Artikel bulan Desember tahun 2012, bulan dimana saya mengikuti Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut.
Dan bagaimana hasilnya? next post maybe.
Dan bagaimana hasilnya? next post maybe.
Kota semarang merupakan ibu kota
provinsi jawa tengah yang berlokasi strategis ditengah jalur pantai utara
(pantura) yang menghubungkan antara dua provinsi yaitu jawa barat dan jawa
timur. Tiap harinya kota semarang ramai dilalui kendaraan bermotor baik dari
arah solo dan jogja diselatan, dari arah jakarta dibarat maupun dari arah
surabaya di timur. Begitu ramainya lalu lintas kendaraan menjadikan semarang sebagai
salah satu kota teramai di jawa tengah.
Suasana ramai dan panas itulah yang tiap
hari dirasakan oleh ferry, bocah 13 tahun yang setiap harinya mengamen di kawasan
tugumuda. Tubuh mungilnya harus berjibaku dengan kerasnya jalanan yang tidak
semestinya ia berada. Tiap harinya ia harus menenteng gitar kecil sembari berharap
receh untuk mengisi perutnya yang terus menggerutu.
Gambar Hanya Ilustrasi |
Sudah lebih dari 6 tahun ferry hidup dan
bermain dijalanan, sejak belum genap berumur 7 tahun saat ia kerap meninggalkan
rumah. Selama itulah ferry tak lagi menerima hangatnya suasana keluarga dan
mulai membiasakan diri dengan lingkungan barunya. Kondisi keluarga yang kurang
harmonis memaksanya lari dari kenyataan dan memilih jalanan kota semarang
sebagai peraduan.
Dibandingkan kota besar lain seperti
jakarta, bandung atau surabaya, memang semarang tergolong nyaman bagi anak jalanan.
Buktinya banyak teman ferry sesama anak jalanan yang berasal dari luar kota
semarang, mulai dari kendal, demak, sampai dari daerah jakarta dan surabaya.
Walaupun luas semarang tak seberapa, hanya
225,17 km² tak lebih dari sepertiga jakarta. Akan tetapi lokasi hiburan masyarakat
umum disemarang tergolong banyak. Kawasan simpang lima dan tuga muda sebagai
contohnya, dua kawasan ramai tersebut tak pernah sepi terutama saat malam hari
menjelang.
Tak hanya pengunjung di taman, ferry
juga memanfaatkan lampu merah sebagai lokasi mencari uang. Tiap lampu merah
menyala dan pengendara mulai menghentikan motornya, mulailah ia memainkan gitar
kentrung nya seraya bersenandung dan
memasang muka sedih berharap ada tangan halus yang ikhlas menyisihkan uang.
Dan seperti kebanyakan masyarakat jawa
pada umumnya yang memiliki rasa iba dan kepedulian yang tinggi terhadap sesama,
banyak pengguna jalan kota semarang yang tak segan memberi sejumlah uang kepada
ferry dan teman – temannya. Jadi dari segi penghasilan yang didapatkan, disini ternyata
cukup menjanjikan.
Persaingan antar sesama pengamen di kota
semarang juga tak sekeras di kota besar lainnya. Bahkan disini cenderung
memiliki sifat kekeluargaan yang bagus, tak jarang ferry saling bercengkerama
dengan sesama anak jalanan baik yang sama – sama asal semarang maupun pendatang
dari daerah lain. Tak heran jika hampir tak terdengar berita bentrok antar
sesama anak jalanan di kota semarang.
Banyaknya anak jalanan dikota semarang
juga dipengaruhi oleh murahnya biaya hidup disini. Disamping harga makanannya
yang cukup murah, disini tak seperti dijakarta yang serba dihitung dengan uang
sehingga makin menyempitkan ruang gerak anak jalanan.
Pernah suatu hari saat hujan lebat
mengguyur kota semarang, dalam satu malam ferry hanya mendapat uang 4.000
rupiah, jumlah yang kecil untuk membeli makanan, belum lagi harus dibagi dua
dengan temannya. Akan tetapi, uang sebesar itu masih bisa dibelikan nasi sayur
dua porsi didekat pasar bulu kawasan tugu muda yang cukup untuk mengisi perutnya.
Kenyamanan ferry di kota semarang
tersebut didukung pula oleh lemahnya penegakan hukum tentang gelandangan dan
anak jalanan. Pertama, kawasan lalu lintas harusnya steril dari aktivitas
selain kendaraan bermotor. Kedua, lokasi hiburan masyarakat harus bebas pengamen,
gelandangan, pengemis dan sebagainya guna memastikan hak masyarakat dapat
terjamin.
Terkait penanganan masalah anak jalanan
memang pihak satpol pamong praja dan kepolisian yang seharusnya bertanggung
jawab. Melihat masih banyaknya anak jalanan memang mengindikasikan lemahnya
kinerja aparat keamanan. Tetapi sejatinya pihak keamanan tidaklah berlepas
tangan, banyak tindakan yang telah dilakukan, seperti dengan melakukan razia. Walaupun
dampak yang dirasakan hanya sebentar saja. Terbukti walaupun kerap dirazia,
sikap anak jalanan tak sedikitpun berubah untuk menjauhi kota lumpia.
Razia pun kadang dilakukan hanya jika
ada kunjungan kerja dari pusat guna memantau kondisi daerah kota semarang. Jika
sudah selesai dan anak jalanan mulai terlihat disudut kota, mereka hanya
dibiarkan saja. Jadi selama ini hanya tindakan sementara saja yang kerap
dilakukan, seperti halnya gali lubang tutup lubang, tanpa ada solusi langkah
pasti kedepannya.
Jika kita telaah dan pahami lebih
lanjut, fungsi aparat keamanan hanyalah menjaga keamanan wilayah kota semarang.
Sehingga aparat hanya bekerja untuk menekan dampak yang ditimbulkan dari
masalah sosial tersebut, bukan untuk mengatasi penyebab timbulnya fenomena anak
jalanan. Jadi sudah seharusnya seluruh elemen masyarakat maupun pemerintah
saling memahami dan maju bersama mengatasi masalah tersebut.
Mutlak diperlukan peran serta pemkot
kota semarang untuk meningkatkan perekonomian masyarakatnya supaya angka
kemiskinan menurun sehingga jumlah anak jalanan disemarang dapat ditekan. Peran
serta masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang benar dan interaksi sosial
yang bagus juga turut berperan mengurangi faktor penyebab masalah sosial
tersebut.
Sehingga kedepannya akan tercipta
suasana dan lingkungan yang kondusif di kota semarang. Anak – anak bisa bermain
riang dengan teman sebaya di taman bermain yang semestinya, bukannya dijalanan.
Ferry dan temannya bukanlah pelaku, mereka hanyalah korban. Bukan untuk
diperangi, bukan juga dilindungi, hanya mereka butuh pengarahan dan kasih
sayang yang sudah lama tidak mereka dapati.
0 comments:
Post a Comment