Friday, 27 December 2013

Just Remember Our Weekend Story

Posted By: Unknown - 5:07 pm

Share

& Comment

Sedikit cerita masa kkn kami di desa Genting ...... 

Foto saat perpisahan di ngrembel asri
Sabtu, 14 desember 2013 pukul 11 siang di balai desa, momen terakhir kami merasakan dinginnya udara Genting. Ya, pada hari itu kami resmi ditarik kembali ke Undip oleh pak Anto, dosen pendamping lapangan kami, beriringan dengan ucapan terimakasih oleh kepala desa, pak Antonius. Perasaan bertumpah ruah, ada yang senang karena bisa menikmati hari sabtu dan minggu di rumah, ada pula yang sedih karena kehilangan cerita akhir pekan kuliah kerja nyata.

Dua bulan lebih sudah kami lalui bersama, memang enggak terasa, seolah waktu berlari begitu kencang. Masih teringat, pertama kali kami berjumpa dan saling memperkenalkan diri satu sama lain di pelataran sebuah gedung milik fakultas sains dan matematika.

Coba aku ingat, kami ada 51 anak, ada Alfin, I’ik, Nasrul, Mia, Tia, Kenyo, Ayu Aha, Lisin, Pandu, Cintami, Nia, Nunuk, Azza dan Isti di tim I, tim homestay kata mereka. Ada banyak kisah di tim I, mulai dari Nasrul dan Nia, Alfin dan I’ik yang mereka panggil papi mami, sampai ada yang mengundurkan diri, nama yang terakhir disebut.

Tim kedua ada tim UKM, tapi kami lebih suka nama tim jamur, ada Aku, Ayu Syafi’i, Heranda, Nanda, Anin, Alda, Purwi, Wahyu Sulis, Haris, Noviar, Upi, Adis, Dimas, Latifah dan mas Alfin. Tim ini cukup ideal, ada yang duta wisata, pengusaha distro, fotografer, aktivis dakwah, awak media kampus, ratu akademis, sampai tukang narsis dan gamers pun ada.

Tim ketiga ada Roqy, Gleys, Agnes, Tio, Hari, Wisnu, Hastin, Rika, mas Chandra dan mas Dody. Aku menyebut mereka tim Plimbungan –nama desa lokasi KKN tema teknologi hasil pertanian– karena tiap aku tanya dimana mereka berada, selalu Plimbungan. Tetapi salut sama mereka, program mereka paling banyak diantara kami, dan semuanya berkualitas, televisi lokal yang meliput kegiatan mereka beberapa waktu lalu menjadi bukti shahih-nya.

Terakhir tim lingkungan, ada Ageng, mas Fahmi Rezza, Lukman, mas Teja, Dhika James, Uswatun, Alyda, evi, via, Miftah “jojo”, sesa dan Sania. Dari sekian kelompok, mereka yang paling mengerti esensi dari KKN, yaitu bersentuhan langsung dengan masyarakat. Mereka sangat rajin kesana kemari, mulai dari sosialisasi sampai kerja bakti bersama warga setempat.

Misteri Embung

Obyek pertama yang kami cari saat survey lokasi adalah sebuah waduk kecil indah, berair jernih nan tenang. Terdapat sebuah gazebo cantik di salah satu tepinya. Pemandangan disepanjang embung masih hijau dan asri, persis apa yang kami lihat di sebuah foto saat pembekalan.

Saat berhasil mencapai embung pada siang hari, betapa terkejutnya kami melihat air embung yang tinggal separuh, itu pun penuh sampah dan nampak keruh. Gezebo penuh coretan fandalis dengan atap yang mulai reot. Akhirnya, kita pulang dengan penuh rasa kecewa.

  Minggu pertama KKN, kami menginap di sebuah mess samping embung, ukuran sekira 15 x 8 meter persegi. Luas termasuk gudang, hanya 2 tempat berukuran 5 x 4 meter yang kami tempati untuk tidur. Hanya tiga minggu kita bertahan, udara dingin yang menembus jaket memaksa kami pindah ke rumah kades yang terhitung cukup lebar.

Belum lagi beberapa cerita mistis ataupun khayal yang dialami beberapa diantara kami, sampai yang paling menyebalkan adalah, ternyata air mandi, wudhu dan buang air kami adalah air embung, yang penuh sampah plastik dan kotoran, serta ujung saluran pipa air-nya yang penuh busa berwarna putih dan coklat pekat yang ternyata tempat katak bertelur.  Mulai saat itu kami tak mau menginjak mess lagi, hanya sekali saat menanam bunga disekeliling embung, itupun karena kami harus mengambil cangkul di dalam gudang. 

Uno, Ambil Dua Kartu

“Bentar aku lagi main Uno” teriak salah seorang kami. Sontak yang lain tertawa “tadi ngomong apa? Uni to? Ambil dua kartu dulu.”. Ketika bermain uno kami dilarang mengucapkan -uno- sampai ada yang kalah. Ketika kata itu diucapkan sekali, maka harus mengambil dua kartu, begitu seterusya dan berlaku kelipatan.

Tiap sabtu malam hampir pasti permainan kartu asal Italia tersebut menemani kebersamaan kami. Bukannya kami cuman bermain – main saja sewaktu KKN, tetapi, dengan rutinitas senin sampai jum’at di kampus, butuh waktu ketika kami harus meregangkan badan dan fikiran sejenak. Yang terpenting, rencana kerja kita selama KKN tidak terbengkalai begitu saja.

Ada yang bermain uno, ada pula yang bermain PES, game konsol konami yang merajai pasar game dunia. Sampai ada paradox, enggak suka PES berarti enggak laki, karena saking identiknya sepakbola dan laki-laki. Ide seketika muncul, kita buat turnamen PES, hadiahnya berupa pengakuan dan yang kalah bergabung dengan klub PKK (Persatuan Kalah – Kalah) bentukan Alda, pelopor, ketua sekaligus penghuni tetap. Kasian. Dari dua kali kesempatan aku selalu runner-up. Nanda juara pada edisi pertama, dan Alfin edisi selanjutnya.

Sempat Dipertanyakan

Edisi manusia sempurna sudah berakhir empat belas abad yang lalu. Kini tinggal edisi manusia yang penuh akan kekurangan, tak terkecuali aku. Pernah suatu ketika aku mengabsen diriku sendiri dan mencoret semua teman satu kelompokku. Karena pada hari sabtu malam itu tinggal aku yang tersisa di rumah pak kades, semua tim jamur balik tembalang sore hari. Mereka balik beserta ijin dariku.

Aku kira tak apa mencoret absen sekali saja, ternyata itu berbuah simalakama dan memunculkan pertanyaan perihal absen di minggu – minggu yang telah lalu. Aku hanya berfikir ingin menjadi pribadi yang jujur, walau susah dijalani. Kalau aku absenkan yang tidak berangkat, berarti aku bohong dong. Tapi kenapa aku ijinkan mereka pulang. Yaah, itu lah manusia, yang hanya belajar dari sebuah teks, padahal didunia ini ada sejuta realita yang tak mungkin dituliskan dan diselesaikan dengan metode yang sama. Tetapi itulah pembelajaran.

Kalau diperingkat, aku nomor tiga, nomor dua adalah udin dan yang pertama adalah paham, jadi ini semua adalah sebuah salah paham dan salah udin. Sewajarnya orang bersalah, ucapan maaf tanpa ragu aku ucapkan, seperti biasa, keluhan mereka tentang diriku aku dengar baik-baik. Itulah yang mampu memperbaiki diri menjadi pribadi yang jauh lebih baik setelahnya. Karena kita tak akan mampu menilai diri sendiri, orang di sekeliling kita-lah yang mampu menilai diri kita seperti apa.

Puji syukur, semua selesai tanpa ada suatu apapun. Ibarat rintangan, setelah mampu kita hadapi, yang muncul kemudian adalah kemudahan. “karena sesudah kesulitan pasti ada kemudahan”. Setelah itu, yang aku rasakan ialah kita makin dekat, makin mudah komunikasi, makin mengerti satu sama lain dan saling memahami. Terimakasih.

Pamong Konyol

Aku bisa mengerti bagaimana karakter salah satu perangkat desa –pamong desa– tersebut walau belum pernah menemuinya. Namanya Rudi, bendahara desa yang sudah lama mengabdikan diri untuk Genting. Aku hanya membayangkan muka lucu dan humoris, seperti yang digambarkan oleh cerita Nanda dan Alda.

Dari pak Rudi mereka mengenal Genting lebih dekat, dari cerita – cerita mistis dan lokasi angker, termasuk mess tempat kami menginap, cerita kelam kudeta koordinator desa KKN dari Undip beberapa tahun sebelum kami, sampai fakta unik kepala desa dahulu dan sekarang.

Sejak pertama kenal sampai sekarang, dimataku pak Rudi merupakan sosok yang supel, nyaman, mampu mengayomi, baik hati, humoris dan murah senyum. Tak ayal, anak – anak KKN sangat nyaman dengan beliau. Bahkan, tak jarang anak – anak KKN dari dan selain Undip yang bertamu ke rumah beliau seusai masa bakti KKN.

Dari sekian cerita, yang paling ku ingat adalah email. Gara – gara rencana membuat foto perangkat desa, kami memaksa pak Rudi memfoto seluruh perangkat desa satu persatu dan mengirimkan hasil jepretan ke e-mailku, wonosegoroboy–daerah asalku– et yahoo dot com. Itu alasan mengapa pak Rudi kadang memanggilku wonosegoro.

Malam hari saat istirahat di kos, pak Rudi telfon, tak hanya sekali, dan yang ditanya adalah bagaimana cara mengirim foto lewat e-mail. Ohh God, padahal dia punya modem, ku kira sudah melek teknologi. Dia juga belum mengerti file .rar, maka ia kirim foto satu persatu hingga memenuhi inbox. Dengan kata lain, karena kami lah beliau bisa mengerti apa itu e-mail.

Di minggu terakhir ada momen yang makin mengenalkan kami dengan pak Rudi, tepatnya saat agenda karnaval desa wisata di Palagan Ambarawa. Dengan waktu tiga hari pak Rudi menyerang kami dengan membuat kaos, mmt dan foto desa wisata. Sungguh tiga hari yang berat, karena bukan hanya kami, tapi seluruh masyarakat Genting akan malu jika hari rabu semuanya belum selesai.

Tak ada hasil mengecewakan dengan didahului kerja keras. Tepat rabu malam, aku terus di hubungi pak Rudi dan mas wawan selaku koordinator desa Genting di acara karnaval. Saat jam menunjuk pukul 10 malam aku masih di depan laptop menyelesaikan proposal embung yang diwajibkan besok pagi selesai. Dhika tiba-tiba telfon “tun, kaos uda selesai”, Alhamdulillah ucapku.

  Hujan tiba-tiba turun perlahan, angin semerbak perlahan makin kencang berhembus, Tembalang berubah dingin saat itu. Kantuk mulai ku rasa, lelah sekujur badan, tapi mmt dan foto masih ku pegang, malam itu juga harus diantar. Pukul 11 Dhika datang memperlihatkan kaos pesanan, Alfin kemudian menyusul. Pukul 11 lebih mereka berdua mengantar kaos, mmt dan foto ke Palagan Ambarawa sejauh 50 menit perjalanan naik motor. Bagi mereka, cuaca bukan penghalang menunaikan sebuah amanah.

 Sekedar Perwakilan

Kegiatan terakhir KKN kami adalah berpartisipasi dalam acara menanam satu milyar pohon yang diadakan oleh dinas pertanian pusat. Acara ini-lah yang menyibukkan kami semua, termasuk perangkat desa, ibu-ibu PKK, kepala dusun dan segenap masyarakat Genting.

Katanya, pak Gubernur Ganjar mau datang ke Genting, sampai pak Antonius mewanti kami untuk bersiap dan menampilkan yang terbaik di stand kami, serta menyelesaikan proposal embung secepatnya, karena belum tentu Gubernur datang dua kali ke sebuah desa terpencil laiknya Genting.

Apa lacur, persiapan semenjak di Tembalang sampai dekorasi tratak tengah malam di lapangan dusun Genting yang dingin dan jarak pandang terbatas oleh kabut tebal terasa begitu sia-sia. Saat acara berlangsung keesokan harinya, hanya kepala desa yang hadir, selebihnya mulai dari camat, bupati, gubernur dan ditjen pertanian semua kepala diwakilkan oleh staf masing-masing.

Mengurangi perasaan kecewa, siang hari diakhir acara, saat semua berkemas pulang, gantian kami menikmati pertunjukan, it’s show time. Beberapa diantara kami berjoget bersama di depan panggung, persis dimana staf masing-masing undangan berpidato. Seperti biasa, yang mereka ucapkan hanya sekedar retorika semata.

Salam Perpisahan

Dari saya.
Kawanku, semuanya. Kalian bebas menganggap aku apa saja, tetapi, bagiku kalian adalah keluargaku. Walau hanya tiap akhir pekan kita bersua, ketahuilah, kalian-lah yang menenangkan fikiranku. Entah mengapa, setiap akhir pekan aku selalu bersemangat, seperti saat aku baru mencintai jurnalisme beberapa tahun lalu. Mungkin ada sesuatu di dalam diri kalian, apapun itu, aku bahagia telah mengenal kalian.


“Thanks for this memory. I will always remember you. As my family. My friend. My strength. And I pray we’ll together in success. Aamiin.” Wahyu Nur as writer.

About Unknown

Program Studi Teknik Geodesi Universitas Diponegoro Semarang. Lembaga Pers Mahasiswa Momentum. Rohis Athlas dan INSANI. Sherpa Mapala. Kemendagri BEM KM Undip. Geodet Berbagi. Turun Tangan Semarang. Orang Jawa. Survei Topografi.

0 comments:

Copyright © 2013 Ghostwriter™ is a registered trademark.

Designed by Templateism. Hosted on Blogger Platform.