Sedikit cerita masa kkn kami di desa Genting ......
Foto saat perpisahan di ngrembel asri |
Sabtu, 14 desember 2013 pukul 11
siang di balai desa, momen terakhir kami merasakan dinginnya udara Genting. Ya,
pada hari itu kami resmi ditarik kembali ke Undip oleh pak Anto, dosen
pendamping lapangan kami, beriringan dengan ucapan terimakasih oleh kepala
desa, pak Antonius. Perasaan bertumpah ruah, ada yang senang karena bisa
menikmati hari sabtu dan minggu di rumah, ada pula yang sedih karena kehilangan
cerita akhir pekan kuliah kerja nyata.
Dua bulan lebih sudah kami lalui
bersama, memang enggak terasa, seolah waktu berlari begitu kencang. Masih
teringat, pertama kali kami berjumpa dan saling memperkenalkan diri satu sama
lain di pelataran sebuah gedung milik fakultas sains dan matematika.
Coba aku ingat, kami ada 51 anak, ada
Alfin, I’ik, Nasrul, Mia, Tia, Kenyo, Ayu Aha, Lisin, Pandu, Cintami, Nia,
Nunuk, Azza dan Isti di tim I, tim homestay kata mereka. Ada banyak kisah di
tim I, mulai dari Nasrul dan Nia, Alfin dan I’ik yang mereka panggil papi mami,
sampai ada yang mengundurkan diri, nama yang terakhir disebut.
Tim kedua ada tim UKM, tapi kami
lebih suka nama tim jamur, ada Aku, Ayu Syafi’i, Heranda, Nanda, Anin, Alda,
Purwi, Wahyu Sulis, Haris, Noviar, Upi, Adis, Dimas, Latifah dan mas Alfin. Tim
ini cukup ideal, ada yang duta wisata, pengusaha distro, fotografer, aktivis
dakwah, awak media kampus, ratu akademis, sampai tukang narsis dan gamers pun
ada.
Tim ketiga ada Roqy, Gleys, Agnes,
Tio, Hari, Wisnu, Hastin, Rika, mas Chandra dan mas Dody. Aku menyebut mereka
tim Plimbungan –nama desa lokasi KKN tema teknologi hasil pertanian– karena
tiap aku tanya dimana mereka berada, selalu Plimbungan. Tetapi salut sama
mereka, program mereka paling banyak diantara kami, dan semuanya berkualitas,
televisi lokal yang meliput kegiatan mereka beberapa waktu lalu menjadi bukti shahih-nya.
Terakhir tim lingkungan, ada Ageng,
mas Fahmi Rezza, Lukman, mas Teja, Dhika James, Uswatun, Alyda, evi, via,
Miftah “jojo”, sesa dan Sania. Dari sekian kelompok, mereka yang paling
mengerti esensi dari KKN, yaitu bersentuhan langsung dengan masyarakat. Mereka
sangat rajin kesana kemari, mulai dari sosialisasi sampai kerja bakti bersama
warga setempat.
Misteri Embung
Obyek pertama yang kami cari saat
survey lokasi adalah sebuah waduk kecil indah, berair jernih nan tenang.
Terdapat sebuah gazebo cantik di salah satu tepinya. Pemandangan disepanjang
embung masih hijau dan asri, persis apa yang kami lihat di sebuah foto saat
pembekalan.
Saat berhasil mencapai embung pada
siang hari, betapa terkejutnya kami melihat air embung yang tinggal separuh,
itu pun penuh sampah dan nampak keruh. Gezebo penuh coretan fandalis dengan
atap yang mulai reot. Akhirnya, kita pulang dengan penuh rasa kecewa.
Minggu pertama KKN, kami menginap di sebuah mess samping embung, ukuran sekira
15 x 8 meter persegi. Luas termasuk gudang, hanya 2 tempat berukuran 5 x 4
meter yang kami tempati untuk tidur. Hanya tiga minggu kita bertahan, udara
dingin yang menembus jaket memaksa kami pindah ke rumah kades yang terhitung
cukup lebar.
Belum lagi beberapa cerita mistis
ataupun khayal yang dialami beberapa diantara kami, sampai yang paling
menyebalkan adalah, ternyata air mandi, wudhu dan buang air kami adalah air
embung, yang penuh sampah plastik dan kotoran, serta ujung saluran pipa air-nya
yang penuh busa berwarna putih dan coklat pekat yang ternyata tempat katak bertelur. Mulai saat itu kami tak mau menginjak mess
lagi, hanya sekali saat menanam bunga disekeliling embung, itupun karena kami
harus mengambil cangkul di dalam gudang.
Uno, Ambil Dua Kartu
“Bentar aku lagi main Uno” teriak
salah seorang kami. Sontak yang lain tertawa “tadi ngomong apa? Uni to? Ambil
dua kartu dulu.”. Ketika bermain uno kami dilarang mengucapkan -uno- sampai ada
yang kalah. Ketika kata itu diucapkan sekali, maka harus mengambil dua kartu,
begitu seterusya dan berlaku kelipatan.
Tiap sabtu malam hampir pasti
permainan kartu asal Italia tersebut menemani kebersamaan kami. Bukannya kami
cuman bermain – main saja sewaktu KKN, tetapi, dengan rutinitas senin sampai
jum’at di kampus, butuh waktu ketika kami harus meregangkan badan dan fikiran
sejenak. Yang terpenting, rencana kerja kita selama KKN tidak terbengkalai
begitu saja.
Ada yang bermain uno, ada pula yang
bermain PES, game konsol konami yang merajai pasar game dunia. Sampai ada
paradox, enggak suka PES berarti enggak laki, karena saking identiknya
sepakbola dan laki-laki. Ide seketika muncul, kita buat turnamen PES, hadiahnya
berupa pengakuan dan yang kalah bergabung dengan klub PKK (Persatuan Kalah –
Kalah) bentukan Alda, pelopor, ketua sekaligus penghuni tetap. Kasian. Dari dua
kali kesempatan aku selalu runner-up. Nanda juara pada edisi pertama, dan Alfin
edisi selanjutnya.
Sempat Dipertanyakan
Edisi manusia sempurna sudah berakhir
empat belas abad yang lalu. Kini tinggal edisi manusia yang penuh akan
kekurangan, tak terkecuali aku. Pernah suatu ketika aku mengabsen diriku
sendiri dan mencoret semua teman satu kelompokku. Karena pada hari sabtu malam
itu tinggal aku yang tersisa di rumah pak kades, semua tim jamur balik
tembalang sore hari. Mereka balik beserta ijin dariku.
Aku kira tak apa mencoret absen
sekali saja, ternyata itu berbuah simalakama dan memunculkan pertanyaan perihal
absen di minggu – minggu yang telah lalu. Aku hanya berfikir ingin menjadi
pribadi yang jujur, walau susah dijalani. Kalau aku absenkan yang tidak
berangkat, berarti aku bohong dong. Tapi kenapa aku ijinkan mereka pulang.
Yaah, itu lah manusia, yang hanya belajar dari sebuah teks, padahal didunia ini
ada sejuta realita yang tak mungkin dituliskan dan diselesaikan dengan metode
yang sama. Tetapi itulah pembelajaran.
Kalau diperingkat, aku nomor tiga,
nomor dua adalah udin dan yang pertama adalah paham, jadi ini semua adalah
sebuah salah paham dan salah udin. Sewajarnya orang bersalah, ucapan maaf tanpa
ragu aku ucapkan, seperti biasa, keluhan mereka tentang diriku aku dengar
baik-baik. Itulah yang mampu memperbaiki diri menjadi pribadi yang jauh lebih
baik setelahnya. Karena kita tak akan mampu menilai diri sendiri, orang di
sekeliling kita-lah yang mampu menilai diri kita seperti apa.
Puji syukur, semua selesai tanpa ada
suatu apapun. Ibarat rintangan, setelah mampu kita hadapi, yang muncul kemudian adalah
kemudahan. “karena sesudah kesulitan pasti ada kemudahan”. Setelah itu, yang
aku rasakan ialah kita makin dekat, makin mudah komunikasi, makin mengerti satu
sama lain dan saling memahami. Terimakasih.
Pamong Konyol
Aku bisa mengerti bagaimana karakter
salah satu perangkat desa –pamong desa– tersebut walau belum pernah menemuinya.
Namanya Rudi, bendahara desa yang sudah lama mengabdikan diri untuk Genting.
Aku hanya membayangkan muka lucu dan humoris, seperti yang digambarkan oleh cerita
Nanda dan Alda.
Dari pak Rudi mereka mengenal Genting
lebih dekat, dari cerita – cerita mistis dan lokasi angker, termasuk mess
tempat kami menginap, cerita kelam kudeta koordinator desa KKN dari Undip
beberapa tahun sebelum kami, sampai fakta unik kepala desa dahulu dan sekarang.
Sejak pertama kenal sampai sekarang,
dimataku pak Rudi merupakan sosok yang supel, nyaman, mampu mengayomi, baik
hati, humoris dan murah senyum. Tak ayal, anak – anak KKN sangat nyaman dengan
beliau. Bahkan, tak jarang anak – anak KKN dari dan selain Undip yang bertamu
ke rumah beliau seusai masa bakti KKN.
Dari sekian cerita, yang paling ku
ingat adalah email. Gara – gara rencana membuat foto perangkat desa, kami
memaksa pak Rudi memfoto seluruh perangkat desa satu persatu dan mengirimkan
hasil jepretan ke e-mailku, wonosegoroboy–daerah asalku– et yahoo dot com. Itu
alasan mengapa pak Rudi kadang memanggilku wonosegoro.
Malam hari saat istirahat di kos, pak
Rudi telfon, tak hanya sekali, dan yang ditanya adalah bagaimana cara mengirim
foto lewat e-mail. Ohh God, padahal dia punya modem, ku kira sudah melek
teknologi. Dia juga belum mengerti file .rar,
maka ia kirim foto satu persatu hingga memenuhi inbox. Dengan kata lain, karena kami lah beliau bisa mengerti apa
itu e-mail.
Di minggu terakhir ada momen yang
makin mengenalkan kami dengan pak Rudi, tepatnya saat agenda karnaval desa
wisata di Palagan Ambarawa. Dengan waktu tiga hari pak Rudi menyerang kami
dengan membuat kaos, mmt dan foto desa wisata. Sungguh tiga hari yang berat,
karena bukan hanya kami, tapi seluruh masyarakat Genting akan malu jika hari
rabu semuanya belum selesai.
Tak ada hasil mengecewakan dengan
didahului kerja keras. Tepat rabu malam, aku terus di hubungi pak Rudi dan mas
wawan selaku koordinator desa Genting di acara karnaval. Saat jam menunjuk
pukul 10 malam aku masih di depan laptop menyelesaikan proposal embung yang
diwajibkan besok pagi selesai. Dhika tiba-tiba telfon “tun, kaos uda selesai”,
Alhamdulillah ucapku.
Hujan tiba-tiba turun perlahan, angin semerbak perlahan makin kencang
berhembus, Tembalang berubah dingin saat itu. Kantuk mulai ku rasa, lelah
sekujur badan, tapi mmt dan foto masih ku pegang, malam itu juga harus diantar.
Pukul 11 Dhika datang memperlihatkan kaos pesanan, Alfin kemudian menyusul.
Pukul 11 lebih mereka berdua mengantar kaos, mmt dan foto ke Palagan Ambarawa
sejauh 50 menit perjalanan naik motor. Bagi mereka, cuaca bukan penghalang
menunaikan sebuah amanah.
Sekedar Perwakilan
Kegiatan terakhir KKN kami adalah
berpartisipasi dalam acara menanam satu milyar pohon yang diadakan oleh dinas
pertanian pusat. Acara ini-lah yang menyibukkan kami semua, termasuk perangkat
desa, ibu-ibu PKK, kepala dusun dan segenap masyarakat Genting.
Katanya, pak Gubernur Ganjar mau
datang ke Genting, sampai pak Antonius mewanti
kami untuk bersiap dan menampilkan yang terbaik di stand kami, serta
menyelesaikan proposal embung secepatnya, karena belum tentu Gubernur datang
dua kali ke sebuah desa terpencil laiknya Genting.
Apa lacur, persiapan semenjak di
Tembalang sampai dekorasi tratak tengah malam di lapangan dusun Genting yang
dingin dan jarak pandang terbatas oleh kabut tebal terasa begitu sia-sia. Saat
acara berlangsung keesokan harinya, hanya kepala desa yang hadir, selebihnya
mulai dari camat, bupati, gubernur dan ditjen pertanian semua kepala diwakilkan
oleh staf masing-masing.
Mengurangi perasaan kecewa, siang
hari diakhir acara, saat semua berkemas pulang, gantian kami menikmati
pertunjukan, it’s show time. Beberapa
diantara kami berjoget bersama di depan panggung, persis dimana staf
masing-masing undangan berpidato. Seperti biasa, yang mereka ucapkan hanya
sekedar retorika semata.
Salam Perpisahan
Dari saya.
Kawanku, semuanya. Kalian bebas
menganggap aku apa saja, tetapi, bagiku kalian adalah keluargaku. Walau hanya
tiap akhir pekan kita bersua, ketahuilah, kalian-lah yang menenangkan
fikiranku. Entah mengapa, setiap akhir pekan aku selalu bersemangat, seperti saat
aku baru mencintai jurnalisme beberapa tahun lalu. Mungkin ada sesuatu di dalam
diri kalian, apapun itu, aku bahagia telah mengenal kalian.
“Thanks for this memory. I will
always remember you. As my family. My friend. My strength. And I pray we’ll
together in success. Aamiin.” Wahyu Nur as writer.
0 comments:
Post a Comment