Kuis Kebangsaan, sebuah kuis yang
diadakan oleh stasiun televisi RCTI yang menawarkan hadiah uang tunai, alat
elektronik sampai sebuah sepeda motor. Acara tersebut di tayangkan tiap dua
hari sekali, mungkin sampai selesai pilpres 2014. Kenapa begitu, karena kuis
kebangsaan tak ubahnya sebuah kampanye terselubung yang dilakukan oleh bakal
calon pasangan pemilihan presiden, Win – HT.
Sang pengusaha nampaknya sudah
mempersiapkan baik – baik strategi pemenangan, walaupun terkesan mencuri start.
Tak hanya kuis kebangsaan, beberapa kali wajah mereka berdua menghiasi layar
kaca khususnya di stasiun naungan MNC grup. Tapi mereka tak sendirian, jauh
hari tetangga sebelah, si Ical dan om Paloh sudah lebih dulu ngeksis di stasiun
televisi masing-masing.
Itulah kondisi media di negara kita,
media seharusnya menjadi alternatif dalam mencerdaskan masyarakat tentang politik.
Bukannya malah turut ambil bagian dalam panggung politik. Seharusnya ada sekat
tebal antara media dan politik. Bukan malah memanfaatkan media untuk sarana
politik, termasuk pengadaan kuis kebangsaan yang berpassword win-ht tersebut.
Sudah merupakan politik terselubung,
kuisnya masih direkayasa pula. Ada insiden menggelikan beberapa waktu lalu. Ketika
seorang penelfon mengenalkan diri, si presenter lantas meminta penelfon memilih
kategori pertanyaan, pilihannya huruf w,i,n,h atau t. Tanpa disangka, si penelfon
menjawab “istana maimun”. Sontak sang presenter kaget dan terlihat bingung.
Mungkin karena pengalaman, sang
presenter segera menguasai panggung kembali dan bergegas mengulasi perintahnya
dengan intonasi yang lebih jelas. Akhirnya si penelfon memilih kategori kuis
tersebut dan munculah pertanyaan yang jawabannya ialah, istana maimun. Apa yang
ada fikirkan jika seorang penelfon mengetahui jawaban dari sebuah pertanyaan
yang belum ditanyakan? Bahkan seorang paranormal-pun tak akan tahu.
Belum habis keherananku, muncul satu
lagi kuis di Global TV, kuis Indonesia Cerdas, tetapi dengan password sama, Win-HT. Jika kuis
kebangsaan sasarannya masyarakat umum, kuis Indonesia cerdas sasarannya ialah
mahasiswa yang memilik ipk diatas tiga. Imbalan dari partisipasinya berupa
beasiswa pendidikan. Kuis ini ingin mencitrakan jika pasangan ini peduli dengan
dunia pendidikan.
Risih rasanya melihat keberadaan kuis
tersebut, hanya menjadi sebuah strategi politik sang pemilik modal –lagi-lagi
kapitalis– dan mengesampingkan esensi media itu sendiri. Penentuan siapa bakal
penelfon juga bukan suatu prosedur kuis yang benar. Seperti orang bodoh, kita
hanya disuguhi permainan rekayasa, tanpa ada kejujuran dan sportifitas di
dalamnya.
Posisi KPI sebagai lembaga penjamin
mutu siaran media di Indonesia dituntut menunjukan peran aktif dan
kedudukannya. Jangan sampai pembohongan publik ini dibiarkan, hukum praktisi
media yang menyalahi etika maupun moral bermedia. Jika hanya dibiarkan saja,
muncul sebuah pertanyaan dibelakangnya, KPI lemah atau bermain mata.
0 comments:
Post a Comment