seperti
segerombol kunang – kunang beraneka warna. Jika di pagi hari, kita dapat melihat
keelokan Rawa Pening, gunung Lawu, Merapi dan Merbabu. Cocok untuk background foto natural.
Jam menunjuk pukul 6 pagi. Tanpa sarapan,
kita langsung packing menuju puncak.
Target kita selanjutnya sarapan bareng di puncak, walau sekedar kopi dan mi
instan. Itu menjadi salah satu momen sarapan yang paling berkesan.
Trek sesungguhnya baru akan kita
lewati. Tak lagi jalan datar setapak, trek menuju puncak lebih menanjak, licin
dan banyak melalui batu – batu besar. Beberapa pohon yang tumbang ditengah
jalan juga tak kalah menantang. Sampai temanku beberapa kali terpeleset dan
merelakan sandalnya putus.
Di balik gula pasti ada manis. Ketika
satu jam berlalu, tibalah kita di kaki puncak Ungaran. Ibarat studio alam,
banyak spot pemotretan yang menawarkan keindahan artistik alami. Dan itu yang
membuat teman perempuan ku melupakan semua kelelahan-nya. Setiap sata foto, foto,
memang wajar, karena background-nya
begitu indah untuk diceritakan.
Hampir pukul 9 pagi kami sampai
puncak ungaran, ditemani angin kencang dan hembusan kabut. Disana kita
menikmati good day dan indomie rendang. Namun bukan itu intinya, tetapi tentang
kepuasan yang kita dapatkan. Sejenak fikiranku bebas mengambang, amnesia
sesaat, laporan kampus entah hilang dimana.
Disana kita akan lebih menghargai
alam, ciptaan Tuhan yang mengandung banyak misteri kehidupan didalamnya. Pengalaman
spiritual juga didapat, saat beribadah di waktu fajar, menghadap-Nya dengan
penuh ketenangan, bersuci tanpa air, bermunajat di tengah hamparan, beralas
matras dan sajadah, memahami kebesarannya di semilir udara pagi.
Salam Lestari.
Ungaran, 10 November 2013
0 comments:
Post a Comment